Senin, 29 Juni 2015

PERISTIWA ke PERISTIWA

0 komentar




SAYA yakin bahwa di kehidupan Anda sehari-hari selalu banyak peristiwa yang terjadi. Entah peristiwa kecil ataupun besar. Entah peristiwa biasa ataupun luar biasa. Bukankah hidup memang terdiri atas deretan peristiwa?

Saya yakin pula bahwa peristiwa-peristiwa yang singgah di kehidupan Anda itu bisa amat menarik bila dijadikan tulisan. Heh! Jangan buru-buru menukas bahwa sungguh tak ada yang istimewa dari peristiwa-peristiwa yang Anda alami. Tunggu! Stop dulu di sini. Ayo kita renungkan barang sejenak. 

Betul nih? Anda sungguh-sungguh yakin bahwa tak pernah ada yang istimewa dan WOWW di hidup Anda? Jangan-jangan, Anda hanya kurang peka saja. Sebetulnya ada banyak hal menarik yang patut dituliskan, tapi Anda membiarkannya menguap begitu saja. Membiarkannya berlalu tertiup angin tanpa sempat mencatatnya. 

Hmm. Sesederhana apa pun peristiwa yang Anda alami, jika Anda bersedia menuliskannnya akan lebih bermanfaat, lho. Jadi, mengapa Anda enggan menuliskannya? Mungkin tulisan sederhana Anda justru bisa menginspirasi orang lain untuk berbuat baik. Atau, untuk mampu lebih bersyukur dan menerima dengan ikhlas takdir hidup yang tengah dijalaninya. Atau, sekadar membuatnya tersenyum simpul (yang semula, di awal membaca wajahnya cemberut kerut). Bahkan tak menutup kemungkinan, tulisan sederhana Anda ternyata dapat menjadi solusi bagi permasalahan orang lain. 

Hmm. Dari peristiwa ke peristiwa, mengapa tak Anda jadikan bahan tulisan saja? Menulis itu keren, lho. Berbagi inspirasi itu keren, lho. Daaan.... membaca postingan saya ini pun keren, lho. Keren banget malah. Hihihi.... #Yuk-ah-semangat-menulis


   .       

Kamis, 25 Juni 2015

PENYEBAB KERAMAIAN

4 komentar

CERMATI foto di atas. Sebuah jalanan lengang yang tampak tenang, bukan? Bahkan dua ekor ayam itu pun, tenang-tenang saja berada di tengah jalan. Suasana sepi, sunyi. Tak satu pun kendaraan dan manusia yang lewat. Iya, pada dasarnya jalanan samping rumahku itu memang tak ramai. Kalau suatu siang tampak banyak sepeda motor yang lewat dari arah utara, hmm... berarti di jalan raya sana sedang ada razia kendaraan bermotor. Nah, demi menghindari razia itulah para pengendara motor yang tak tertib begitu saja berbelok masuk gang, menyelamatkan diri ke dusun kami.

Itu penyebab keramaian yang pertama. Penyebab yang kedua adalah: kalau ada anak yang tercebur selokan. Cermati lagi foto di atas. Di kedua tepi jalanan konblok itu ada selokannya 'kan? Yang di sebelah kiri selokannya lebar dan hampir selalu ada airnya. Maklum saja. Itu untuk lewat air tumpahan saluran irigasi. Jadi walaupun musim kemarau, bisa saja airnya luber ke jalan (kalau ada sampah yang menyumbat aliran). Sejauh tak ada anak yang kecebur selokan tepi jalan itu, kondisi jalanan samping rumahku sunyi-sunyi saja. Kehidupanku pun berjalan tenang. Hehehe.... Duh, gimana ya? Kalau ada anak kecebur selokan, mau tak mau aku mesti terlibat sih....

