Minggu, 03 Desember 2023

Aku & Museum Benteng Vredeburg

3 komentar
APA kabar Sobat PIKIRAN POSITIF? Semoga tidak sedang bete bin gabut, ya? Etaaaapi kalau memang sedang bete dan gabut, kenapa enggak healing ke Museum Benteng Vredeburg saja?

Yoiii. Museum Benteng Vredeburg (MBV) berlokasi di Kota Yogyakarta. Jadi, saranku itu terkhusus buat kalian yang tinggal di Yogyakarta. Atau, sedang berada di Yogyakarta walaupun ber-KTP luar planet. Enggak sekadar luar pulau. Hahaha!

Ngomongin MBV tak pernah ada tuntasnya bagiku. Lokasinya yang luas, ruangannya yang banyak, koleksi bersejarahnya yang banyak, hantunya yang banyak .... Eh?!

Kalian pasti sudah tahulah, ya. Di Yogyakarta ada banyak tempat menarik, baik yang bercitarasa heritage maupun kekinian. Sebut saja Tugu Pal Putih, Malioboro, Kraton Yogyakarta, Tamansari Watercasstle. Ah, pokoknya banyaaak.

Nah. Dari sekian banyak itu, kenapa hanya ada sebuah tempat di pusat Kota Yogyakarta yang bikin aku tergila-gila? Yang tak pernah bikin bosan walaupun kerap banget kukunjungi dan kulewati. 

Sejak aku kuliah sampai anakku kuliah, kerjaanku ya ke situ lagi ke situ lagi. Sampai-sampai aku selalu tahu perubahan harga tiket masuknya. Bahkan, pergeseran letak meriam di halaman tengahnya pun aku tahu. Ckckck!

Yoiii. Secinta itu aku pada bangunan MBV itu. Terbius aku pada keindahan dan segala kisah yang disimpannya. Ini betul-betul anugerah. Aku jatuh hati pada tempat yang amat mudah diakses. Lhah lokasinya sangat strategis, kok.

Anehnya, banyak orang tidak ngeh dengan lokasinya, padahal mereka kerap pepotoan dan nongkrong di depannya. Bila aku mengunggah foto di spot-spot menarik di seantero MBV, banyak yang nanya, itu di mana? Ketika kujawab di MBV, mereka malah nanya alamat MBV. Lhaaah. Menyedihkan enggak, sih?

MBV itu 'kan berada di sekitaran Titik Nol Yogyakarta. Tepat berseberangan dengan istana kepresidenan, yaitu Gedung Agung. Jadi, why oh why sampai tidak ngeh huuhuhuu ....

BTW aku pun telah beberapa kali menulis tentang MBV atau kegiatan-kegiatan di MBV di blog www.tinbejogja.com ini. Silakan telusuri saja, deh. Menarik-menarik pokoknya. 

Singkat cerita, Museum Benteng Vredeburg itu memang andalanku banget. Kalau ada teman dari luar kita kuajak ke situ. Buat ngobrol di halamannya nyaman dan aman dari pengamen Malioboro yang terlampau atraktif. 

Kalau buat pepotoan gimana? Wow! Di Museum Benteng Vredeburg tersedia banyak spot instagramable, dong. Bahkan, tak sekadar instagramable. Seperti yang kalian lihat pada foto-foto di bawah ini, MBV pun menyediakan spot yang sesuai dengan tema buku yang kuiklankan. Hehehe ...





Kalau dua foto yang berikutnya, tentu beda tema. Yang dua terbawah ini temanya reunian kuliah. Sekaligus kami "meninjau" perbedaan situasi dan kondisi Museum Benteng Vredeburg, antara tempo doeloe pas kami kuliah dengan situasi dan kondisinya di zaman now. Hahaha!
 


Jadi gimana, nih? Kapan kalian healing dan hahahihi di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta? Kabari aku, ya. Aku mau nebeng pepotoan di situ. 





Minggu, 19 November 2023

BRI untuk Indonesia

36 komentar
128 Tahun yang Adaptif dan Luar Biasa

 
HALO Sobat Pikiran Positif? Aku mau cerita tentang BRI (Bank Rakyat Indonesia), nih. Yang rupanya pada 2023 ini telah mencapai usia 128 tahun. Wow, itu satu abad lebih!
 

Dokumentasi BRI


Sungguh sebuah pencapaian yang patut diapresiasi. Ternyata sudah selama itu BRI melayani rakyat Indonesia. Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, berarti BRI terbukti tangguh. Mampu bertahan eksis dari generasi ke generasi.

