Halo, Sobat PIKIRAN POSITIF? Apakah angin di tempat kalian sedang menderu-deru? Atau, malah sedang hujan? Semoga baik-baik saja apa pun kondisinya, ya.
Senyampang masih suasana Imlek, bahkan di kotaku sedang ada PBTY, kita sekalian ngomongin barongsai yuk. Sepakat, ya?
Apa itu PBTY? PBTY adalah Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta. Penyelenggaraannya terkait Imlek. Akan tetapi, di sini aku tidak akan membahas PBTY. Insyaallah akan kutuliskan nanti.
Sesuai dengan judulnya, tulisan ini hendak bertutur tentang Pak Pong dan Barongsai. Siapa Pak Pong? Pria bernama asli Slamet Hadi Prayitno itu adalah seorang pembuat barongsai.
Menurut Pak Pong, beliau merupakan satu-satunya pembuat barongsai di Kota Yogyakarta. Kalau dahulu selain dirinya, ada Mbah Doel Wahab. Semenjak kian renta sebab usia, Mbah Doel Wahab tidak lagi membuat barongsai.
Pak Pong juga bercerita bahwa Mbah Doel Wahad adalah gurunya dalam hal barongsai. Syukurlah. Berarti sekarang tongkat estafet sedang dipegang Pak Pong.
Patut disyukuri pula, saat ini salah satu cucu Pak Pong sudah mulai aktif meneruskan apa yang telah dirintis sang kakek. Berarti telah ada regenerasi dan semoga regenerasinya senantiasa berkelanjutan.
Menariknya, Pak Pong tak cuma bikin barongsai. Tak sekadar pengrajin barongsai, tetapi juga merupakan seniman barongsai. Beliau bisa memainkan musik pengiring barongsai. Memainkan barongsai pun piawai. Paket komplet pokoknya.
Ada satu hal lagi yang menarik. Pak Pong ternyata tak punya darah Tionghoa. Beliau orang Jawa asli dan Islam. Akan tetapi, beliau adalah orang yang paling sibuk ketika jelang Imlek. Memenuhi undangan tampil di sana-sini. Menyelesaikan pesanan aneka produk terkait Imlek. Seru 'kan?
Aku pikir fakta tersebut merupakan perwujudan dari Bhinneka Tunggal Ika. Dalam konteks berbangsa dan bernegara di negeri majemuk yang besar seperti Indonesia, bukankah itu hal yang keren? Jadi beruntunglah aku sebab tempo hari berkesempatan dolan ke rumah Pak Pong. Rumahnya di Pajeksan, yaitu sebuah kampung yang tepat berada di sebelah barat Malioboro.
Karena dolannya ke tempat pengrajin barongsai, tentu saja ada acara nyobain barongsai. Rupanya, eh, ternyata. Memakai barongsai itu berat. Tak semudah yang kita lihat saat dipentaskan.
Menarikan barongsai tak cuma butuh keindahan gerak, tetapi juga stamina. Pahamlah aku sekarang alasan barongsai dilombakan dalam PON. Dalam PON, lho. Pekan Olahraga Nasional.
Apa artinya? Tak lain dan tak bukan, itu berarti barongsai termasuk cabang olahraga. Baru tahu aku. Apakah kalian juga baru tahu? Atau selama ini masih berpikiran kalau barongsai merupakan kesenian tradisional?
Apa artinya? Tak lain dan tak bukan, itu berarti barongsai termasuk cabang olahraga. Baru tahu aku. Apakah kalian juga baru tahu? Atau selama ini masih berpikiran kalau barongsai merupakan kesenian tradisional?
Ngomong-ngomong, Pak Pong dan teman-temannya mendirikan Singa Mataram. Apakah itu? Singa Mataram adalah paguyuban barongsai yang semua anggotanya tak punya darah Tionghoa. Lagi-lagi unik 'kan?
Paguyuban tersebut tak kaleng-kaleng. Selain menerima banyak undangan untuk tampil di acara-acara, Singa Mataram pun sering ikut lomba-lomba. Beberapa kali juga sukses menggondol kemenangan. Bukti validnya bisa kalian lihat pada foto di atas.