Penyebab keramaian yang ketiga, bila ada maling unggas. Gila! Maling unggas di kampungku sungguh heroik, lho. Terang-terangan, sendirian, tenang, berwibawa, berpenampilan keren, dan motornya pun kinclong. Kerap kali si maling melakukan aksinya bersamaan dengan azan. Biasanya pas azan Subuh atau pas azan Zuhur. Ckckck.... Saking kerennya penampilan si maling unggas, dua kali aku bahkan hanya mampu terpana manakala sempat memergoki si maling beraksi. Jiaaahhh!

Hehehe... Sudah. Sampai sini dulu ya, ceritaku. Insya Allah di postingan berikutnya aku akan bercerita detil tentang anak-anak yang kecebur kolam dan tentang maling cakep, eh... tentang kandang ayam keren yang tampak di foto itu. Cermati baik-baik, deh. Tuh, di sebelah kiri ada kandang ayam 'kan? Hmm. Itu kandang ayam istimewa, lho. Hehehe....

#belajar-menulis-apa-pun-bisa-ditulis

     

Minggu, 21 Juni 2015

SAKIT ITU RAHMAT

0 komentar
SEBENARNYA aku sudah ngotot menyelesaikan/membereskan semua pekerjaan dan urusan sebelum Ramadan. Jadi, begitu memasuki bulan yang penuh berkah itu, aku bisa sepenuhnya menyiapkan diri untuk beribadah. Hmmm, maklum saja. Sebagai insan yang berlumur dosa, aku ingin benar-benar mendapatkan ampunan dan limpahan pahala di bulan mulia tersebut. Namun, apa boleh buat? Manusia berencana, Tuhan jualah yang menentukan.

Rupanya jelang Ramadan aku justru berhadapan dengan banyak hal tak terduga. Yang mau tidak mau menghambat terselesaikannya pekerjaanku. Yang mau tidak mau menguras tenaga dan waktuku. Apa boleh buat? Hal-hal tak terduga yang secara tak terduga pula melibatkan diriku, padahal sesungguhnya semua bukanlah menyangkut urusan pribadiku, pada akhirnya bikin daku kelelahan dan kembali tepar. Yup! Sebenarnya baru sehari aku sembuh dari sakit saat semuanya dimulai (walah, kok mulai dramatis). Maka ketika fisik lemahku sudah harus beraktivitas keras, kembali sakitlah aku.

Walhasil, makin terbengkelai saja pekerjaanku. Pada hari ketiga Ramadan, aku tak tahan lagi. Usai sahur dengan sangat ikhlas aku minum obat. Kemudian obat itu memaksaku untuk ikhlas seharian tidur. Maklumlah, obat tersebut berefek mengantuk. Ah, pada hari ketiga Ramadan aku hanya bangun tatkala hendak shalat belaka. Tapi Alhamdulillah hari ini bisa mulai beraktivitas lumayan normal. Buktinya bisa ngeblog... :D

Alhamdulillah pada titik tertentu aku disadarkan oleh-Nya, bahwa sakitku itu adalah berkah terselubung. Coba aku enggak dikaruniai sakit. Pasti aku tak peduli mata dan otak lelahku. Pasti aku akan kerjaaa melulu tanpa peduli hak tubuhku untuk rehat. Alhamdulillah pula, aku diberi-Nya keikhlasan untuk menerima takdir tertundanya pekerjaanku dengan ikhlas; tanpa amarah dan keluh kesah.

Aih, lihatlah. Hanya dengan menganggapnya sebagai berkah terselubung, aku menjadi mampu merasakan bahwa sakit itu pun sebuah rahmat dari-Nya. Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah.


   

Rabu, 17 Juni 2015

HOREEE... RAMADAN TELAH TIBA!

2 komentar
MEDIO Juni 2015 dan Ramadan pun datang lagi. Alhamdulillah, esok bulan penuh berkah itu akan tiba. Semoga disampaikan umurku hingga esok bisa menjumpainya; bahkan hingga nanti berbanyak-banyak Ramadan lagi semoga akan selalu bisa kujumpai. Tak sekadar menjumpai, semoga dari tahun ke tahun dalam Ramadan yang kujumpai selalu bisa kusertai dengan peningkatan kualitas ibadah.