Sejarah Singkat BRI

Cikal bakal BRI berdiri tanggal 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah. Tentu belum menyandang nama BRI. Masih memakai nama dalam bahasa Belanda, yaitu De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Yang di kemudian hari dikenal juga dengan nama Bank Priayi. Pendirinya Raden Bei Aria Wirjaatmadja.

Bank Priayi itu berdinamika sesuai dengan kebutuhan dan kondisi zaman. Mengalami reorganisasi, bahkan perubahan nama. Hingga akhirnya tibalah babak baru, yang dimulai sejak Indonesia merdeka tahun 1945.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 1, BRI dinyatakan sebagai bank pemerintah pertama di Republik Indonesia. Namun, operasionalnya terhenti pada tahun 1948 karena pecah perang untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Setelah Perjanjian Renville operasionalnya kembali berjalan, tetapi dengan nama baru, yaitu BRIS (Bank Rakyat Indonesia Serikat).

Setelah kembali menjadi BRI, pada tahun 1960 malah berganti nama lagi menjadi BKTN (Bank Koperasi Tani dan Nelayan). BKTN itu peleburan dari BRI, BTN (Bank Tani dan Nelayan), dan NHM (Nederlandsche Handels Maatschapij).

Pada tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam BI (Bank Indonesia) menjadi BIUKTN (Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani, dan Nelayan). Tak terlalu lama kemudian, pada 18 Desember 1968 berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 1968, BRI kembali dinyatakan sebagai bank umum.

Kemudian pada tanggal 1 Agustus 1992, berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 1992, status BRI berubah menjadi Perseroan Terbatas. Kepemilikannya 100 % di tangan pemerintah RI.

Namun, pada tanggal 10 November 2003 ada keputusan untuk menjual 30% saham BRI. Jadi, BRI menjadi perusahaan publik dengan nama resmi P. T. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Perseroan Terbuka, sampai sekarang.

Begitulah faktanya. BRI sudah lama sekali membersamai kita. Merupakan salah satu bank tertua di Indonesia, yang masih beroperasi hingga sekarang. Sejak zaman BRI tempo doeloe hingga era digitalisasi BRI saat ini.

Tumbuh Kuat dan Hebat karena Adaptif

Orang Indonesia tentu tak asing dengan BRI. Walaupun bukan nasabah, pastilah tahu keberadaannya. Sejauh masih berdomisili di wilayah NKRI, sungguh keterlaluan kalau sampai tidak tahu BRI sama sekali.

BRI untuk Indonesia (baca: seluruh rakyat Indonesia), lho. Kantor cabangnya ada di mana-mana. Informasi yang kuperoleh, hingga akhir tahun 2022 BRI punya 449 unit kantor cabang di Indonesia. Belum lagi outletnya yang berjumlah ribuan. Plus sejumlah kantor perwakilan di luar negeri. Antara lain di Hongkong, Singapura, Taiwan, dan Amerika Serikat.

Dokumentasi BRI


Kantor cabang BRI tak cuma ada di perkotaan, tetapi merambah sampai ke pelosok-pelosok Indonesia raya. Itulah sebabnya sejak masih SD, aku sudah tahu BRI. Sementara domisiliku tatkala itu di sebuah desa sepi meskipun berstatus sebagai ibukota kecamatan. Masih tahun 90-an pula.

Ketika itu di kampung kami, kalau ada orang yang berkata mau pergi ke bank, serta-merta yang melintas di benak hanyalah BRI. Dia pasti hendak ke kantor BRI. Entah untuk utang-piutang, entah untuk urusan tabungan.

Ada satu rumusan unik yang kuingat. Pada zaman itu kalau ada yang pergi ke BRI, dia dianggap kaya dan keren. Mana ada orang miskin bisa menabung di bank? Mana ada orang miskin berani berutang pada bank yang mensyaratkan adanya jaminan? Hanya orang kaya yang punya aset berharga, yang bisa dijadikan jaminan berutang pada bank.

Alhasil kepalaku membesar, ketika suatu hari almarhum bapak mengajakku ke BRI. Tujuannya membuka rekening tabungan buatku. Tabungan khusus pelajar, tetapi aku lupa namanya.

Jika mengaitkan rumusan unik tersebut dengan situasi sekarang, aku jadi geli. Mengapa? Karena sekarang aku lumayan sering ke kantor BRI. Hanya saja kenyataannya, aku belum bisa disebut keren dan kaya. Hehehe ...

Lagi pula, ternyata bukan cuma orang kaya raya yang bisa meminjam modal usaha dari BRI. Siapa saja termasuk orang-orang dari golongan menengah ke bawah, asalkan sanggup mematuhi syarat dan ketentuan yang diberlakukan, bisa mendapatkan pinjaman modal usaha.

