Selasa, 25 Juni 2019

Reresik Malioboro dan Uji Coba Pedestrian

36 komentar
TANGGAL 18 Juni lalu, bertepatan dengan Selasa Wage, aku sengaja meluangkan waktu untuk berkunjung ke Malioboro. Padahal sesungguhnya, aku sedang tak ada keperluan belanja apa pun di situ. Bahkan sebenarnya, aku sedang dikejar DL tulisan.

Ada apa gerangan? Mengapa aku sampai rela meninggalkan pekerjaan sejenak waktu, hanya demi ke Malioboro? Tepat pada hari dan tanggal itu? Tak bisakah aku menundanya hingga esok hari? Ketika pekerjaanku sudah tuntas?

Hohoho! Memang tidak bisa ditunda, kok. Ketimbang aku menunggu Selasa Wage 35 hari lagi, bukankah lebih baik meluangkan waktu sejenak untuk ke situ? Mumpung ada dua momentum sekaligus. Yakni Reresik Malioboro (yang sudah dilaksanakan sejak September 2017) dan Uji Coba Pedestrian untuk yang pertama kalinya.

Reresik Malioboro dan Uji Coba Pedestrian 

Reresik Selasa Wage merupakan kegiatan bersih-bersih Malioboro dari ujung utara hingga ujung selatan. Yakni dari sekitaran Taman parkir Abu Bakar Ali hingga Titik Nol Jogja. Siapa yang membersihkan? Siapa lagi kalau bukan para pedagang kaki lima (PKL) di kawasan tersebut? Tentu plus petugas terkait dan kadangkala ada pula keterlibatan komunitas tertentu.

Mungkin di antara kalian sudah ada yang tahu tentang Reresik Selasa Wage di Malioboro ini. Bahkan, mungkin pula sudah pernah menengoknya langsung di TKP. Seru 'kan? Trotoarnya terasa melebar. Kita bisa berjalan santai tanpa desak-desakan. Sembari main HP pun tak nabrak-nabrak. Haha! 


Malioboro, aku, dan sepi 


Nah! Kelengangan emperan toko dan trotoar Malioboro itu tempo hari dilengkapi dengan kelengangan jalan. Jangan lupa, ada Uji Coba Pedestrian 'kan? Kalau Reresik Selasa Wage biasanya jalanan tetap ramai, penuh kendaraan bermotor, mulai 18 Juni 2019 tidak seperti itu lagi.

Iya. Ada aturan baru yang diberlakukan. Yakni pelarangan kendaraan bermotor melintas di sepanjang kawasan Malioboro. Kalau sepeda dan becak kayuh sih, tetap bebas melintas. Alhasil, terjepretlah aku dengan latar belakang jalanan yang lengang itu. Hehehe ....


Trotoar lega dan sepi


Jalanan lengang 


Sebenarnya Uji Coba Pedestrian yang dilakukan tersebut hanya semi. Iya, Uji Coba Semi Pedestrian saja. Sebab faktanya, masih ada beberapa jenis kendaraan bermotor yang diperbolehkan melintas. Yakni Transjogja, ambulance, mobil patroli petugas keamanan, dan mobil pengangkut sampah. 

Selain itu, ada pula mobil dan motor nyasar. Pengendaranya tak tahu kalau ada penutupan jalan atau sebenarnya tahu tapi memang nekad. Sementara petugas yang berjaga sedang lengah sehingga si pengendara bisa lolos ke wilayah terlarang. 


Nyaman untuk menyeberang dan berswafoto


Berhubung tak sepanjang waktu ada kendaraan melintas di kawasan Malioboro, jalanan pun relatif sepi. Bahkan, seolah berubah menjadi spot foto. Banyak anak milenial yang dlosoran di tengah jalan demi sebuah jepretan kamera. Hmm. Bikin iri saja. Coba aku masih kuliah S-1. Bakalan dlosoran 1001 gaya aku. Haha!

Yang seru, ada pula anak-anak yang sepedaan dan main skate board di tengah jalan. Yoiii. Mumpung bisa sesuka hati di tengah jalan yang biasanya padat enggak berjeda.

O, ya. Kalian mungkin sudah menonton video tarian yang viral itu. Yakni video yang menampilkan pementasan tarian Jawa, yang dibawakan oleh sekelompok anak muda berpakaian trendi. Lokasinya di tengah jalan juga 'kan? Di depan Mal Malioboro, juga beberapa titik lain di sepanjang Malioboro.

Yeah, begitulah adanya. Malioboro yang sedang minim polusi pun bisa membahagiakan semua kalangan. Malah kelihatannya, makin bisa membahagiakan. Malioboro minim polusi 'kan jarang-jarang?