Iya, aku ingin betul-betul menjalani detik demi detik dalam Ramadan dengan intensif. Intensif dalam ketundukan khusyuk kepada-Nya. Hanya kepada-Nya. Lebih dari itu, aku ingin suatu Ramadan nanti bisa menjalaninya bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga. Baik keluarga inti maupun keluarga besar. Hmm. Betapa aku ingin menikmati takjil bersama keluarga, sedarah sedaging, sedarah seketurunan; bukan sekadar bersama keluarga seiman.

Bukan. Bukannya aku bosan takjilan bersama di mushola kampung. Tapi kalau sesekali ingin takjilan bersama dengan keluarga, boleh dong ya? Aku menulis ini bukan untuk mengeluh, lho. Sekadar ngudarasa saja. Curhat tanpa pretensi keluhan sedikit pun. Sebab bagaimanapun aku sudah sangat bersyukur dengan hari-hari Ramadanku yang sekarang; juga yang telah lalu-lalu. Apalagi Adiba, putri semata wayangku yang besarnya sudah melebihi wayang, selalu tampak antusias menyambut datangnya Ramadan. Tentu saja bukan soal ibadah dan keutamaan Ramadan yang bikin dirinya sangat antusias. Tapiii... soal tiap hari bisa buka puasa bareng di mushola kampung itulah penyebabnya.

Asal tahu saja, Adiba dan teman-temannya selalu penasaran habis alias H2C (= Harap-harap Cemas) dengan menu takjil yang akan mereka terima usai sholat Magrib berjamaah nanti. Mereka bahkan menjadikannya sebagai bahan untuk tebak-tebakan. Yang menggelikan sekaligus menyebalkan, mereka bela-belain mantengin jadwal penakjil hari itu untuk memperkirakan menunya kira-kira apa. Hihihi....  (NB: sebetulnya kurang tepat disebut takjil deh, di mushola kampung kami yang tersedia selalu nasi tapi lauknya yang berganti-ganti tiap hari).

Tapi yang lebih bikin sebel dirikuuuh, pas mulai membuka bungkus makanan jatah buka puasaku, eh Adiba bilang, "Punya Bunda jangan dimakan, ntar mau aku makan kalau selesai tarawih. Bunda buka dengan makanan di rumah saja, ya."  OMG! Selapar apa pun saat itu, tak mungkin aku ngeyel menolak permintaannya 'kan? Alhasil sembari menunggu orang-orang selesai berbuka di mushola, aku sesekali berusaha menggigit pinggiran gelas tehku yang telah kosong. Lumayan, ngemil-ngemil beling sedikit....

#ini-ceritaku-tentang-Ramadan; mana-ceritamu?



    

   

Senin, 15 Juni 2015

YANG BERBEDA, YANG BERTETANGGA

0 komentar
POSTINGANKU ini masih ada kaitannya dengan postingan sebelumnya (silakan klik di sini http://agustinasoebachman.blogspot.com/2015/06/bertemu-pangeran.html).  Di postingan itu aku bercerita tentang kemeriahan peresmian sebuah galeri seni rupa dekat rumah. Enggak dekat-dekat amat sih. Dekat tapi lumayan bersekat lah.... Dan, sekatnya kurang lebih 7 menit jalan kaki dengan kecepatan normal.

Sebuah peresmian galeri seni rupa adalah hal yang biasa. Apalagi lokasinya di Yogyakarta, yang disebut-sebut sebagai kota seni dan budaya. Walaupun tak paham seni rupa, setidaknya penduduk kampungku tak merasa asing lagi dengan sesuatu yang bernama "galeri seni rupa". 'Kan di sebelah selatan kampungku ada sebuah kampung yang beken di dunia. Yup, Nitiprayan! Jikalau Anda belum ngeh tentang Nitiprayan, coba saja googling. Pasti deh dijamin terpukau oleh potensi kampung seniman itu.

