Rabu, 11 September 2024

Memori Wastafel Covid-19

0 komentar
HALO, Sobat Pikiran Positif? Masih ingatkah kamu dengan situasi semasa pandemi Covid-19? Tatkala tiap saat digaungkan anjuran untuk di rumah saja dan bekerja dari rumah, hingga akhirnya tiba pada masa PPKM dan berujung bebas beraktivitas di luar lagi, tetapi dengan kenormalan baru.

Adapun kenormalan baru (new normal) yang dimaksudkan, tak lain dan tak bukan berupa kewajiban untuk memakai masker. Tiap orang harus bermasker jika berkegiatan di luar rumah. Terutama kalau kegiatannya mesti berinteraksi dengan orang lain. Bahkan, porsi interaksinya dibatasi. Tidak boleh lama-lama dan jumlah orangnya tidak boleh banyak-banyak. Harus pula jaga jarak.

Lalu, ke mana-mana kita mesti membawa hand sanitizer. Kalau mau menggaruk area muka yang gatal, kita mesti membersihkan tangan dulu. Hendak makan atau minum pun demikian. Bisa dengan hand sanitizer yang kita bawa atau dengan mencuci tangan di wastafel umum, yang mendadak bermunculan bagaikan cendawan di musim hujan.

Iya, lho. Selama pandemi Covid-19 di seantero kotaku bermunculan wastafel umum. Bentuknya beragam. Ukurannya berlainan. Ada yang tampilannya mewah, ada yang simpel saja. Ada yang disediakan oleh instansi tertentu, ada yang disediakan perorangan. Salah satunya yang tampak pada foto berikut.



Wastafel yang tampak pada foto di atas merupakan wastafel resmi dari pemkot Yogyakarta. Dibagikan ke kampung-kampung yang termasuk ke dalam wilayah Kota Yogyakarta. Dengan demikian, kamu pasti tidak familiar dengan wastafel hijau itu kalau tidak berdomisili di Kota Yogyakarta.

Kupikir-pikir, seruan untuk cuci tangan sangatlah keren. Terlebih disertai dengan disediakannya wastafel di berbagai titik. Jadi, bukan model anjuran omdo alias omong doang.

Makin keren ketika ternyata penyedia wastafelnya berasal dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari pihak pemerintah. Bukankah ini menunjukkan kepedulian tinggi dari masyarakat?



Mungkin sebetulnya ada yang kurang peduli. Mereka bisa jadi ikut menyediakan wastafel demi tujuan tertentu. Misalnya untuk keperluan branding. Namun sebagai rakyat jelata, hal itu tak jadi masalah bagiku. Yang terpenting adalah manfaat dan fungsinya.

Sejujurnya aku merasa hepi dengan kehadiran wastafel di tempat-tempat umum. Terlebih kalau bentuknya estetik. Sebab selain memudahkan kalau hendak mencuci tangan pada saat nongkrong, wastafelnya bisa dipotret. Koleksi foto wastafelku banyak, lho. Sampai kubuat album di Facebook.



Namun seperti yang biasa terjadi, wastafel-wastafel itu kini tiada berbekas. Apa boleh buat? Pandemi berhenti, budaya cuci tangan juga dipaksa berhenti. Kalau wastafelnya saja dihilangkan, otomatis kita tidak bisa mencuci tangan. Karena fasilitasnya tidak ada, lama-kelamaan budaya cuci tangan yang telah terbangun menjadi runtuh. Dipaksa berhenti.

Ke manakah wastafel-wastafel itu? Entahlah. Akan tetapi, kuyakin kalau semuanya pasti dijadikan rongsokan. Saat masih berada di lokasinya saja dibiarkan berkarat. Pun, tak ada air bersihnya.



Sayang banget sebetulnya. Andai kata semua wastafel umum warisan zaman pandemi Covid-19 itu dirawat, dipelihara baik-baik sehingga tetap berfungsi, tentu orang-orang hingga sekarang masih bisa mempergunakannya. Dengan demikian, ajaran gaya hidup sehat melalui kebiasaan mencuci tangan tetap lestari.

