HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF. Apa kabar Oktober kalian? Sudah dipenuhi oleh hujankah? Kalau Oktoberku sih, sudah dipenuhi cerita. Mulai dari cerita konyol hingga cerita hepi. Bahkan, ada pula cerita ultah yang melibatkan BRI.
Sampai di sini kalian pasti langsung paham, mengapa judul tulisan ini "Ultah yang Terselamatkan BRI". Iya, benar. Salah satu ceritaku di Oktober, sejak tanggal 1 hingga saat kuunggah tulisan ini pada tanggal 9, memang berkaitan dengan ultah dan BRI.
Ultah siapakah? Ultah anak semata wayangku, dong. Pada tanggal 3 Oktober lalu. Lalu, apa hubungannya dengan BRI? Baiklah. Mari langsung simak ceritaku berikut ini. Nanti kalian bakalan tahu hubungannya.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tiap ultah anakku minta dibelikan kue tart. Ukuran yang paling kecil pun tak jadi soal. Yang penting tersedia ketika hari H ultahnya. Lagi pula, buat apa besar-besar? Tujuan pembelian kue tart itu 'kan untuk dinikmati sendiri. Bukan untuk dibagi-bagi ke tetangga atau ke teman-temannya. dalam pesta.
Jangankan dibagi-bagi dengan orang lain. Dibagi denganku saja tidak. Menurut anakku, tugasku hanya membelikan. Bukan untuk menemaninya menghabiskan kue tart. Ckckck! Pintar dia. Alhamdulillah. Enggak sia-sia 1.000 hari kehidupan pertamanya dulu aku jungkir balik mencukupi nutrisinya. Hehe ...
Baik. Mari balik ke kue tart. Anakku memang suka sekali kue tart sejak TK. Akan tetapi, aku tidak pernah membelikannya di luar momentum ulang tahun. Mungkin itulah penyebab kesukaannya terhadap kue tart abadi hingga kini. Entahlah kapan berhentinya.
Oleh karena itu, tanggal 3 Oktober selalu spesial. Menjadi momentum istimewa bagiku untuk keluar duit demi membeli kue tart. Namun, tahun ini ritual tersebut nyaris gagal sebab kecerobohanku. Tempo hari hingga H-1 ultah anak, aku belum order kue tart. Kelupaan. Untunglah jelang tidur mendadak ingat.
Seketika aku batal tarik selimut. Segera bangkit dari tempat tidur dan mencatat di selembar kertas, "Jangan lupa order kue tart sepagi mungkin". Tak lupa aku juga memasang alarm untuk pukul 08.00 WIB. Tujuannya sebagai pengingat jam buka toko kue tart.
Keesokan harinya, sembari menunggu toko kue tart buka, aku klak-klik aplikasi lapak makanan daring. Hendak order nasi kuning. Sebagai antisipasi kalau kue tart tidak bisa dipesan secara dadakan.
Hasilnya? Luar biasa. Kutemukan nasi kuning yang dikemas lucu sehingga cocok dipakai untuk perayaan ulang tahun. Oke gas saja. Langsung order tanpa babibu. Untung isi e-wallet-ku di aplikasi itu masih cukup untuk membayar nasi kuning.
Syukur sekali saat toko kue tart buka, pesan WA-ku cepat dibalas adminnya. Jawabannya pun bikin lega. Kue tart bisa siap hari itu juga, tetapi jadinya sekitar Magrib. Hiasannya pun tidak bisa yang detil.
Pucuk dicinta ulam tiba. Yang penting kue tart bisa diambil pas hari H ultah si bocah. Soal hiasan kue it's okay. Enggak perlu dihias-hias. Yang penting kue tart tersebut bisa diselimuti krim sesuai warna pilihanku. Selain tentu ada tulisan nama, slogan, dan tanggal ultah.
Admin toko kue tart bilang kalau orderanku akan segera diproses kalau aku sudah membayar. Jika cepat membayar, berarti cepat jadinya. Wah! Di titik inilah aku merasa amat bersyukur karena beberapa waktu sebelumnya sudah punya BRImo. Jadinya bisa membayar kue tart dengan cara transfer. Plus sekalian bisa mengisi e-wallet-ku yang menipis tadi.
Bayangkan kalau tak punya BRImo. Aku harus cepat-cepat ke toko kue tart, malamnya pun mesti balik ke situ lagi untuk mengambil orderan. Rempong sekali. Untungnya, untungnya. Syukurlah telah punya BRImo pada saat yang tepat. Ultah anakku pun terselamatkan.
Itulah pengalamanku dalam melakukan dan menikmati Transaksi & Digitalisasi BRI tempo hari. Semudah itu rupanya. Aku telah salah sangka. Belum mencoba, tetapi sudah buru-buru menyimpulkan kalau digitalisasi itu rumit bin sulit.
Ngomong-ngomong setelah berulang kali kuteliti dan kuingat-ingat secermat mungkin, aku berani menyatakan bahwa aku tidak punya pengalaman buruk dengan BRI. Iya, lho. Yakin banget begitu. Jangan-jangan karena isi rekeningku sedikit? Atau, karena jenis tabunganku Simpedes? Atau, sebab aku termasuk ke dalam golongan orang-orang sabar?
Orang-orang sabar yang kumaksudkan itu adalah para nasabah yang setia menanti antrean panjang sewaktu di kantor BRI. Kalau antrean untuk ke Teller dan Customer Service mengular, ya sudah. Tinggal ditunggu dengan ikhlas sampai tiba giliran dipanggil ke Teller atau Customer Service.
Nah! Karena ikhlas itulah, sepanjang menunggu antrean aku merasa baik-baik saja. Buat apa jengkel kalau faktanya aku tidak sedang buru-buru? Lagi pula, bukankah ada pilihan untuk melakukan transaksi daring (online)? Jika memang tak punya banyak waktu untuk pergi ke kantor BRI, mengapa tidak pakai BRImo?
Khawatir dengan keamanan data kita? Tenanglah. BRI sudah memberikan jaminan keamanannya, kok. Takut salah sebab tak terbiasa melakukan transaksi daring? Tenanglah. Transaksi & Digitalisasi BRI tidak serumit yang kita bayangkan, kok. Buktinya aku yang agak gaptek bisa melakukannya dengan baik. Iya 'kan?
*Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.