Mari kembali ke soal peresmian galeri seni rupa. Nah, galeri baru yang diresmikan oleh GBPH Yudhaningrat itu menurutku punya lokasi yang "istimewa", yakni tepat di sisi sebelah kanan Indomaret. Sebagaimana kita mafhum, Indomaret adalah jaringan toko waralaba yang boleh disebut sebagai simbol dari modernisme dan budaya konsumtif. Semua orang punya kepentingan dengan tempat-tempat yang serupa dengan Indomaret.

Sementara di sisi lain, galeri seni rupa adalah sebuah tempat yang cenderung eksklusif. Bukan sebab galeri seni rupa sengaja membikin dirinya eksklusif, melainkan karena tak banyak orang yang mampu menikmati seni dengan sepenuh hati. Jadi, saya yakin 1.000 % bahwa para pengunjung Indomaret pasti akan banyak yang abai dengan keberadaan galeri seni rupa itu. Hmmm. Kiranya inilah terjemahan dari "dekat tapi bersekat" jilid 2 (jilid 1 silakan lihat alinea pertama di atas).

Apa boleh buat? Makna dan manfaat galeri seni tersebut nyata terkaburkan oleh gebyar budaya konsumtif di sebelahnya. Setidaknya hingga hari ini kondisinya masih demikian. Semoga saja di kemudian hari, si pengelola galeri itu bisa membuat tiap pengunjung Indomaret menoleh dua kali pada galerinya. Menoleh dua kali dan selanjutnya berkeinginan untuk mampir. Dan, mampirnya adalah untuk kepo yang sekepo-keponya. Bukan sekadar mampir dan keluar dengan pikiran rumit tak paham. Hmmm, semoga.


Sabtu, 13 Juni 2015

BERTEMU PANGERAN

4 komentar
SEPULUH hari lalu, tepatnya tanggal 3 Juni 2015 (ceile lengkap bingiiitz), secara tak terduga-duga aku bertemu GBPH Yudhaningrat. Ah, tepatnya sih melihat. Tapi supaya dramatis ya kusebut saja bertemu. Hihihi....

Siapakah dia? Anda yang gemar membaca berita terkait Kraton Yogya pasti deh tahu siapa doski (lha! doski? istilah zadoel...). Doski adalah salah satu adik Sultan Hamengku Buwana X. Yeah, yang belakangan sedang bertentangan pendapat dengan Sultan terkait Sabda Raja. Ah, sudahlah. Di sini daku tak hendak mengulas soal Sabda Raja. Kalau pinisirin ya silakan googling sendiri saja beritanya. Hehehe....

Oke. Sesuai dengan judul postingan ini, BERTEMU PANGERAN, maka fokus tulisanku ini ya soal pertemuan (baca: perlihatan) saja. Begini. Bakda Magrib, 3 Juni lalu, anakku beserta anak-anak tetangga menghilang dari lingkungan sekitar rumah. Mereka ramai-ramai menuju ke jalan besar, keluar gang kampung kami. Tepatnya di seputaran Indomaret Sonosewu, Jogja bagian perbatasan sisi barat. Mereka bilang hendak nonton Prajurit Bergodo dan barongsai. Hah? Dalam rangka apa? Bisikku kepo dalam hati.

Rasa kepo yang menggumpal di dada bikin nyesek. Maka ketika tetangga depan rumah mengajakku menyusul anak-anak, daku menyambut mesra gegap gempita ajakan tersebut. Alhasil di bawah sinar rembulan temaram, melintasi beberapa petak areal persawahan, empat orang emak-emak kurang kerjaan tampak beriringan meninggalkan kampung halaman.

