Kamis, 29 Oktober 2015

SEMINAR PARENTING


ALHAMDULILLAH pada hari Ahad, tanggal 25 Oktober 2015 lalu, aku mendadak seminar. Iya, mendadak. Sebab secara tak terduga, seorang blogger yang merupakan teman baikku, memintaku untuk menggantikannya hadir. Hehehe.... Sebuah kemendadakan yang manis dan bermanfaat. Alhamdulillah, Alhamdulillah. 

Tepatnya aku mendadak seminar parenting. Lengkapnya bertajuk "Seminar Parenting Menjadi Orang Tua Cerdas di Era Global". Lalu ada tema khususnya, yaitu Be Smart Parent for Smart Kids & Love Rasulullah SAW. Penyelenggaranya P.T. Sygma Daya Insani Yogyakarta dengan didukung oleh beberapa sponsor. Yang menjadi pembicara adalah Ibu Ida Nur Laila*.

Setelah sekian lama tak menghadiri acara-acara serupa, jelas ini merupakan sesuatu bagiku. Jujur saja, ini merupakan seminar parenting pertama yang kuikuti, setelah punya anak. Padahal, anakku kini berusia 11 tahun lebih. Kegiatan parenting terakhir yang kuikuti sebelum ini adalah tatkala usia kandunganku 7 bulan. Tuh, sudah lama sekali 'kan?

Terkait dengan itu, memang terasa ada perbedaan nuansa. Saat belum punya anak, aku belajar ilmu parenting sebagai bekal. Aku baru tahu secara teoretis saja. Saat sudah punya anak, ya pada saat seminar 25 Oktober itu, jatuh-jatuhnya aku merasa sedang mengevaluasi diri. Sudahkah aku mampu mempraktikkan semua teori parenting yang dahulunya kupelajari?

Huft! Menyesakkan dada. Ternyata banyak teori yang gagal kupraktikkan secara mulus. Memang sih, selalu ada teori baru seiring dengan berjalannya waktu. Atau, perkembangan dari teori lama demi penyesuaian dengan gerak zaman. Tapi tetap saja, aku banyak gagal. Wah.... :(

Apa boleh buat? Maka tiap perkataan Ibu Ida berpotensi membuatku nglangut. Terlebih saat beliau menyatakan bahwa penentuan pola asuh dan pola didik anak, bahkan dimulai ketika kita melakukan perjodohan. Duh! Tak ayal lagi, pikiranku pun menerawang jauh ke masa silam. Kemudian balik mendobrak pintu masa kini. Ih, dinamis banget!

Aku ingat saat aku single, lalu diperjodohkan oleh-Nya dengan ayah anakku, hingga akhirnya dipisahkan oleh-Nya pula. Berarti aku salah pilih jodoh? Wah! Itu artinya aku sudah gagal di langkah pertama, dong? Jujur, pada titik ini aku bingung. Bingung dengan makna dan arti dari takdir dan ketentuan-Nya #malah-curhat# Sudahlah. Mari tinggallkan paragraf ini. Hehehe.... Takut salah fokus.

Selanjutnya, aku ingat anakku semata wayang. Permata hatiku yang kutinggal sendirian di rumah, gegara aku ikut seminar parenting ini. Selintas tanya galau pun menyeruak di nuraniku, "Bijaksanakah aku? Mau menambah ilmu parenting, tapi pada saat yang bersamaan justru membiarkan sang buah hati berhari libur sendirian."

Sebab aku harus berangkat amat pagi (demi mengejar Transjogja), anakku bahkan belum sarapan. Boro-boro sarapan. Mandi saja belum. Dan aku sengaja tak membujuknya untuk segera mandi, dengan tujuan tertentu. Tujuannya supaya ia yang masih mengantuk bisa kembali tertidur. Kalau kembali tertidur berarti relatif aman. Dia tidak akan keluyuran sampai mana-mana. Lagi pula, sehari sebelumnya dia 'kan seharian pergi outbound dengan teman-teman sekolahnya. Jadi pagi itu, kuperkirakan masih kelelahan (padahal aku juga tahu, anak-anak tak pernah merasa lelah kalau untuk bermain). Duh, parenting macam apa yang kupraktikkan ini??? #kegalauan-seorang-bunda

Tatkala Ibu Ida membahas soal gadget, aku kena lagi. Sebetulnya sih aku pribadi sudah melakukan penyikapan yang benar terhadap gadget. Aku tak membelikannya HP pintar meskipun dia memohon-mohon, bahkan bersedia gemar menabung. Eh, tapi pihak lain tak mendukung. Sebagai ekspresi rasa sayang kepada anak, si ayah malah membelikan si kecil android; dan android itu sama persis dengan androidku. Duuh, ekspresi rasa sayang yang salah.... #eit, ini-bukan-upaya-curhat-lho

Dikatakan bahwa anak usia 0-2 tahun mestinya tak dikenalkan pada gadget apa pun jenisnya. Alhamdulillah, hingga usia TK anakku tak kenal gadget. Tapi mulai TK, kurang lebih pada usia 5 tahun, mulai deh si kecil merecoki komputerku yang nyambung internet. Kepentingan utamanya untuk melihat-lihat Cherry Belle. Ckckck! Waktu itu terpengaruh tetangga yang sudah SD dan SMP.