Perlu diketahui, kebiasaan mencuci tangan (apalagi dengan sabun) adalah salah satu kunci hidup sehat. Bukan cuma saat pandemi Covid-19, melainkan kapan pun. Bahkan ada Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, lho. Yang jatuhnya tiap tanggal 15 Oktober.

Nah 'kan? Sayang bangeeet, malah peranti penunjang kebiasaan cuci tangannya dimusnahkan. Tanpa jejak sama sekali. Untung saja aku sempat mendokumentasikan sebagiannya.

Heran juga. Kenapa kita selalu begini? Di awal berlomba-lomba membuat wastafel aneka bentuk, ujungnya berlomba-lomba mengabaikan pemeliharaannya. Sementara kalau semua wastafel terpelihara baik, bisa sekaligus berfungsi sebagai monumen pengingat. Pengingat bahwa kita pernah melewati pandemi Covid-19.

Sekali lagi, apa boleh buat? Suka tidak suka memang harus diakui bahwa kita ini punya budaya "bisa membuat, tetapi tidak piawai merawat". Apakah perlu diruwat?

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.

 

Rabu, 04 September 2024

Serbuan Bakpia Kukus

5 komentar
HALO, Sobat Pikiran Positif? Kalian tentu tahu bahwa bakpia merupakan salah satu oleh-oleh khas Yogyakarta. Kalau belum tahu, begitu membaca tulisan ini berarti akan langsung tahu. Yang penampakannya bisa dilihat dalam foto berikut.

Bakpia versi old

Sampai di sini kita sudah satu pemahaman ya, bahwa yang disebut bakpia adalah kudapan yang bentuknya seperti itu. Kalau dideskripsikan dalam bentuk tulisan, bakpia adalah kue berbentuk bulat pipih yang terdiri atas kulit dan isi. Cara pematangannya dengan dipanggang.

Kulit bakpia tipis berwarna putih tepung (karena memang dibuat dari adonan tepung). Kalau sampai ada yang berkulit tebal, berarti isinya sedikit. Itu dianggap sebagai bakpia yang kurang berkualitas. Kurang lezat. Karena enak atau tidaknya bakpia, memang tergantung pada kualitas isinya. Kalau citarasa kulitnya sih tawar-tawar saja.

Lalu, bagaimana halnya dengan isi bakpia? Dibuat dari apa? Kalau sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta edisi zadoel, isinya kacang hijau dan kumbu hitam. Kemudian seiring perjalanan waktu, ada penambahan varian isi. Misalnya keju, cokelat, dan ubi ungu.

Kaum lansia, setengah lansia, dan jelang lansia biasanya lebih menyukai bakpia kacang hijau dan bakpia kumbu. Kedua varian itulah yang pada umumnya disebut bakpia asli. Original. Adapun yang isi keju, cokelat, dan ubi ungu disebut bakpia inovasi baru. Biasanya lebih disukai kalangan yang lebih muda.

Sampai di sini semua masih relatif baik-baik saja. Apa pun inovasi varian isinya, bentuk bakpia ya tetap seperti di atas itu. Bentuk dan citarasanya tak berubah drastis. Pembedanya cuma rasa pada adonan isi.

Dalam perkembangannya sekarang, bakpia keju dan bakpia cokelat justru telah makin diakrabi masyarakat. Tidak lagi dianggap asing seperti saat pertama kali muncul. Bolehlah dibilang telah setara dengan bakpia original isi kumbu hitam dan kacang hijau. Dengan kata lain, inovasinya berjalan mulus. No protes-protes.

Namun, lain cerita dengan saat kemunculan bakpia kukus. Terlebih kemunculannya secara masif dan ugal-ugalan. Betapa tidak ugal-ugalan kalau dalam kurun waktu kurang dari setahun, tempat tinggalku dikepung outlet bakpia kukus? Luar biasa 'kan?