Akibat Uji Coba 

Uji Coba Pedestrian plus Reresik Selasa Wage memang bikin nyaman Malioboro. Selaku wisatawan (meskipun cuma wisatawan dari kampung sebelah), aku sungguh menikmati Malioboro yang tenang dan minim polusi. Baik polusi suara maupun udara.

Akan tetapi, aku bertanya-tanya. Apakah semua PKL setuju dengan diliburkannya mereka tiap Selasa Wage? Apakah tidak ada di antara mereka, yang sebenarnya ingin tetap berjualan selepas acara bersih-bersih? Terlebih mengingat toko-toko di Malioboro tetap buka seperti biasa.

Sejauh yang aku dengar, Selasa Wage memang disikapi kalem-kalem saja. Akan tetapi tempo hari, terkait diadakannya Uji Coba Pedestrian, salah satu hotel yang berlokasi di Malioboro mengemukakan keluhan (protes). Begitu pula halnya dengan beberapa pedagang di Pasar Beringharjo. Ah, entahlah. Semoga ke depan semua bisa lebih kondusif.

Baiklah. Jika kalian ingin tahu rute pengalihan jalur lalu lintas saat Uji Coba Pedestrian Malioboro tempo hari, silakan cermati denah di bawah ini. Hayooo, kalian yang tinggal di Jogja ada yang terkena imbasnya atau tidak? Kalau aku sih, jelas terkena. Sepulang dari Malioboro terjebak macet tiada tara di daerah Ngampilan. Hehehe ....


Sumber Gambar: @dishubdiy



MORAL CERITA:
Awal pelaksanaan sebuah aturan baru selalu diwarnai pro dan kontra. Dan, kita boleh-boleh saja menolak aturan baru tersebut. Namun yang penting, sampaikan penolakan itu dengan santun supaya bisa dicari solusi yang sama-sama bikin nyaman semua pihak. Jangan anarkis!




 

Selasa, 18 Juni 2019

Rugi Kamu Belajar Serius

0 komentar

HALOOO ....

Sobat Pikiran Positif, dua tahun lalu aku emosi tinggi sekali pada seorang tetangga yang bilang gini ke anakku, "NEM-mu tinggi malah belum dapet SMP tho kowe. Rugi kamu belajar serius. Tuh teman-temanmu yang punya NEM 15, 19, 21 sudah pasti diterima di SMP negeri... "

Oohh, cen orang dewasa nggapleki. Begitu dia berlalu, anakku yang punya NEM 26 koma sekian pun bilang padaku, "Bunda sih, dulu nyuruh-nyuruh aku blajar keras."

Saat itu anakku belum bisa mendaftar sebab dia pakai jalur regular. Jadwal pendaftarannya paling akhir, setelah jalur KMS, jalur zonasi murni, dan jalur prestasi.

Kujawab, "Bagaimanapun orang yang belajar keras tak bakalan rugi. Tapi Bunda yakin, kamu masih bisa masuk negeri meskipun mungkin bukan negeri yang pilihan pertama."

Tapi anakku saat itu ys susah menerima jawabanku. Maklumlah. Ituangannya masih anak-anak. Apa boleh buat?

Jadiii ....

Inti komentar panjangku ini, cen nggapleki tetanggaku tersebut. Membunuh semangat belajar bocah. Huft!

Jumat, 14 Juni 2019

Aku menulis Maka Aku Ada

26 komentar
pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak kan kurelakan sendiri
("Pada Suatu Hari Nanti", Sapardi Djoko Damono)

KELAK kita bakalan mati. Jasad kita akan binasa. Lenyap dari muka bumi. Terurai menjadi tanah. Seiring waktu berlalu, secara alamiah kita menjadi terlupakan oleh mereka yang masih hidup. Mungkin hanya sesekali ingatan mereka kepada kita (semasa hidup) menyeruak. Itu pun terbatas di kalangan keluarga dan orang-orang yang sempat mengenal kita. 

Namun, lain halnya jika kita menulis. Dengan menulis, sekalipun jasad kita telah menyatu dengan tanah, kita bisa mengabadi dalam ingatan orang-orang. Baik orang-orang yang kenal dengan kita secara pribadi maupun yang sebatas tahu karya (tulisan) kita. Iya. Tulisan-tulisan kita akan setia menemani mereka yang masih hidup. Sebagaimana yang disampaikan secara indah oleh Sapardi Djoko Damono, pada penggalan puisi di atas.

Dalam genre yang berbeda, Pramoedya Ananta Toer juga menyatakan hal serupa. Menurut Pram, menulis adalah kerja untuk keabadian. Selengkapnya begini, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." 

Itulah sebabnya Pram menaruh respek khusus pada Kartini. Bahkan, suatu ketika Pram menulis begini untuk Kartini, "Tahukah kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu tak 'kan padam ditelan angin, akan abadi sampai jauh, jauh di kemudian hari."