Apa boleh buat? Karena pekerjaanku memang harus menggunakan komputer dan internet, si kecil mau tak mau ya menjadi penasaran untuk ikut mencoba si kompi plus jaringan inetnya. Apa boleh buat? Kondisi dilematis beginilah yang acap kali memorakporandakan sebuah idealisme. Iya, kukira demikian. Atau jangan-jangan, ini hanya masalahku? Duh, duh, duh. Merah lagi deh nilai raporku sebagai orang tua :(

Oh, Tuhanku. Sungguh seminar parenting ini menjadikanku tertohok-tohok. Berulang kali mesti menoyor kepala sendiri. Berulang kali membuatku tercekat dalam rasa yang pekat. Membuatku kerap terkesiap.

Terlebih tatkala sesi tanya-jawab dan ada seorang bunda feminin-saleh yang bertanya. Eh, itu tanya entah semacam curcol? Tapi intinya begini. Sang bunda merasa bahagia sekaligus sedih sebab ketiga buah hatinya ikhlas masuk pesantren. Adapun sang bunda mesti banyak menahan rindu untuk memeluk ketiganya. Duh, duh. Aku sungguh iri kepada bunda itu.

Dan sesaat kemudian, rasa iriku secara dramatis berganti menjadi kesedihan yang akut. Hal demikian terjadi tatkala Ibu Ida menanggapinya dengan berkata, "Bersyukurlah sebab itu berarti bunda menjadi bunda yang terpilih." Whuaaa.... Kalau aku namanya bunda yang apa dooong?

Pada detik yang sama, ingatanku pun berkelebat tak tentu dimensi. Ingat masa lalu, ingat masa kini, dan mengimajinasikan masa depan. Anakku, anakku, mengapa engkau selaluuu berseberangan pendapat denganku? Kalau anak bunda saleh tadi nurut-nurut, kapankah sekaliiii saja engkau tak mengajakku bersilat lidah? #halah-curhat-beneran-ini

Untunglah, Alhamdulillah wa syukurillah, aku ditakdirkan punya kadar optimisme lumayan berlimpah. Semua yang menohok-nohok jiwaku tadi kuputuskan sebagai penyemangat saja, deh. Penyemangat untuk menjadi bunda yang lebih baik. Sulit sih bagiku, tapi pasti bisa kalau aku mau. Dia yang Maha mampu niscaya akan memampukan aku. Masih ada waktu bagiku untuk ikut remidi, terlebih sebagaimana yang dikatakan Ibu Ida, menjadi orang tua itu kontrak seumur hidup! Seumur hidup gitu, loh! Maka wajib bagiku untuk selalu bergerak to be a better mom dari waktu ke waktu.... #cemungud-eaa-kaka 

Sudahlah. pada intinya seminar parenting kali ini bikin aku merasa dijewer. Dijewer untuk menjadi lebih baik. Supaya aku berusaha keras to be a smart mom for my Adiba, supaya Adiba love Rasullah SAW. Ahai, tentu saja langkah pertama untuk menjadikan buah hatiku mencintai beliau SAW adalah menjadikan diriku sendiri terlebih dulu sebagai sosok Rasulullah SAW lover. Lover yang akut....#entah-istilahnya-tepat-atau-tidak-ini?   


 
   *Di atas adalah Ibu Ida Nur Laila yang tanpa sadar telah menjewerku tiada ampun. Makasih Umi, makasih banyak. Walaupun sama sekali tak mendapatkan doorprize, secangkir kopi panas di siang yang panas itu mampu mengembalikan kebahagiaanku (halah, lebay). Tahukah Umi, duluuuu banget diriku ini pernah diajak seorang teman dari JS-UGM pergi ke tempat Umi yang di jalan kaliurang, saat itu putri sulung Umi bahkan masih batita.

2 komentar:

  1. Materinya penting dan kekinian. Makasih sharingnya. Semoga bisa diadakan di Solo dengan tema yang sama.

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template