Sesampainya di mulut gang, WOWW.... sudah penuh manusia rupanya. Hmmm, sungguh rugi kalau aku tak ikutan ke sini. Demikian pikirku waktu itu.Ternyata oh ternyata. Itu acara peresmian alias grand opening sebuah galeri seni rupa. Yang meresmikan GBPH Yudhaningrat, sang pangeran berkumis. Apa boleh buat? Seingatku baru kali itu daku melihat wujud seorang pangeran secara langsung. Bisa jadi sebenarnya aku sering kali berjumpa dengan para pangeran yang lainnya. Hanya saja, mungkin aku tak menyadari kalau yang kujumpai itu seorang pangeran. #Kabuuur-takut-disambit-bakiak# 

Ada banyak keseruan pula rupanya. Ada kotekan lesung, dua kelompok pasukan keamanan kraton (entahlah apa nama tepatnya), dan barongsai yang bagi-bagi angpo. Yang paling memukau adalah penampilan grup barongsai. Bukan sebab bagi-bagi angponya lho, yaa. Tapi penampilan mereka memang rapi dan sangat energik. Yang istimewa, semua pemainnya kok berkulit sawo matang dan tak sipit. Duh, Indonesia. Pada titik-titik peristiwa serupa inilah aku merasa sangat bejo menjadi orang Indonesia. Sangat beragam dan banyak pilihan!

Nah! Kalau yang spesial pakai telur, so pasti penampilan Prajurit Bergodo yang berasal dari kampungku. Maklumlah. Ini 'kan berasal dari kampung sendiri. Jadi, para anggotanya sangat aku kenal. Hihihi.... Bangga dan bahagia rasanya melihat simbah, pakdhe, paklik, serta mbak dan mas yang tercinta tampil sebagai kompi keamanan kraton. Bahkan, imam mushola kampungku pun ikut berbaris menggenggam senjata tombaknya. Ada sesuatu yang lain gitu di hatiku; demi melihat mereka berpakaian seragam Prajurit Bergodo.
 
Pokoknya cucok banget, deh. Meskipun daku mengutuki diri sendiri sebab enggak bisa memotret keseruan tersebut. Semua kamera yang kupunya rusak tiada tara! Ya, sudahlah. Sudah takdir bagi seorang penulis 'kali. Merekam apa pun ya maksimalnya pakai tulisan. Maksudku, maksimal apesnya. Hwuaaa :(

 NB:
Tulisan ini rencananya ditulis sesaat setelah kejadian, namun apa daya banyak hal terjadi di kehidupanku (tepat di sekitarku) yang tak memungkinkanku berleha-leha buka komputer (termasuk wafatnya Pakdhe Topo, tetangga sebelah rumah)  

  

Kamis, 11 Juni 2015

PROFESI yang (TERPAKSA) BIKIN GAUL

0 komentar
SELAIN memintarkan, karena mau tak mau wajib membaca banyak referensi, penulis buku populer pun bisa bikin kita gaul. Tepatnya gaul dan enak digauli (halah, istilahnya kok begini?). Percayalah. Saya tak sekadar bicara, lho. Ini 'kan saya sedang berbagi pengalaman. Hihihi.... Yeah, mulanya sih mungkin terpaksa gaul. Tapi lama-kelamaan enak juga kok menjadi gaul ituuuh.

Sejauh yang saya alami, setidaknya untuk menulis dua buku di atas (lihat gambar), saya mesti sok meremaja. Hmmm. Apalagi untuk yang 35 Kisah Super Unik itu. Hohohooo.... Saya jadi tahu dong siapa personil SuJu yang paling cakep. Lalu, saya jadi tahu pula tentang personil One Direction yang paling digandrungi. Weleh, weleh, pokoknya saya serasa muda belia kembali tiada tara (haiyah, gaya bahasanya).  Bahkan sebenarnya, saya jadi ngeh bahwa di dunia ini ada yang namanya SuJu-SNSD-EXO-One Direction-B.A.P. Sebelumnya 'kan hanya tahu Iwan Fals. Hehehe....

