HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Apa kabar? Sudah membaca tulisan sebelum "Serunya Pentas Musikan Kamardikan" ini? Kalau belum, silakan bacalah. Ini tautannya.
Perlukah membacanya? Perlu, dong. Mengapa? Karena tulisan tempo hari amat berkaitan dengan tulisan yang sedang kalian baca ini. 'Kan enak kalau sebelumnya kalian telah membaca "Konser Kamardikan di Kraton Yogyakarta".
Di mana enaknya? Ya enak nyambungnya. Serasa berhasil menyambungkan kepingan-kepingan puzzle secara tepat gitu, lho. Hehehe ....
Lagi pula, kedua tulisan tersebut memang berangkat dari dua acara yang sodaraan. Bahkan, lokasinya pun sama-sama di Regol Brajanala Kraton Yogyakarta.
![]() |
Regol Brajanala/Dokpri Agustina |
Khusus Alat Musik Tiup
Baik, baik. Mari mulai membincangkan Pentas Musikan Kamardikan yang sesungguhnya bernama resmi panjaaang, yaitu Pentas Musikan Kamardikan Ensembel Tiup Yogyakarta Royal Orchestra. Yang sesuai dengan namanya, repertoar-repertoar hanya dimainkan dengan ensembel tiup.
Ensembel tiup itu terdiri atas apa saja? Hmm. Berhubung aku kurang paham nama-nama alat musik, silakan cermati saja dua skrinsyutan berikut.
Luar biasa toh? Rupanya di dunia ini ada berbagai jenis alat musik tiup. Tentu dengan ukuran dan spesifikasi masing-masing. Sebab beragam itulah, sampai-sampai mencukupi untuk memainkan reportoar-repertoar.
Ibaratnya begini. Kalau sekeluarga inti saja sudah mampu membereskan kerjaan, kenapa pula mesti mencari bantuan tetangga?
Menggelorakan Lagi Semangat '45
Yup! Tak lain dan tak bukan, Pentas Musikan Kamardikan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hut ke-77 RI. Waktu pelaksanaannya pun tepat pada tanggal 17 Agustus. Sore hari. Pukul 16.00 WIB sampai selesai (kurang lebih sampai jelang Magrib).
Bersamaan dengan upacara penurunan bendera. Saat euforia penampilan Farel di Istana Negara masih fresh from the oven.
Namun, janganlah kemudian membanding-bandingkan penampilan Farel dengan pasukan Ensembel Tiup Yogyakarta Royal Orchestra ini. Tenan. Pokoke ojo dibanding-bandingke karena toh keduanya beda genre.
Kalau diperbandingkan tidak apple to apple, dong. Yang terpenting 'kan sama-sama menarik dan bisa menghibur masyarakat. Lagi pula, format acaranya 'kan memang berbeda.
Akan tetapi, aku yakin kalau kedua pertunjukan tersebut sama-sama bertujuan membangkitkan kembali jiwa nasionalisme dan patriotisme. Untuk menggelorakan lagi semangat '45. Demi menggugah kesadaran bahwa NKRI wajib dipertahankan eksistensinya.
Ada Brian Jikustik
Pentas Musikan Kamardikan Ensembel Tiup Yogyakarta Royal Orchestra persembahan Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini tak hanya menyuguhkan repertoar tanpa vokalis. Ada satu repertoar, yaitu Kebyar Kebyar, yang menampilkan Brian Jikustik sebagai vokalis.
Iya, Brian. Brian yang vokalis baru Jikustik itu. Tahu Jikustik 'kan? Kalau belum tahu perihal band asal Jogja itu, silakan googling sajalah.
Namun, kalau soal Brian aku punya informasi valid. Kalian tak perlu repot-repot berselancar di internet. Informasi terkait apakah? Ya jelas terkait fakta bahwa dia itu bagus dalam hal rupa dan suara. Muehehehe ....
Repertoar, Tiket, Dresscode
Ada 11 repertoar yang dimainkan dalam Pentas Musikan Kamardikan. Yang rupanya hampir semua repertoar yang dimainkan itu dimainkan pula 10 hari kemudian, dalam Konser Kamardikan.
Kupikir-pikir, para pemusiknya juga demikian. Walaupun kurang tahu pasti, aku meyakini bahwa semua pemusik yang tampil pada 17 Agustus sore juga tampil pada 27 Agustus malam.
Hmm. Mungkin kalian membatin, "Kalau begitu, pas nonton Konser Kamardikan 10 hari kemudian = nonton siaran ulang, dong?"
O, tentu tidak. Repertoarnya memang sama, tetapi format penyajiannya berbeda. Yang satu berbentuk pentas ensembel tiup, yang satu lagi berbentuk konser. Lebih beragam alat musiknya, bahkan ada gamelan dan paduan suaranya juga.
Pengaturan penontonnya pun tak sama. Pentas Musikan Kamardikan bebas dihadiri siapa saja, tanpa tiket/undangan, asalkan mengenakan dresscode merah putih. Alas kakinya bebas.
Sementara dresscode untuk nonton Konser Kamardikan adalah batik atau pakaian semi formal. Alas kakinya tidak boleh berupa sandal. Yang boleh nonton pun hanya para pemegang tiket/undangan.
Tipe penontonnya juga beda. Kurasakan lebih agresif dan ekspresif yang Pentas Musikan Kamardikan. Lebih bersemangat dalam menyanyi, baik saat melantunkan Indonesia Raya sebagai pembuka acara maupun saat sukarela berdendang mengikuti alunan musik.
Terlebih saat dikomando untuk bersama-sama menyanyikan Hari Merdeka sebagai penutup. Wow! Semua antusias. Termasuk aku. Termasuk dua menantu dan dua cucu balita Ngarsa Dalem (Sri Sultan HB X).
Mungkinkah karena waktunya sore, masih ada cahaya matahari? Atau, karena tanpa kursi sehingga penonton bebas duduk lesehan atau berdiri? Atau, karena dresscode merah putih menyebabkan semangat '45 membara dalam diri para pemakainya?
Atau, karena Ngarsa Dalem tidak hadir sehingga para penonton merasa rileks? Hahaha! Entahlah.
Penutup
Itulah ceritaku tentang serunya Pentas Musikan Kamardikan yang diselenggarakan Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Semoga bisa menambah wawasan kalian tentang Yogyakarta. O, ya. Untuk lebih memperkaya wawasan terkait, silakan baca juga tulisanku tempo hari.
wah seru banget acaranya, jadi pengen ikut juga :D
BalasHapusHehehe ... Iya seruuu.
Hapusrexbet
BalasHapuspusulabet
sex hattı
rulet siteleri
hipodrombet
4NTUK
kuşadası
BalasHapusmilas
çeşme
bağcılar
amasya
VJDW