Selasa, 25 Januari 2022

Penulis Tanpa Honor Itu Horor


HALO Sobat PIKIRAN POSITIF? Sedang bahagia dan tidak resah 'kan? Semoga memang begitu keadaan kalian. Hanya saja, saya mohon izin untuk bercerita tentang sesuatu yang mungkin berpotensi mereduksi ketenangan hidup kalian. Plus membuat ambyar pikiran positif kalian terhadap redaksi majalah dan koran.

Muehehehe .... Intro tulisan ini kok malah cenderung meresahkan, ya? Yeah! Apa boleh buat? Kali ini aku memang hendak berbagi cerita tentang satu hal yang bikin resah para penulis.

Jreng jreeeng jreeeeng! Hal apakah itu? Tak lain dan tak bukan, hal yang kumaksudkan adalah TIDAK ADANYA HONOR BAGI PENULIS.

Sadis toh? Akan makin terasa sadisnya, jika penulis yang tak menerima honor itu memang menjadikan aktivitas menulis sebagai cara mencari nafkah. Wah, wah, wah. Menjadi terlalu parah sadisnya.

Sementara untuk menjadi penulis, terlebih penulis yang berkualitas, butuh kerja keras. Otak mesti diencerkan dengan cara membaca buku-buku bermutu.

Dari mana buku-bukunya? Bisa dari mana saja. Bisa pinjam dari perpustakaan dan kolega yang baik hati. Akan tetapi, kalau hendak membaca buku baru ya mau tidak mau harus beli. Itu butuh duit 'kan?

Kalaupun berhasil membaca semua buku tanpa harus beli, penulis juga tetap butuh uang. Istilahnya, cuma untuk menyeruput secangkir kopi sachetan pun butuh uang. Iya toh?

Jadi, sungguh tidak adil bila ada media yang tidak memberikan honor kepada penulis. Memberikan honor dalam jumlah kurang layak saja sudah keterlaluan. Eh, apalagi sampai tidak memberi sama sekali.

Kuteringat pada seorang penulis senior yang pada akhirnya berhenti menulis dan membuka warung mie ayam demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Terpaksa ia tinggalkan dunia tulis-menulis yang dicintainya.

Maksud hati tetap akan sambil menulis. Apa daya kesibukan mengelola warung membuatnya kehabisan energi untuk tetap menulis? Terlebih ia tak merasa menemukan "harapan baik" lagi sebagai penulis.

Beliau itu penulis kawakan. Telah menerbitkan sekian banyak buku.  Laluuu, bagaimana denganku? *Cemas!*

Sebenarnya begini, lho. Lebih dari sekadar sebagai ongkos lelah, honor adalah sebentuk penghargaan. Tepatnya penghargaan sebab penulis telah berupaya keras menyajikan tulisan yang baik dan berguna.

Yang dalam arti luas, para penulis bekerja untuk mendidik masyarakat melalui kemampuan berliterasi mereka. Tentu sesuai porsi masing-masing.

Ekstremnya, kalau tidak ada lagi yang mau menjadi penulis gara-gara ketiadaan honor dan apresiasi positif, celakalah suatu bangsa. Ow! Mungkin pernyataanku ini terkesan lebay. Namun, sebenarnya ya memang begitu.

Mungkin kalian bertanya-tanya heran. Ini pemilik www.tinbejogja.com lama tak menayangkan tulisan kok tiba-tiba muncul dengan tulisan emosional begini? Muehehe ....

Maafkan daku bila datang-datang malah menyodorkan keresahan. Akan tetapi, kalian tak perlu suuzon bahwa diriku lama tak mengisi blog ini dan blog satunya ( Rak Buku Tinbe ) gara-gara ngambek tak mau nulis lagi.

Ketahuilah. Tulisan ini terinspirasi oleh status FB Mas Han Gagas tempo hari. Ia adalah seorang sastrawan. Kalau belum tahu banyak tentangnya, silakan berselancar saja. Oke?

Begini statusnya:

Tadi kami sumpah serapahi media/lembaga yg tidak ngasih honor bagi pemenang/penulis. Padahal media "besar". Penghargaan buat penulis nonsense di tangan kapitalis. Penulis tidak hanya butuh prestise/gengsi tapi juga makan dan kuota.

Banyak yang menanggapi postingan tersebut. Aku pun tergerak untuk ikut berkomentar. Berikut komentarku.

Aku mau berbagi pengalaman. Serupa, tetapi tak sama persis. Tahun lalu ada orang marketing sebuah usaha, menghubungi saya dan meminta saya menuliskan tentang usahanya itu di personal blog dan medsos.

Ujungnya pas saya menyampaikan fee yang saya minta, ia bilang, "Oh, bayar?" Parah dia. Sementara mendapatkan info tentang saya dari kolega dia dan koleganya itu pernah ngasih fee cukup buat saya (untuk job yang lebih ringan), kok dia maunya gratisan. Laaah produk jualannya aja dijual pakai dollar.

Akan tetapi, masih agak bisa dimaafkan sih ya pola pemikirannya gak mau bayar untuk tulisan begitu. Dia bukan orang literasi. Beda banget dengan media yang tak ngasih honor kepada para penulis.#malahtjurhat

Iya. Sepanjang itu komentarku. Jauh lebih panjang daripada postingan yang kukomentari. Nah. Bagaimana komentar kalian terhadap komentar tersebut? Setuju dengan absolut? Hahaha! 

Kalau boleh makin jujur, sesungguhnya orang marketing yang memintaku untuk publikasi gratis atas produk jualannya pun keterlaluan. Itulah sebabnya kukatakan agak bisa dimaafkan. Jadi, tidak benar-benar bisa dimaafkan. 

