Senin, 02 Mei 2016

HARDIKNAS & AKU

HARI ini tanggal 2 Mei. Hari Pendidikan Nasional. Hardiknas. Dan kita, seluruh bangsa Indonesia, mestinya telah paham latar belakang ditetapkannya tanggal 2 Mei sebagai Hardiknas. Apa pun bentuk peringatan-perayaan atasnya, kukira tak perlu pula dipermasalahkan. 

Sudah. Yang terpenting sekarang adalah merefleksi diri terkait dengan Hardiknas tersebut. Kemajuan apa yang kiranya telah tercapai pada tiap peringatan Hardiknas? Apakah kemajuan tersebut betul-betul merupakan kemajuan yang signifikan? Yang betul-betul menyentuh esensi dari makna pendidikan itu sendiri? Ataukah hanya kemajuan yang semu? Heh? Astaganaga. Mengapa seserius ini tulisanku?

Sudahlah. Intinya aku hanya ingin bicara begini. Tak ada gunanya sederetan seremonial manis dihelat demi menyambut Hardiknas, jika inti dari pendidikannya masih banyak yang terbengkelai. Masih banyak sekolah yang tak layak secara fisik. Masih banyak guru yang kurang menjiwai perannya sebagai guru. Masih banyak guru baik (ideal) yang tersia-siakan. Masih banyak siswa yang merasa teraniaya selama menempuh masa-masa bersekolahnya. Duh!

Aku akui, watak dasarku memang cenderung dramatis alias lebay. Tapi sungguh, aku amat bersungguh-sungguh untuk tiga paragraf di atas. Maksudku, semua yang kukemukakan dalam ketiga paragraf tersebut tak ada yang ku-lebay-kan. Untuk hal seserius itu, mana mungkin eikeh berani sembronoan kakak? Perihal pendidikan, lho. Sesuatu yang amat penting. Yang amat menentukan masa depan bangsa. 

Sebodoh-bodohnya aku, aku toh paham bahwa pendidikan yang baik adalah mutlak bagi tiap anak manusia. Bahkan anak monyet pun, jika dididik dengan baik, niscaya bisa menjadi seekor aktor ledhek munyuk (topeng monyet) yang mumpuni. Aih! Mengapa mesti melibatkan monyet, ya?

Hmm. Hari ini merupakan Hardiknas. Sebuah hari yang membuatku teringat pada guru-guruku. Baik guru formal maupun informal. Yang kesemuanya, dengan cara masing-masing, telah memoles watak kedirianku. Hingga akhirnya... menjadi beginilah adanya diriku. Sebab mereka adalah manusia, tentu ada kurang dan lebihnya. Tak mengapa. Itu toh manusiawi. 

Dan atas semua yang telah mereka torehkan di hidupku, aku ucapkan banyak terima kasih. Terima kasih yang mendalam dari lubuk hati. Tak lupa teriring doa-doa terbaik.  Pasti itu. Pasti. Semoga pula aku mampu meneladani tiap kebaikan yang diberikan oleh para guruku.

Heh? Bicara soal keteladanan inilah yang agak sulit. Yup! Keteladanan dalam mendidik. Wah, wah, wah. Keoptimisanku serasa mendadak redup kalau bicara tentang hal ini. Penyebabnya, aku lalu ingat tentang kelakuanku sendiri sebagai pendidik. Huft. Aku bukanlah seorang pendidik yang mumpuni. Ternyata begitu. Kusadari begitu. OMG!

Aku memang bukan guru secara formal. Tapi aku adalah orang tua bagi anakku. Duh, Adiba! Matilah aku. Sejauh ini, terus terang saja, aku masih geragapan menentukan metode paling tepat untuk mendidik Adiba. Oh, Tuhanku. Bolehkah kukatakan bahwa Engkau terlalu tinggi menilaiku? Aku ini bodoh, Tuhanku. Tidak secerdas dan sekreatif emak-emak yang lain. Tapi mengapa Adiba itu terlahir serupa dengan Totto-chan? Bahkan untuk hal-hal tertentu, jauh lebih ekstrem daripada bocah Jepang itu?

Aku tahu, solusinya adalah aku mesti belajar. Belajar menjadi orang tua yang baik dan benar. Belajar sabar. Duilee.... Belajar sabarku belum boleh khatam, Ya Tuhanku? Hehehe.... :D

Baiklah. Baiklah. Hari ini adalah Hardiknas. Sebuah hari yang ternyata sukses membuatku mellow elegan. Sebuah hari yang bikin aku bermawas diri terkait dengan dunia pendidikan. Sebuah hari yang menggedor kesadaranku, betapa belum ada hal baik yang kulakukan selaku pendidik Adiba. Duh!

MORAL CERITA:
Ternyata penentuan hari-hari tertentu sebagai hari X atau hari Y ada gunanya juga. Setidaknya bisa bikin orang sesaat merenung semacam aku begini....

  

6 komentar:

  1. Selamat mendidik Adiba dengan
    Sukses

    BalasHapus
  2. Aamiin Mbak....semoga aku dimampukan selalu oleh-Nya

    BalasHapus
  3. Mari terus senang mendidik diri, anak, keluarga, juga lingkungan sekitar kita ya, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya,Pak. Semoga saya dimampukan untuk selalu senang dan bersemangat dalam mendidik siapa pun itu, termasuk diri kita sendiri

      Hapus
  4. Momentum Hardiknas semoga bisa menyuntikkan semangat dan spirit baru untuk mendidik putra-putri kita (khususnya), juga masyarakat pada umumnya, ya, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga begitu, Mas Irham. Suntikan semangat itu penting untuk selalu dilakukan agar kita senantiasa mampu menjadi pendidik yang terbaik (semaksimal kemampuan kita). Sebab faktanya, kita butuh banyak spirit; masih banyak kewajiban yang belum kita tuntaskan selaku pendidik.... terkhusus diri saya sendiri yang jelas amat butuh energi dan semangat lebih untuk mendidik anak... :)

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template