Buktinya, Kartini menjadi tokoh perempuan paling eksis jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh perempuan lainnya. Yup! Sebab Kartini menulis, yang kemudian tulisan-tulisannya itu menjadi semacam monumen  untuk mengingatnya. Dan lebih dari itu, jejak perjuangannya jadi mudah terlacak sebab ada bukti autentiknya.

Pernyataan dari kedua maestro itu sungguh mengesankanku. Membuatku kian sadar bahwa menulis memang penting. Terlebih aku tahu bahwa aku cukup punya "sesuatu" yang layak untuk dibagikan. Maaf. Ini bukan sebuah pernyataan kesombongan lho, ya. Sekadar upaya untuk tahu diri saja.

Alhasil, aku pun terinspirasi untuk rajin menulis. Dalam media apa saja, baik daring maupun luring. Apalagi seiring perjalanan waktu, aku bertemu kawan-kawan baru. Dan, salah satu dari mereka mengatakan, "Tulisan bisa membawa kita ke surga. Bila kita meniatkannya untuk beribadah, memulai menulis dengan doa semata-mata kepada-Nya."

Wow! Luar biasa. Iming-iming surga pastinya membuatku kian termotivasi untuk menulis, dong. Hingga .... 

Di sinilah aku sekarang. Meskipun belum menjadi penulis kondang sejagad raya, sudah lumayan banyaklah pencapaianku di dunia kepenulisan. Belum maksimal memang. Namun setidaknya, aku telah memulai eksistensiku sebagai penulis. Iya, iya. Karena tulisankulah aku merasa sedikit berfaedah untuk sesama. Merasa punya harga diri di hadapan kawan-kawan semasa sekolah dulu, bilamana kami sedang bereuni. Haha!

Namun tentunya, ada hal khusus yang kulakukan untuk bisa eksis dengan tulisan. Hal khusus apa? Yakni meluangkan banyak waktu untuk membaca dan berlatih menulis. Yang kelihatannya mudah dilakukan, tapi pada praktiknya bisa terasa amat membosankan. Terlebih bila mengingat bahwa acap kali honornya tak seberapa. 

Nah, nah. Kalau semangat mulai kendur begitu, cepat-cepatlah aku mengucapkan mantra, "Aku menulis maka aku ada." Berulang kali. Sampai termotivasi penuh kembali.


N.B.
Tulisan ini telah tayang di website GNFI "Aku Menulis Maka Aku Ada" untuk diikutkan lomba menulis dalam rangka ultah ke-9 IIDN. 




Selasa, 11 Juni 2019

Sisi Depan Kantor Gubernur DIY

4 komentar
AKU tak ingat pasti, kapan tepatnya Kantor Gubernur DIY berubah akses masuk resmi. Akses yang semula dari barat (Jalan Malioboro), sekarang menjadi akses dari selatan (Jalan Suryatmajan). Kalau menurut perkiraanku, berdasarkan ingatanku yang acap kali maju mundur galau, belum ada dua tahun berubahnya. 

Ah! Tak pentinglah itu kapannya. Yang jauh lebih penting, perubahan akses masuk resmi tersebut sukses menyenangkan banyak orang. Terkhusus warga DIY sepertiku. Hmm. Maksudnya sepertiku adalah ... warga yang gemar berfoto ria di mana pun asalkan ada lokasi yang menarik. Haha! 

Iya, lho. Akses masuk resmi ke kompleks Kantor Gubernur DIY kini makin keren. Lebih representatif daripada sebelumnya. Selain itu (yang lebih penting bagi kaum swafoto mania), lebih instagramable. Maka tak mengherankan, kawasan situ menjadi idola baru kaum wisatawan. 


Halaman rumputnya sedang dibenahi agar kelak makin cantik

Trotoarnya sama keren dengan trotoar di Jalan Maliobpro

Yang paling keren, kawasan situ lumayan syahdu untuk dijadikan sebagai lokasi berburu senja. Eh! Berburu matahari terbit juga, sih. Namun sayang sekali, aku belum berkesempatan mereguk nuansa senja secara langsung di situ. Baru bisa menikmatinya dari hasil jepretan kawan-kawan.

Yeah .... Apa boleh buat? Hingga detik ini, aku sempat ke situnya selalu saat pagi jelang siang. Tak mengapa. Kukira ini soal waktu belaka. Aku percaya, suatu saat nanti Insya Allah aku bakalan bisa menikmati rekahan pagi dan senja di situ. *Optimis. Pikiran Positif* 



Warga yang berpose di depan papan nama kantor gubernurnya

O, ya. Perubahan akses masuk resmi ke kompleks Kepatihan a.k.a. Kantor Gubernur DIY tak sekadar perkara perpindahan pintu gerbang, lho. Ketahuilah, duhai kawan-kawanku. Ada hal yang jauh lebih bermakna dari itu. Yakni meningkatnya kemudahan dan kenyamanan para tamu yang hendak berkunjung ke kantor tersebut.