Enak saja maunya gratisan. Coba saja meminta sebuah media untuk mengekspose produknya. Apa iya bersedia nol cuan? Pastilah kalaupun tanpa cuan, ada kompensasi menguntungkan lainnya bagi media yang bersangkutan.

O, ya. Yang sedari tadi kubahas ini honor lho, ya. Bukan royalti buku. Kalau royalti buku, nanti beda lagi ketidakasyikannya buat penulis (baca: derita yang lain lagi bagi penulis). Hahaha!

Konyolnya, penulis yang bermasalah dengan honor begini adalah penulis yang tulisannya "bener". Yang hasil karyanya bermanfaat bagi umat manusia. Bukan yang model tulisan syur esek-esek bertabur adegan ranjang. Ironis sekali, bukan? *Di mana negara?* 

Yo wislah. Sekian tulisan beraroma curhatan ini. Semoga tetap berfaedah dunia dan akhirat. Minimal bagi diriku sebagai penulisnya. 

Silakan baca juga: Penulis Itu Wajib Bersabar.

Yuk, ah. Ngopi dulu agar lebih tenang menjalani tiap ujian yang berupa seretnya honor tulisan. 


 

Sumber Gambar dari Internet


 

18 komentar:

  1. Ikut prihatin mba 😔.. sampai hati memang kalo sampe ga mau bayar usaha dari seorang penulis , apalagi udah minta TLG promosiin, eh giliran bayar langsung amnesia..

    Aku suka menulis, tapi hanya sebatas hobi. Profesional juga ga . Tapi dari awal aku memang ga mau menjadikan menulis sebagai nafkah. Krn seriiiing banget denger cerita2 miris tentang penulis. Dari yang dibayar, buku dibajak dll. Itu sih yang bikin aku jauh2 dari kerjaan sebagai penulis. Cukup buat hobi aja ..

    Tapi semoga untuk semua penulis, makin dimudahkah untuk mendapat klien2 yang pengertian dan ga menahan2 hak penulisnya yaaa. Bingung, menahan hak orang gitu, kok ya ga takut Ama dosanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, Mbak. Semoga segera diperhatikan negara deh, profesi penulis ini.

      Hapus
  2. Setuju ama tulisan di atas.
    Soalnya penulis itu, udah lah pendapatannya nggak teratur, kalo ada yang malah minta gratis, keterlaluan sih.

    BalasHapus
  3. Duh, hari gini masih aja minta gratisan untuk sebuah tulisan. Enggak menghargai hasil karya orang sama sekali! Huh!
    Ini sama saja dengan yang ngomong " wong cuma nulis aja lho, apa susahnya!" Pengin tak kremus bener tuh yang ngomong...(lah malah nambah kasus baru aku huhuhu)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi. Iya, Mbak, padahal kalau memang bagi dia nulis gak susah, kenapa gak nulis sendiri dianyaaa ...

      Hapus
  4. Penulis memang harus sabar. Bukan rahasia lagi kalo bayaran penulis, baik itu penulis buku atau media itu tidak menentu atau pas pasan. Memang ada sih penulis yang berhasil dan bisa mendapatkan banyak uang dari buku seperti Raditya Dika atau Habiburrahman El shirazy, tapi jangan lupa, lebih banyaaakkk lagi yang honornya memprihatinkan. Eh ada juga yang minta dipromosikan tapi gratis.🤣

    Tetap semangat menulis ya mbak, aku sendiri menulis di blog hanya untuk hobi saja. Kalo dulu ngeblog bisa untuk uang jajan, sekarang buat pulsa saja tidak mencukupi.,😄

    BalasHapus
  5. Menulis itu banyak energi dan ide. Tega banget sih kalau ngga dihargai, pekerjaan susah yang harus detil dan memang membutuhkan profesional. Semoga kita dijauhkan dari hal hal seperti ini deh
    Mending menulis di blog sendiri deh kalau sudah begitu

    BalasHapus
  6. Sungguh terlalu 🙄 Penulis sudah mengusahakan semua ide dan pikiran yang tercurahkan. Sudah menyediakan waktu khusus menulis, namun ga dihargai, wah, ga bener ini. Semoga kini dan nanti urusan fee dll lancar jaya ya mbak aamiin.

    BalasHapus
  7. hehehe iyaa aku juga merasa miris sih ama pekerjaan penulis yang honornya kecil.. masih banyak di indonesia yaa kak. industri kepenulisan masih butuh lebih diakui dan diapresiasi.. konten yang kita buat kan juga ada proses kreatifnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa boleh buat? Pekerjaan mulia katanya, tetapi pelakunya tak dimuliakan.

      Hapus
  8. Bener sih, kadang jadi penulis suka diremehkan, karya juga kadang suka gak dihargai. Padahal usaha buat dapet ide dan nulisnya itu sulit ya mbak

    BalasHapus
  9. Yahh kadang juga ada yang mbayar tapi juga pembayarannya telatttt banget. Sampe bikin kesel karena menunggu berbulan-bulan dan harus di mention terus sampe bawa tokoh publik untuk speak up. Agak kesel sih memang kalau udah nulis dengan jerih payah dan kuota yang gak sedikit, eh diakhir gak ada rewardsnya sama sekali. Bahkan mengucapkan kata terima kasih saja tidak ada. Duh pusing pusing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, Mas. Setelah kerjaan kelar, setelah keringat benar-benar telah kering bahkan hilang, ada pula yg honor tak kunjung turun dan tanpa kpnfirmasi sama sekali.

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template