Kiranya hal tersebut sesuai dengan semangat reorganisasi yang dilakukan BRI pada tahun 1992. Tatkala itu dilakukan pemisahan bank umum dari sektor keuangan. Tujuannya memperkuat industri perbankan dan berfokus pada pemberdayaan perekonomian masyarakat.

Komitmen BRI untuk peningkatan perekonomian masyarakat konsisten dijalankan. Tak mengherankan kalau BRI kemudian ditahbiskan menjadi Pahlawan UMKM. Kenyataannya memang demikian. Banyak pelaku UMKM yang tertolong oleh kucuran dana usaha dari BRI.

Zaman berubah. Sudut pandangku terhadap BRI juga berubah. Seiring dengan inovasi-inovasi dan adaptasi yang dilakukannya. Kiranya inilah kunci yang membuat BRI bisa bertahan.

BRI memang adaptif dengan dinamika zaman. Keanekaragaman layanan perbankan yang ditawarkannya, yang mampu melayani kebutuhan lintas generasi, merupakan buktinya.

Ngomong-ngomong kalau kalian bertanya mengenai hubunganku dengan BRI, tentu bakalan kujawab "sangat baik". Apa alasannya? Karena sejak tahun 2010 aku menjadi nasabah setianya melalui jalur Simpedes (Simpanan Pedesaan). Ini nih, buktinya. 
 

Dokpri Agustina


Lalu, mengapa kupilih Simpedes? Sementara diriku merupakan warga kota? Penyebabnya simpel saja. Saat itu uang yang kubawa ke kantor cabang terdekat, hanya cukup untuk membuka rekening Simpedes. 

Jangan buru-buru berkomentar, "Kenapa tidak buka rekening secara online?" Hmm. Bukankah 13 tahun lalu digitalisasi BRI belum sekeren sekarang? Aku pun belum kenal internet.

Jadi, bersyukurlah kalian wahai generasi milenial dan genZy. Kini digitalisasi BRI telah massif untuk seluruh programnya. Bahkan, BRI berbaik hati mengklasifikasikan cara kalian mengatur keuangan.

Silakan cermati gambar di bawah ini. Lalu, jadikan pertimbangan untuk merencanakan pengaturan keuangan kalian.
 

Dokumentasi BRI


Sekali lagi, terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, sejauh ini aku masih percaya bahwa memang BRI untuk Indonesia (seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali). Iya, BRI masih sangat layak kita jadikan solusi perbankan andalan.

Bagaimana bisa ragu, jika kinerja keuangannya senantiasa kuat? Pada kuartal III tahun 2023 saja, BRI berhasil mencetak laba sebanyak 44,21 triliun rupiah.

Penutup

Demikian ceritaku tentang BRI (Bank Rakyat Indonesia), yang tak pernah berhenti untuk berinovasi demi kepuasan seluruh nasabahnya. Yang kukenal sejak aku masih anak-anak hingga sekarang, saat aku sudah punya anak.

Memang cepat sekali waktu berlalu. Menyebabkan banyak hal berubah. Kiranya dalam hal ini hanya satu yang tak berubah, yaitu tetap setianya BRI untuk Indonesia.

Selamat menapaki tahun yang ke-128, BRI!
Semoga tetap kuat dan hebat sehingga bisa melayani masyarakat dengan optimal.



REFERENSI

bri.co.id
kompas.com
Pengalaman pribadi




Minggu, 12 November 2023

Mari Menyeduh Semangat

0 komentar

HALO Sobat PIKIRAN POSITIF? Apakah masih penuh semangat sejauh ini? Hingga bulan ke-11 tahun ini?

Tak terasa, ya. Tahun 2023 tahu-tahu sudah sampai di November. Mana sudah nyaris pertengahannya pula. Apa kabar resolusi tahun baru dulu? Dalam rangka menyambut datangnya 2023 dulu itu?

Sudah sejauh apa eksekusinya? Sudah seberapa banyak pencapaiannya? Atau, jangan-jangan malah masih banyak yang belum dieksekusi? Atau ... malah belum ada yang dieksekusi sama sekali? 

Tenang, tenang. Andai kata sungguhan resolusi 2023 kalian belum ada yang tercapai sedikit pun, bahkan belum kalian usahakan sama sekali, tak perlu frustrasi. 

Aku tak mengajari kalian untuk santuy saja dalam mengkhianati resolusi lho, ya. Bukan begitu konsepnya. Idealnya, resolusi tahun baru itu ya dipatuhi. Bukan dijadikan resolusi untuk tahun baru berikutnya. Hehehe ...