Tentu tidak jadi soal kalau bentuk dan citarasa bakpia kukus linier dengan bakpia original yang dipanggang itu. Yang menimbulkan masalah 'kan bentuk dan citarasa bakpia kukus sangat berbeda dengan versi originalnya.

Kulit bakpia original tipis, sedangkan kulit bakpia kukus sangat tebal dan sesungguhnya itu bolu. Bukan the real kulit dari adonan tepung seperti pada bakpia original. Jika makan bakpia kukus, aku bahkan tidak merasa makan bakpia. Yang kurasakan, aku sedang makan bolu. Cake.

Bakpia Kukus

Memang enak, sih. Namun, enaknya bukan dalam kapasitas sebagai bakpia melainkan sebagai cake. Itu pendapatku. Pun, menurut generasi zadoel.

Lain halnya dengan gen Z dan gen alpha. Rupanya mereka lebih suka bakpia kukus. Citarasa bakpia kekinian itu ternyata lebih masuk ke selera mereka. Selera zaman telah berubah tampaknya. Apa boleh buat?

Bisa kumaklumi. Perubahan memang keniscayaan. Hanya saja kalau bakpia original lambat-laun punah, tergantikan total oleh bakpia kukus yang notabene merupakan cake, keterkaitannya dengan sejarah bagaimana? Terputus, dong?

Mungkin aku OVT. Akan tetapi, aku sungguh berharap pemda DIY terkhusus dinas terkait yang berwenang peduli akan hal ini. Jangan sampai bentuk dan citarasa bakpia original hilang begitu saja ditelan waktu.

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI


Rabu, 28 Agustus 2024

Bersikaplah Seperti Lamine Yamal

15 komentar
HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Semoga kalian tidak sedang dirundung pikiran negatif, ya. Hush hush. Jauh-jauhlah sana pikiran negatif. Ingat, ingat. Pikiran negatif bisa memantik banyak penyakit. Minimal berpotensi bikin enggak doyan makan dan susah tidur.

Oleh karena itu, jangan hobi beramah-tamah dengan pikiran negatif. Hindari kebiasaan suuzon melulu kepada orang lain. Atau sebaliknya, jangan terbiasa overthinking hanya gara-gara merasa  diliatin terus oleh seseorang. Jangan-jangan seseorang itu sebetulnya tidak sedang melihatmu. Kamu saja yang ke-GR-an sampai overthinking.

Pokoknya katakan tidak pada pikiran negatif. Tidak, tidak, tidak. Jangan dek, ya. Pokoknya jangan. Sekalipun dirimu sekarang mungkin sedang didera kekalutan cinta, jangan serta-merta ingin mengakhiri hidup.

Please, deh. Kalau patah hati jangan buru-buru ingin mati. Ayolah cari satu alasan meskipun receh, yang bisa membuatmu bertahan di dunia fana ini. Misalnya belum sempat nyicip Yammie Padokan yang kokinya pernah meliput Piala Dunia Rusia pada tahun 2018 lalu.

Pokoknya apa sajalah. Tolong cari-cari alasan apa pun yang bisa kembali membuatmu bersemangat untuk menjalani hidup. Tendang jauh-jauh pikiran untuk mati. Percayalah. Itu enggak ada untungnya sama sekali. Patah hati kok solusinya mati. Cemen itu.

Jika kamu penggemar sepakbola, terkhusus fans berat Timnas Spanyol dan Klub Barcelona, kamu mestinya bisa meniru sikap tabah Lamine Yamal.

Lihatlah dia yang baru 17 tahun itu. Sesaat setelah memenangkan trofi Euro 2024, dia baru mempublikasikan pacar cantiknya. Tahu-tahu tak lama kemudian, terdengar kabar pacar cantiknya berselingkuh. Putuslah hubungan cinta mereka. Entah benar entah tidak, entah kelanjutan kisah mereka seperti apa, yang jelas ada kabar kalau keduanya sudah saling unfollow akun Instagram.

