Selasa, 02 Oktober 2018

NYOLET di Jogja

PERNAH mendengar istilah nyolet dan paham artinya? Pernah bertemu dengan seorang tukang nyolet? Nyolet lho, ya. Bukan nyolot. Bukan pula nyolek ataupun nyopet.

Kalau memang belum, katakan saja belum. Tak usah malu-malu harimau gitu, deeeh. Haha! Tapi tenang sajalah. Kalau mau membaca tulisan ini hingga titik penghabisan, kalian dijamin bakalan paham arti nyolet.

Andaikata tidak merantau ke Jogja, kemungkinan besar aku pun tak paham tentang nyolet. Jikalau tak kenal dengan beberapa tukang nyolet, aku tentu tak bakalan ngeh kalau di dunia ini ada pekerjaan sebagai tukang nyolet. Hehehe ....

Lalu, what is the nyolet? Hmmm. Nyolet adalah salah satu proses dalam membatik. Yakni proses pewarnaan bagian-bagian tertentu pada motif yang telah dibuat di kain, dengan menggunakan kuas.

Ingat. Mewarnai dengan kuas lho, ya. Bukan mewarnai yang sambil direbus itu. Maka cara kerja seorang tukang nyolet sepintas lalu tampak sangat mudah. Tinggal celup-celup kuas, kemudian mengoleskannya ke kain.

Padahal sesungguhnya, perlu cara dan rasa tertentu untuk nyolet. Tidak bisa sembarangan asal mengoleskan pewarna. Harus dijaga supaya tidak mleber-mleber (belepotan ke mana-mana). Tingkat ketebalannya pun harus pas supaya dalam proses pembatikan selanjutnya tidak luntur. Jika sampai kurang pas, si tukang nyolet pasti diminta untuk mengulangi pekerjaannya. 

Sampai di  sini, kalian sudah paham tentang nyolet dan tukang nyolet 'kan? Insya Allah sudah, deh. Tapi supaya lebih jelas, berikut aku tampilkan sebuah foto pelengkap. Yup! Foto di bawah ini memperlihatkan selembar kain (calon) batik yang sedang diangin-anginkan setelah proses nyolet.




Setelah kering, lembaran kain (calon) batik tersebut bisa dilipat. Atau, ditumpuk dengan sesamanya. 'Kan sudah aman. Tidak bakalan mbleber-mbleber. 

Sejauh pengamatanku, dalam sehari seorang tukang nyolet bisa merampungkan 4-5 lembar kain (calon) batik. Itu dalam ritme biasa (tidak ngebut) dan motif batik tak rumit, lho. Kalau motifnya rumit bisa lebih lama waktu penyoletannya. Yang artinya, hasil nyolet dalam sehari akan berkurang. Kalau biasanya menghasilkan 5 lembar ya bisa menjadi 3 atau 4 lembar saja.

Demikian sekelumit ceritaku tentang dunia nyolet di Jogja. Tapi aku yakin, tukang nyolet tentu tidak hanya ada di Jogja. Pekerjaan nyolet pastilah akan eksis di daerah-daerah penghasil batik yang lainnya. Iya 'kan? 

MORAL CERITA:
Ternyata berkenalan dengan banyak orang dengan rupa-rupa pekerjaan itu amat berfaedah. Paling tidak jadi punya bahan untuk posting di blog kayak gini. Haha! 




6 komentar:

  1. Baru tahu ada istilah khusus buat mewarnai batik dengan kuas. Pasti susah banget, secara saya orangnya nggak sabaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha iyaaa, pekerjaan nyolet tuh susssyaah dan menyiksa buat kita yang enggak sabaran... Aku aja iseng nyobain enggak betah, 30 menit berlalu hanya dapat nyolet sedikiit

      Hapus
  2. Ilmu baru mbak, baru tau istilah nyolet. Aku taunya cuma pake batik aja 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ... Awaasss, jangan2 batiknya keliru juga lho

      Hapus
  3. Ilmu baru mbak, baru tau istilah nyolet. Aku taunya cuma pake batik aja 😄

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template