Saya ingat banget. Sepanjang proses penulisan buku itu saya suka deket-deket anak saya yang penggemar K-Pop. Untunglah. Walaupun usianya belum genap 10 tahun, dia lumayan banyak referensi musik popnya. Meskipun seorang K-Pop lover, ia tahu juga tentang One Direction. Hmmm. Alhamdulillah. Sungguh enggak rugi daku melahirkannya ke dunia yang fana ini :)

Saya pun ingat banget. Waktu itu sok berakrab-akrab ria dengan para tetangga remaja. Apalagi yang punya majalah remaja. Di majalah itu 'kan ada ulasan-ulasan musiknya juga. So, eikeh pinjem gitu lhoooh. Eh, anaknya yang aku kencani, babenya mau nimbrung-nimbrung. Hadeuh, sebuah godaan syaithon yang terkutuk. 
   
O, ya. Untuk buku yang satunya itu, aku juga tak kalah gaul. Namanya saja buku pintar untuk anak milenium. Maka diriku harus tahu dong tentang hal-hal yang sekarang lagi booming bagi anak-anak. Nah, lho. Ini sekaligus memintarkan aku juga 'kan? Sebagaimana tulisan yang kemarin aku posting itu, lho. Sudah baca? Belum? Ya, sudah. Kalau belum ya sana baca dulu. Nih di sini ....




Selasa, 09 Juni 2015

PROFESI yang MEMINTARKAN

4 komentar


APA boleh buat? Harus saya akui kalau semua buku di atas mengandung sentuhan tangan saya. Maklum saja. Saya ini 'kan seorang penulis buku populer yang dituntut serba bisa untuk mengeksekusi tema apa pun yang diinginkan penerbit. Eit! Tunggu dulu. Jangan buru-buru berpikiran bahwa pengakuan ini akan berujung pada sebuah sikap jumawa. Bukan. Sama sekali saya tak hendak bersikap jumawa menepuk dada dan bilang kalau saya ini penulis serba bisa. 

Siapa bilang kalau saya akan bersombong-sombong ria begitu? Justru sebaliknya saya ingin mengatakan, deretan potret buku di atas menjadi bukti bahwa profesi sebagai penulis buku populer adalah profesi yang memintarkan. Iya, saya merasakannya demikian. Betapa tidak? Bukankah untuk menulis semua itu saya mesti banyak belajar dulu? Kalau kebetulan saya mendapat "titah" untuk menulis tentang hal-hal yang memang menjadi minat saya sih gampang. Saya pasti sudah memiliki banyak referensi dan akan sangat suka untuk menyelesaikan tulisan.  Tinggal menambahi sedikit referensi di sana-sini.

Tapi sebaliknya, saya akan setengah mati bila harus menyusun buku dengan tema yang tidak saya sukai. Namanya saja tidak suka. Pastilah saya tak pernah belajar banyak tentangnya atau malah sama sekali tak pernah peduli untuk mempelajarinya. Maka ketika berhadapan dengan "titah penerbit" yang seperti ini, mau tidak mau saya mesti ikhlas seikhlas-ikhlasnya untuk masuk perpustakaan dan membaca buanyaaak referensi tentang hal yang tidak saya sukai. Rasa bosan-bete-enggak nafsu terhadap bacaan yang terhampar di hadapan kita mesti dilumat tanpa ampyuuun.  

Cukupkah penderitaan saya berhenti di situ? Belum. 'Kan saya masih harus menyusun tulisan yang dimaui penerbit. Nah, lho! Kebayang toh betapa sengsaranya menulis sesuatu yang tidak kita sukai? Apalagi jumlahnya puluhan lembar, bahkan adakalanya hingga ratusan lembar. Pokoknya rasa bete dan ogah-ogahan wajib dilibas habis!  

Anda boleh saja mencela profesi saya sebagai profesi yang enggak keren dan kacangan. Atau, menganggap diri saya sebagai penulis sok pintar; hanya tahu sedikit-sedikit tentang banyak hal, bukan tahu banyak tentang sedikit hal.  Tapi jangan lupa, saya ini 'kan memang penulis buku populer? Bukan penulis buku ilmiah? Hmm. Baiklah. Apa pun komentar Anda, yang jelas saya menangguk keuntungan nonmateri yang banyak dari profesi saya ini: saya jadi tambah pintar!

