APA kabar Sobat Pikiran Positif? Sedang sibuk melakukan apa, nih? Jangan-jangan sedang menikmati songgo buwono? Eh, songgobuwono? Duh! Cara menulisnya bagaimana, sih? Hehehe ...
Oke, oke. Mulai dari tulisan ini hingga dua tulisan berikutnya, hendak kuajak kalian untuk ngomongin makanan tradisional. Namun, makanan tradisionalnya yang edisi spesial.
Mengapa kunyatakan sebagai edisi spesial? Karena asal muasalnya dari Kraton Yogyakarta. Dari dalam tembok kraton.
Jadi, semula hanya dikonsumsi oleh keluarga kerajaan. Bukan merupakan makanan yang biasa dikonsumsi oleh kalangan rakyat jelata.
Yang kemudian seiring dengan berjalannya waktu, menjadi lazim dinikmati oleh siapa saja. Tua, muda, berdarah biru, berdarah warna-warni, kaya, miskin, pokoknya siapa saja.
Pasti kalian penasaran 'kan? Makanan tradisional apa yang dimaksud? Baik. Jreng jreng jreeeng ... Inilah penampakan makanan tradisional yang hendak kita obrolkan sekarang.
It's songgo buwono!
Oke, oke. Mulai dari tulisan ini hingga dua tulisan berikutnya, hendak kuajak kalian untuk ngomongin makanan tradisional. Namun, makanan tradisionalnya yang edisi spesial.
Mengapa kunyatakan sebagai edisi spesial? Karena asal muasalnya dari Kraton Yogyakarta. Dari dalam tembok kraton.
Jadi, semula hanya dikonsumsi oleh keluarga kerajaan. Bukan merupakan makanan yang biasa dikonsumsi oleh kalangan rakyat jelata.
Yang kemudian seiring dengan berjalannya waktu, menjadi lazim dinikmati oleh siapa saja. Tua, muda, berdarah biru, berdarah warna-warni, kaya, miskin, pokoknya siapa saja.
Pasti kalian penasaran 'kan? Makanan tradisional apa yang dimaksud? Baik. Jreng jreng jreeeng ... Inilah penampakan makanan tradisional yang hendak kita obrolkan sekarang.
It's songgo buwono!
Seperti yang tampak dalam foto, songgo buwono dibuat dari kulit sus basah. Isiannya daging sapi giling dan telur rebus. Pelengkapnya daun selada, acar, dan mayonaise.
Perlu diketahui, songgo buwono dalam foto di atas made in nDalem Benawan. Berisi daging sapi giling. Telurnya telur bebek asin. Citarasanya sungguh lezat. Premium. Tentu harganya pun premium.
Berbeda dengan songgo buwono yang biasa kubeli di lapak jajanan. Yang kisaran harganya sepuluh ribuan. Lebih murah.
Kok bisa lebih murah? Bisa, dong. 'Kan isiannya diganti dengan daging ayam giling. Telurnya pun telur ayam rebus.
Begitulah faktanya. Sedari dahulu, rumusan "ada harga ada rasa" terbukti selalu valid.
Tampilan songgo buwono memang kebule-bulean. Namun, sang pemilik ide pembuatannya adalah Sri Sultan HB VII.
Dari referensi yang kubaca, songgo buwono lahir dari keprihatinan beliau terhadap kondisi rakyat Yogyakarta yang cenderung suka mengonsumsi kudapan berpengawet.
Tatkala itu yang sering dikonsumsi sejenis burger. Yang masa kadaluarsanya lama sebab berpengawet. Sementara songgo buwono cuma tahan sehari dalam suhu ruang.
Sesuai dengan bahan pembuatannya, songgo buwono termasuk kudapan berjenis gurih.
Sementara dalam urutan perjamuan makan yang lengkap, songgo buwono merupakan makanan pembuka. Insyaallah dalam tulisan berikutnya akan kuceritakam makanan utama dan makanan penutupnya.
O, ya. Segala yang berasal dari kraton selalu mengandung filosofi. Demikian juga halnya songgo buwono. Kudapan yang merupakan akulturasi budaya Jawa dan Eropa ini memuat filosofi kehidupan manusia.
Luar biasa 'kan? Sembari mengunyah, kita bisa sembari berpikir keras perihal filosofi tingkat tinggi.