PENGHUJUNG Oktober dan aku teringat pada Oktober beberapa tahun silam. Saat aku masih berdomisili di Sanggrahan. Yakni sebuah dusun mepet kota di satu pojokan Jogja ....
Ada apa dengan Oktober beberapa tahun silam itu? Hmm. Ada Oktober yang berlemak dan penuh kolesterol. Iya, berlemak dan penuh kolesterol!
Tatkala itu ....
Mulai 
hari Ahad terakhir di bulan September, yang notabene dua hari saja 
sebelum memasuki bulan Oktober, sudah mulai ada hajatan manten. Sudah 
pasti warga sekampung ramai-ramai datang buat nyumbang. (Nyumbang = 
datang ke rumah si empunya hajat sambil bawa sejumlah uang atau sejumlah
 bahan-bahan sembako). 
Dan, aturan tak tertulisnya begini. Barang siapa nyumbang, maka bakalan dapet nasi 
hantaran. Tentu saja nasinya berteman. Yakni ditemani aneka rupa lauk-pauk. 
Nah, nah. Aneka rupa lauk-pauknya itulah yang penuh lemak. Mari kita absen satu per satu. Pertama dan yang utama, ayam goreng dalam potongan besar. Kedua, sambal 
goreng krecek + hati sapi/ayam + telur puyuh. Ketiga, bakmi/bihun 
goreng. Keempat, oseng-oseng berbahan apa pun. Kelima, telur rebus 
minimal dua butir. Keenam, kerupuk udang. Belum lagi kalau masih ada 
pernak-pernik lauk yang lainnya sebagai pelengkap.
Selain
 nasi hantaran sebagai balasan nyumbang, masih ada pula kendurenan di 
malam harinya. Item pengisi kardus/besek kendurenan sama saja
 dengan nasi hantaran. Tapi porsinya lebih sedikit.
Daaan, "perolehan" akan makin dahsyat kalau kita juga ikutan rewang. Yakni ikut membantu-bantu di tempat tetangga yang punya hajat itu. Mengapa begitu? Sebab mereka 
yang ikut rewang akan mendapatkan jatah tersendiri lagi. 
Alhasil, acara diet
 jadi amburadul tak karuan. Sementara acara jemur nasi pun 
mendadak jadi tren bersama. Nah, nah. Ini dia hal yang paling kubenci! 
Memubazirkan makanan!
Itu baru di akhir September-awal 
Oktober. Minggu berikutnya masih ada pula resepsi manten. Minggu berikutnya 
lagi ada pesta demokrasi istimewa empat tahunan, yaitu pemilihan ketua 
RT yang baru. Sebagaimana empat tahun sebelumnya, pemilu ala RT/kampung kami 
itu pun dibikin bernuansa pesta rakyat. Iya, pesta yang melibatkan orang
 sekampung yang kebetulan juga merupakan satu RT.
Namanya
 juga pesta, pastilah ada makan-makan dan minum-minum. Enggak makan 
besar sih, hanya berupa jajanan pasar tradisional. Yang antara lain
kacang rebus, lanting, gronthol, jadah tempe, gethuk telo, gethuk kang 
tholo, gendar, growol, marning, telo goreng, pisang goreng, pisang 
rebus, cemplon, dan combro. 
Halah. Yang 
serba gorengan itu lho, kalau kebanyakan nyicip 'kan enggak sehat 
jadinya. Padahal nyemil gorengan sambil nonton muda-mudi kampung 
main barongsai, itu sungguh tak terasa kenyangnya. Haha! 
Dahsyatnya, tepat di hari yang sama dengan acara pemilu RT, ada warga yang 
bagi-bagi nasi hantaran selapanan anak bayinya. Lalu, sorenya ada pertemuan
PKK yang full suguhan mengenyangkan dan berlemak. Wah, wah, wah.
Ya Tuhan, 
ampunilah kami yang terlalu banyak makan pada hari Minggu itu! 'Kan mestinya 
kami mematuhi nasehat kekasih-Mu yang ini "berhentilah makan sebelum kenyang".
Selesai
 sampai di situkah acara makan-makan kami? Beluuum. Dua hari kemudian 
Idul Adha tiba. Bakda shalat di tanah lapang, warga kampung yang Muslim 
ramai-ramai ngumpul di surau. 
Yup! Untuk menyaksikan penyembelihan hewan 
qurban, dilanjut dengan "penanganannya" hingga tuntas. Tentu saja, ada 
acara minum teh hangat dan nyemil gorengan sebagai sarapan. Pas 
siang, ada makan besar berupa nasi gulai kambing.
Usai 
acara pembagian daging, sudah pasti masing-masing orang sibuk 
mengolah aneka makanan berbahan dasar daging kambing dan daging sapi. 
Alhamdulillah, karena sohibul qurban-nya banyak, tiap keluarga 
menerima jatah yang lumayan banyak juga. Keesokan harinya, yang punya 
anak usia sekolah pun rerata memperoleh tambahan daging dari sekolah 
masing-masing.
Eh, belum genap seminggu kemudian sudah
 ada manten lagi. Artinya, ya makan-makan yang berlemak lagi. Lalu, ada 
pengajian  bersama orang sekampung. Lhadalah! Konsumsinya kok ya panganan 
berlemak juga. 
Selesai? Belum. Rupanya masih ada hantaran nasi selametan
 buat calon manten pada penghujung Oktober. Ada pula undangannya yang berupa 
kertas. Yang artinya, yang dikasih nasi hantaran dan undangan wajib datang ke mantenan. Yang berarti makan-makan lagi.
Sebagai gong 
penutup, dikabarkan secara pasti bahwa pada hari kedua bulan berikutnya pun ada 
manten. Yang artinya, pasti bakalan ada kendurenan dan acara rewangan lagi. Yang berarti bakalan banyak makanan berlemak lagi. 
Nah, lho! 
Sungguh-sungguh Oktober di kampungku, tatkala itu, terlalui dengan penuh lemak dan 
kolesterol 'kan? Syukurlah di saat banyak tetangga yang naik tensi, aku 
enggak. Alhamdulillah banget.
Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Oktober di kampung Anda?
MORAL CERITA:
Acap kali kita begitu melupakan sayuran dan buah sebagai asupan penyeimbang
 
 
 
 

0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!