#inilah-sisi-lain-dari-menulis
#postingan-ini-pun-dibuat-sebagai-curhatan-tatkala-bete-dalam-proses-penyelesaian-sebuah-tulisan

  

Minggu, 07 Juni 2015

Ayolah IIDN JOGJA!

10 komentar


AYOLAH IIDN Jogja, bangkitlah! Bersemangatlah di segala macam cuaca dan suasana. Jangan berhenti sekadar ingin "jadi penulis". Tapi mari mulai bergerak untuk mewujudnyatakan keinginan itu. Jangan berhenti di tataran keinginan dan doa. Segera bertindaklah. Mulailah mengemukakan ide melalui kata-kata tertata. Ingat, tindakan adalah doa yang lebih nyata.

Ayolah IIDN Jogja, bijaksanalah! Buang saja segala macam perasaan dan pikiran negatif yang mungkin sempat menguar di antara kita. Berhati-hatilah. Vibrasi negatif yang kita keluarkan akan kembali negatif kepada kita. Sebaliknya, vibrasi positif yang kita pancarkan pun akan kembali dalam bentuk reward yang positif kepada diri kita. Jadi, mengapa di IIDN Jogja ini kita tak berfokus pada hal-hal yang positif saja? 

Ayolah IIDN Jogja, mari bersemangat bhineka tunggal ika! Di sini kita tak sewarna, tapi berwarna-warni adanya. Tak mengapa ada banyak perbedaan yang berlalu lalang di pergaulan kita. Sebab hidup, memang majemuk adanya. Maka mari saling menghargai saja. Berkomitmen penuh pada sesuatu yang kita yakini adalah mutlak adanya. Tapi, tentunya bukan dengan cara menafikan perasaan orang yang tak sejalan dengan kita. Jangan lupa, IIDN Jogja ini milik semua golongan.

Ayolah IIDN Jogja, bergegaslah! Tunggu apa lagi? Cepatlah tuangkan ide kalian melalui sederet kata dan kalimat yang ciamik. Sekali lagi, tunggu apa lagi? Ah, mengapa selalu saja "kontes menulis" yang kita adakan malah sepi peminat? Ini komunitas menulis 'kan ya? #Aku-bertanya# Kalau semangatnya kurang, bisa banget tuh dipompa dengan buku di atas.... :D


*Tulisan ini merupakan semacam refleksi*Selamat ultah IIDN*

    

Jumat, 05 Juni 2015

Kunjungan Ke PT KPI

0 komentar
SABTU, 30 Mei 2015 lalu, aku bersama dengan kelompok dasa wismaku mengunjungi PT KPI. Lokasinya di Desa Kepurun Kecamatan Manisrenggo Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Apa sih KPI itu? KPI = Kepurun Pawana Indonesia. Mau tahu lebih detil? Yeah, silakan googling sendirilah. Ada kok website resminya. Hihihi... Sebagai bukti bahwa aku benar-benar ke sana, ini nih kupajang foto seorang model yang bersedia berpose di depan ruang pembuatan bakso (mana sambil cekeran pula... hihihi....).

Menyempatkan narsis sendiri....

Kalau tadi aku sempat menyebut adanya ruang pembuatan bakso, tentunya aku dan rombongan tak sekadar duduk di depannya tanpa melongok ke dalam dong. Kami ramai-ramai masuk ruangan dan menyambangi para bapak yang sibuk mengoperasikan mesin pelumat daging dan pembuat bola-bola daging. Hebat! Mesin pembuat baksonya dalam satu detik menghasilkan lima butir bakso ukuran normal (enggak jumbo, enggak mini). Walah, aku jelas kalah cepat deh.

