Kolase foto bapak, salah satu buku warisannya beserta tanda tangan dan tulisan tangannya, serta buku antologi saya tentang bapak (Dokpri Agustina) |
Hingga 2 tahun kepergian beliau, saya ternyata masih denial.
Bukan tak ikhlas. Hanya saja, terkadang belum percaya
kalau beliau telah dipanggil-Nya.
HALO, Sobat Pikiran Positif? Kali ini aku mau bercerita tentang sesuatu yang sedikit sendu bin melankolis. Tentang bapakku.
Begini. Bapakku berulang tahun hari ini. Pada tanggal 6 Agustus 2025 sekarang ini. Ulang tahun yang ke-87. Andaikata beliau belum dipanggil-Nya ...
Namun, faktanya hari ini pada tanggal 6 Agustus 2025 ini, bapakku sudah tiada. Tak terasa sudah 2 tahun berlalu. Sementara sampai sekarang aku masih denial dengan fakta tersebut.
Apa boleh buat? Ternyata bisa selama itu aku denial. Bukan sebab tak ikhlas. Hanya saja, terkadang belum percaya kalau bapak telah tiada di dunia yang fana ini.
Dalam ingatanku, Bapak masih terbaring sakit dan aku ikut rebahan di sebelah kirinya. Tatkala itu aku rebahan bukan sebab kecapekan, melainkan karena pusing berat. Entahlah apa penyebabnya.
Saking pusingnya, aku bahkan mengadu ke bapak. Aku ingat betul saat itu aku memeluk lengan kiri beliau dan berkata, "Paaak, Bapaaak. Sirahku mumet banget."
Itungannya kurang ajar, ya? Orang tua sedang sakit berat kok malah kuperberat pikirannya. Wajar kalau kemudian aku diomeli si adik bungsu.
Dia bilang tidak etis aku mengadu begitu. Terlebih bapak dalam kondisi sering mengigau. Sebentar-sebentar istigfar, sebentar-sebentar menjawab salam, "Waalaikumsalam. Njih, njih."
Kadangkala bilang kalau almarhum pakdhe (kakak kandungnya) menunggunya di halaman. Memanggil-manggil untuk mengajak pergi. Faktanya kadang-kadang bapak berkata agak keras seperti sedang menjawab panggilan seseorang, "Waalaikumsalam. Sik, Mas. Tunggu sik, Mas."
Adikku tidak paham. Keadaan demikian membuatku sangat cemas. Alhasil selain memang untuk mengurangi rasa sakit kepala yang menyiksa, aku sengaja mengadu sebab ingin cek-ricek kesadaran bapak.
Aku khawatir dengan kondisi beliau yang tampak antara sadar dan tidak sadar. Aku takut banget. Itulah sebabnya aku ingin memastikan, apakah beliau masih nyambung atau tidak kalau diajak berkomunikasi.
Oleh karena itu, secercah kelegaan singgah di hatiku saat bapak merespons aduanku. "Sirahmu mumet? Wis ngombe obat?"
Alhamdulillah. Beliau bahkan ingat untuk menanyakan apakah aku sudah minum obat atau belum. Hanya saja, kurang lebih 2 pekan kemudian kami harus berpisah untuk selama-lamanya.
Entahlah mengapa aku merasa harus menulis tentang bapak pada hari ini. Tepat persis di hari kelahirannya. Mungkin aku sedang rindu atau sedang merasa bersalah karena belum sempat mempersembahkan hal-hal terbaik untuknya. Sesuai ekspektasinya terhadapku.
Entahlah.
Alfatehah buat bapak ...
InsyaAllah bapak bahagia di sisi-Nya, aamiin...yra
BalasHapusAl Fatihah untuk almarhum Bapak tercinta, Insya Allah sudah mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT.
BalasHapusSemangat Mba...
btw, alm Bapaknya seusia Bapakku.
Al Fatihah untuk almarhum Bapaknya kakak ya... Memang kehilangan orang tua itu bikin nyesek di hati. Apalagi Masih 2 tahun kepergian Bapak, kenangan bersama beliau pasti Masih melekat di hati.
BalasHapusInsyaAllah bapak sudah tenang. Kita masih bisa 'terkoneksi' dengan beliau dengan selalu memunajatkan doa-doa terbaik untuknya.
BalasHapusSaya pun sama Mbak, baru beberapa bulan ditinggal ayah. Alhamdulillah ikhlas melepasnya, tapi memang rasa rindu ini memang selalu ada. Beruntungnya pemakamannya masih dekat sehingga bisa ziarah sesering yang bisa kita lakukan