Terusterang kabar percintaan Lamine Yamal yang muram itu mencemaskanku. Kukira para penggemar sepakbola, terutama pendukung Spanyol dan Barcelona, juga memiliki kecemasan yang sama. Sama-sama mencemaskan performanya di lapangan. Namun, syukurlah Lamine Yamal tetap menyala. Dia mampu bersikap profesional rupanya.

Baru-baru ini Arhan, salah satu penggawa Timnas Garuda, juga dikabarkan telah diselingkuhi sang istri. Entah itu sekadar desas-desus atau kabar super serius, mau tidak mau bikin cemas juga. Bikin aku dan kamu serta jutaan pendukung Timnas Garuda khawatir akan performa Arhan. 'Kan gawat banget kalau konsentrasinya dalam menghadapi pertandingan penting malah buyar karena cinta.

Diselingkuhi itu sakit sesakit-sakitnya. Kita butuh sejumlah waktu untuk move on dari rasa sakit itu. Sementara Arhan sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi pertandingan penting bersama Timnas Garuda, mengapa harus berembus kabar yang tak sedap itu? Semoga sih, Arhan baik-baik saja walaupun kabar perselingkuhan tersebut benar adanya.

Pendek kata, semoga Arhan mampu meniru Lamine Yamal. Dibikin patah hati, tetapi bensinnya tak habis-habis. Sanggup selalu menyala! Kamu dan kamu juga harus begitu, ya.

Dokumentasi Tim Euro 2024

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI .



Minggu, 25 Agustus 2024

Bung Karno di Titik Nol Jogja

15 komentar
HALO, Sobat Pikiran Positif? Mumpung masih Agustus, kita ngomongin pahlawan yuk. NKRI yang resmi berdiri tanggal 17 Agustus 1945 'kan sebab perjuangan para pahlawan. Mulai dari pahlawan yang namanya tercatat oleh tinta emas sejarah, hingga pahlawan tak dikenal.

Nah. Kali ini yang hendak kubicarakan adalah Bung Karno. Mengapa Bung Karno yang kupilih? Simpel saja alasannya. Karena tempo hari ketika malam-malam lewat Titik Nol Jogja, ada patung Bung Karno di pojokan perempatan. Patungnya pun berukuran raksasa sehingga mencolok mata.


Kalian pasti tahu beliau 'kan? Kalau sampai tidak tahu kok ya sungguh keterlaluan. Bung Karno atau yang nama lengkapnya Soekarno adalah proklamator kita. Dengan didampingi oleh Bung Hatta, beliau menyatakan kemerdekaan Indonesia 79 tahun silam. Di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, pada Jumat tanggal 17 Agustus 1945.

Sungguh. Luar biasa besar ukuran patung Bung Karno yang kujumpai itu. Aku malah penasaran, bagaimana cara mengangkutnya dari studio (tempat pembuatan) sampai ke situ. Ke pojokan Gedung BNI yang ada di perempatan Titik Nol Jogja itu.


Namun, sayang sekali aku tidak menemukan keterangan tentang patung Bung Karno tersebut. Sudah celingukan ke sekitar patung, di bawah-bawah dekat kedua telapak kakinya, tetap tak kutemukan keterangan. Jadi, diriku tak tahu itu karya siapa dan dibuat dari bahan apa. 

Memang sih, aku dan dua temanku malam itu langsung tahu kalau patung berukuran raksasa tersebut adalah patung Bung Karno. Kukira orang-orang Indonesia pada umumnya juga tahu. Akan tetapi, para wisatawan mancanegara 'kan rata-rata tidak tahu. Tatkala malam itu pun aku sempat melihat seorang mas bule nan tamvan celingukan ke sekitar kaki patung. Rupanya dia mencari keterangan juga. Yang tentu saja hasilnya nihil.

Yeah! Apa boleh buat?

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template