Akan tetapi, begini. Aku yakin di balik belum terlaksananya resolusi kalian, pasti ada hal-hal yang menjadi alasan kuat. Bisa jadi resolusi kalian zonk semua sampai 2023 mau habis, tetapi justru punya pencapaian-pencapaian dahsyat di bidang lain. Yang justru di luar senarai resolusi.

Nah, nah. Kalau seperti itu 'kan berarti kalian tak perlu frustrasi. Itungannya tetap sukses mengukir prestasi. Soal tak patuh resolusi, itu perkara lain. 

Mungkin kalian akan menanyakan, "Gimana kalau resolusi masih zonk plus belum memiliki pencapaian apa pun di luar yang telah diresolusikan?"

Hmm. Ya sudah, sih. Yang penting tetap semangat saja. Kalau mulai merasa kekurangan semangat, ayolah bergegas menyeduh semangat lagi. Oke? 

Minggu, 05 November 2023

Jogja Street Sculpture 2023

34 komentar
Dokpri Agustina



HALO Sobat PIKIRAN POSITIF. Kali ini aku hendak bercerita tentang Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5 yang telah membuatku memperoleh hadiah berupa uang. 

Kok bisa? Bisa, dong. Aku 'kan ikut lomba foto & video yang diselenggarakan oleh panitia JSSP #5 dan Alhamdulillah menjadi juara ketiga untuk kategori foto. 

 

Capture Dokumentasi JSSP #5



Lomba foto dan video itu bertema "Merespons Tema JSSP #5. Adapun tema JSSP #5 yang berlangsung sejak 16-28 Oktober 2023 adalah "Ruwat Gatra Rasa: Redefining Form and Space".

Jadi, peserta lomba dituntut sensitif dan kreatif dalam menerjemahkan makna karya-karya yang dipamerkan. Untung saja ada satu karya yang sangat memikatku. Plus paling bisa kupahami maknanya. Karya itu berjudul "Phubbing/Gemawai". Senimannya bernama Hilman Syafriadi.

 

Dokpri Agustina



Phubbing berarti mabuk gawai. Tak bisa lepas dari gawai. Sekalipun sedang berdekatan dengan orang lain, orang yang mabuk gawai cenderung mengabaikannya. Yup, dunia maya dirasakannya lebih memikat.

Ngomong-ngomong demi membuat foto sesuai dengan ideku, yang kuyakini bisa merespons tema "Phubbing/Gemawai" secara tepat, sampai dua kali aku datang ke Malioboro. Apa boleh buat? Aku harus mengambil buku yang sesuai dulu sebagai properti berfoto. Alhasil, beginilah hasilnya.

 

Dokpri Agustina

Dokpri Agustina

Terniat berpose memang. Sudah kuniati menebalkan muka saat bergaya bersama patung-patung. Pokoknya saat itu orang-orang yang lewat dan senyum-senyum memperhatikan, kucueki setengah mati. Hahaha! Untunglah hasilnya lumayan manis. 

O, ya. Di bagian telinga patung-patung berjudul "Phubbing" tertempel benda pipih segiempat warna hitam. Itu menyimbolkan HP (gawai). 

Adapun buku yang kujadikan properti berpose dapat dilihat pada foto berikut. Apakah kalian pernah membacanya?
 

Dokpri Agustina


Pasti kalian bertanya-tanya. Jogja Street Sculpture Project #5 itu apa? Gampangannya, itu merupakan ajang pamer patung-patung di jalanan (ruang publik).

Biasanya 'kan pameran patung diselenggarakan di sebuah gedung atau tempat khusus. Dengan demikian, hanya pengunjung pameran yang berinteraksi dengan patung-patung yang dipamerkan.

Lain halnya dengan Jogja Street Sculpture Project #5. Dalam gelaran tersebut, hasil karya para pematung dipamerkan di kawasan Malioboro. Mulai dari ujung utara hingga ujung selatan. Mulai dari plang nama Jalan Pasar Kembang hingga bulatan-bulatan tempat duduk di perempatan Titik Nol Yogyakarta.

Dokpri Agustina


Total ada 30 patung yang dipajang. Terdiri atas karya dari 22 seniman, 5 kelompok seniman, dan 3 seniman undangan. Seniman undangannya adalah Nasirun, Putu Sutawijaya, dan Ugo Untoro. 
 

Dokpri Agustina

Dokpri Agustina

Jika kamu ingin melihat semuanya, silakan datang langsung ke Malioboro. Secara resmi pameran memang telah ditutup pada tanggal 28 Oktober lalu. Namun, patung-patung masih dipajang sampai tanggal 16 November 2023 nanti.

Baiklah. Sebagai penutup, mari makan nasi kucing di angkringan. Minumnya susu jahe panas. Ditemani Spiderman dan Petruk.
 

Dokpri Agustina

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template