Tapi disediakan pula adonan khusus bagi kami, yang mesti kami sentuh (haiyaahhh... belajar dengan metode menyentuh nihh) langsung. Hehehe.... Sudah pasti adonan bakso tersebut tak sekadar kami sentuh alias kami obok-obok doang. Tapi langsung kami eksekusi, kami jadikan bulatan-bulatan kecil secara manual.

Ini pengalaman baru bagiku. Seumur-umur aku belum pernah membuat bulatan bakso. Apalagi sejak membuat adonannya. Padahal aku penggemar bakso. Aih, ironis. Agar tak disangka hoax, ini lho fotoku bersama para ibu yang lain, yang tengah membulat-bulatkan adonan bakso daging sapi. Jreng... jreng...!

Praktik bikin bulatan bakso

Oiyaaa, sebelum kami praktik membuat bakso dan berkeliling kompleks PT KPI, ada sambutan selamat datangnya. Biasalah pidato-pidato basa-basi manis begitu. Lalu disambung dengan presentasi profil PT KPI. Seru, seru. Membuatku terinspirasi untuk menjadi petani dan peternak all out. Di tengah-tengah presentasi itu pun sekelebat bayangan seorang petani cerdas hinggap di jendela ingatanku. Halah?

O, ya. Agar tak disangka hoax lagi, berikut ini aku perlihatkan foto presentasi penyambutan kami. Iya, kami. Para ibu yang manis dan dinamis dari dasa wisma Aster 1 Sanggrahan Ngestiharjo Kasihan Bantul. Hehehe....

Sambutan dan penjelasan dari PT KPI


Itu yang sedang pegang mikropon adalah wakil ketua dasa wisma kami. Tampil di depan untuk mewakili rombongan kami. Maklumlah. Dalam kunjungan tersebut beliau menjabat sebagai ketua rombongan kunjungan. Alias menjadi orang yang paling kami repotkan.

Ah, sudah ya ceritanya. Koleksi foto yang kusimpan hanya ini. Sebetulnya sih banyak hal seru lain yang kami lakukan di situ. Ada praktik bikin telur asin. Ada berkeliling kandang sapi, kambing, itik, dan bebek. Ada pengamatan pada tabung penampung kotoran sapi yang dijadikan biogas. Ada berkeliling di kebun sayuran. Ada Adiba yang outbound becek-becekan. Sayang banget HPku tak asyik kameranya. Yo wis....

#sekadar-mengenang-perjalanan

  

  



Selasa, 02 Juni 2015

JUNI, HUJAN, dan PANCASILA

0 komentar
BETAPA Tuhan sangat berbaik hati mengirimkan hujan di awal bulan Juni. Seolah-olah DIA sedang mengingatkanku pada puisi indah dari seorang Sapardi Djoko Damono, "Hujan Bulan Juni". Hmmm. Kemarin, tepat tanggal 1 Juni 2015, tatkala siang menjelang sore, tiba-tiba saja langit temaram mendung. Lalu, rinai hujan pun dahsyat mendinginkan hari yang semula gerah.

Alhamdulillah. Ini memang hujan yang salah musim, salah mangsa. Juga berarti sedikit mengusik kemagisan puisi "Hujan Bulan Juni". Tapi tetap saja aku meyakini, itu merupakan hujan yang penuh rahmat. Sekali lagi, Alhamdulillah.

Oh, hujan. Hujan. Hujan. Saking terfokusnya aku pada hujan di awal Juni ini, sampai-sampai aku pun lupa bahwa kemarin itu, tanggal 1 Juni, adalah hari lahirnya Pancasila. Ah, Pancasila. Kukira idem ditto dengan "Hujan Bulan Juni", kemagisannya kini pun telah banyak terusik. Seberapa persen dari kita yang masih suka mengingat Pancasila? Runyam kalau sampai kita semua benar-benar melupakannya. Jangan remehkan hal yang terlihat sepele ini.

#untunglah-setidaknya-satu-bulan-dua-kali-aku-lantang-meneriakkan-kelima-butir-isi-Pancasila-ketika-pertemuan-dasawisma-dan-PKK




   
 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template