Jumat, 22 April 2016

HARI KARTINI (2)

SESUAI dengan janjiku kemarin, hari ini aku akan menuntaskan bagian kedua dari dua tulisan. Hehehe. Serasa jadi kolumnis beken deh diriku. Pakai sambung-menyambung segala tulisannya. Obsesi, obsesi. Ini memang sebuah obsesi. Eh! Kalau belum tahu tulisan bagian 1-nya, ini nih silakan baca dulu Hari Kartini (1).

Baiklah.  Aku ceritakan di sini, ya. Acara pertama di sekolah, tentu saja upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Kartini. Semua petugasnya anak perempuan. Adiba ketiban sampur sebagai Pembaca Teks UUD. Selesai upacara, rehat dan makan snack berat. Iya, berat. Soalnya arem-aremnya super duper besar.   

Selanjutnya ada aneka lomba. Salah satunya lomba menulis tentang Kartini. Adiba ikut lomba yang ini, dong. Tentu saja. Daripada ikut lomba membaca puisi, berpidato, atau fesyen so (hihi...ejaannya); dia milih yang agak memeras otak. Pemalu anaknya. Seperti emaknya gitu, deh.

Hasilnya? Alhamdulillah Adiba keluar sebagai juara 1 untuk lomba menulis tentang Kartini. Hadiahnya? Sebuah botol minum merk beken (aman kesehatan) plus sebuah celengan plastik berbentuk ikan. Dan, ada hal yang mengagumkan terkait hadiah lomba.  

Hal mengagumkan apakah? Begini. Ketika aku tengah mengamati celengan ikannya, Adiba bilang, "Besok aku diingatkan untuk bawa celengan itu, ya?" Aku memandangnya dengan tatap mata tak paham. "Celengan itu mau kukasihkan Rico. Tadi dia sudah memintanya. Tapi kubawa pulang dulu. Supaya Bunda melihatnya dulu." #Ya Allah, dia ingin berbagi kebahagiaan denganku rupanya; menyuruh Rico menunggu demi sang bunda.... wuahh, aku terharuuuuu....

Kembali aku terpana. "Ini hadiah... kamu, tidak apa-apa diminta? Rico itu ketua kelasmu? Yang tadi pagi BBM minta dibarengi berangkat sebab malu pakai surjan dan blangkon?" Tanyaku beruntun dengan semangat kepo maksimal.

Adiba menggeleng. Katanya, "Tidak, Bunda. Rico itu yang ibunya meninggal. Yang bapaknya seperti kakeknya. Yang tadi pagi itu Rio, yang ayahnya dipenjara. Eh, Rico tahu kok kalau aku tak suka celengan. Enggak suka nabung aku. Enggak apa-apa celenganku itu dimintanya. Mungkin dia mau nabung untuk beli apa-apaan gitu?"

Ya, Tuhan. Percakapanku dengan Adiba singkat saja. Tapi sudah membuatku tercekam pikiran. Huft! Rico, Rio, Adiba. Tiga anak dengan jalan takdir masing-masing. Ya, Allah. Apa pun itu, semoga di masa depan ketiganya menjadi orang dewasa yang total mencintai-Nya. Aamiin.

Percakapan singkat itu, juga membuatku bahagia. Aku mesti bersyukur Adiba lumayan care kepada teman-temannya. Namun, aku juga heran. Dua hari belakangan ini kok Adiba menjadi demikian manis sikapnya? Hmmm. Aku jadi bingung untuk menentukan sikap.... #Ckckck kesongongan dimulai

Sudah, ah. Daripada mellow-mellow, mari kita lihat foto-foto Adiba berkebaya saja. Iya. Dalam postingan ini memang kuunggah beberapa foto. Nah, nah. Bisa terlihat deh hasil dandan mandiri Adiba kemarin. Enggak mau dijepret emaknya, tapi kalau sama teman-temannya malah paling narsis. Padahal, dia narsis pakai HP temannya. Ckckck.... 

MORAL CERITA:
Hidup itu penuh ketakterdugaan. Demikian pula anak-anak Anda. Sikap, ide, dan pikiran mereka acap kali menjungkirbalikkan estimasi Anda terhadap mereka.


Dia yang megang tongsis....

Wuahh, ini dia tokoh utamanya!

Ya ampyuun, bibirnyaahhh!

Dikerubuti penggemar.... Hahaha!

Masih dikerubuti penggemar

Hmmm....

Dibikin pinky....

Woww, tampak remaja....

Kali ini Adiba tidak megang tongsis. Sesekali, Bok!

Nah! Kembali megang kendali tongsis. Yeayy... :D



2 komentar:

  1. Padha simboke pa sapa ya? #maaf durung tau ketemu simbonya je hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiahahahaa... ayu anake Mbaak...tinggi langsing anake...simboke mungil semampai, semeretr ga nyampaii

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template