Mengapa menjadi lebih mudah dan nyaman? Sebab tak perlu lagi melewati Jalan Malioboro nan padat-padat merayap. Bisa langsung menuju TKP dari arah timur (Jalan Mataram). Selain itu, kesan berwibawa alias repesentatif sebagai tempat kerja seorang kepala daerah tingkat I istimewa pun lebih terpancar. Sesuai dengan harapan Sultan HB X selaku Gubernur DIY.

Hmm. Bagaimana menurut kalian? Tjakep enggak poseku itu? Haha!

MORAL CERITA:
Rajin-rajinlah untuk berswafoto di berbagai lokasi penting di kotamu.

Alamat Kantor Gubernur DIY (Kepatihan):
Jalan  Malioboro 16, Suryatmajan, Danurejan, Yogyakarta

Ancer-ancere iki, lho ....
- Seberang Matahari Departement Store (bukan yang di Malioboro Mall, ya)
- Ujung utara (pertigaan) Kampung Ketandan








Jumat, 07 Juni 2019

Shalat Idulfitriku Tahun Ini

20 komentar
RASANYA aku selalu punya cerita pada tiap Idulfitri. Tentu tak melulu cerita tentang mudik dan ketupat. Demikian pula, tak selalu cerita beraroma sukaria.

Jangan lupa. Idulfitri adalah salah satu perkara penting dalam hidup. Sementara dalam hidup ada aneka rupa peristiwa dan rasa. Alhasil cerita Idulfitriku pun bernuansa senang, sedih, dan gabungan keduanya.

Lalu, apa cerita Idulfitriku tahun ini? Hmm. Apa, ya? Seperti biasa, sebenarnya ada beberapa. Namun dalam tulisan ini, aku putuskan untuk menceritakan tentang seremonial shalatnya saja. Yang Alhamdulillah, sejak awal shalat hingga akhir khotbah lancar jaya.

Yeah .... Walaupun isi khotbahnya lumayan bikin aku mengeluh, sih. Haha! *khotbahnya bernuansa politik praktis*

Ah, sudahlah. Anggap saja sang khatib belum bisa move on dari pilpres. Mau bagaimana lagi? Masak harus bangkit dari duduk, kemudian pulang? 'Ntar bubar dong, rangkaian ibadah shalat Idulfitriku. Ya sudahlah. Jamaah mengalah. Hehehe ....

Menurutku, yang paling menarik justru dua pengumuman yang disampaikan sebelum shalat Idulfitri dimulai. Pengumuman pertama, "Jamaah yang punya anggota keluarga tuna rungu dipersilakan mengambil posisi dekat ringin kurung. Di situ telah disediakan alat khusus supaya si tuna rungu bisa menangkap isi khotbah Idulfitri."

Subhanallah. Alhamdulillah. Tahun lalu tak ada pengumuman seperti ini. Semoga tahun depan dan tahun-tahun berikutnya akan selalu ada. 

Pengumuman berikutnya, "Jamaah yang memakai koran sebagai alas shalat dimohon mengumpulkan koran bekasnya di pinggir lapangan. Atau, di tempat-tempat yang telah disediakan."

Tahun lalu ada pengumuman begitu. Semoga sampai kapan pun akan selalu ada. Kedengarannya mungkin sepele. Cuma imbauan untuk membuang sampah pada tempatnya.

Namun, jangan salah. Buang sampah pada tempatnya itu susah, lho. Buktinya masih banyak yang bandel. Yang tidak patuh imbauan. Padahal, tidak buang sampah sembarangan adalah sikap yang keren. 


Mereka dan koran bekas

Koran bekas di bibir trotoar 


Untunglah tak ada imbauan untuk mengumpulkan potongan kertas bekas petasan. Andaikata ada, wuahduuuh.... Seingatku, tahun lalu kertas bekas petasan tak sebanyak itu. Entahlah apa yang menjadi penyebab bertambahnya. Mungkin sebab jumlah penyulut petasannya bertambah. Atau, sebab daya beli petasan tiap penyulutnya meningkat. Dahulunya hanya mampu beli satu, sekarang mampu beli tiga. 



Sampah petasan alias sisa mercon



Demikianlah cerita Idulfitriku kali ini. Semoga berguna dan bisa menginspirasi kalian. Apa pun bentuk dari inspirasinya. Sebagai pelengkap, kalian bisa pula membaca tulisan lamaku ini  "Sampah Idulfitri".


MORAL CERITA:
Dalam tiap momen apa pun selalu ada cerita yang bisa ditulis. 




Selasa, 04 Juni 2019

Aku Belanja Lebaran?

0 komentar
BERMULA dari sebuah kejenuhan, kuputuskan untuk pergi ke suatu tempat. Katakanlah, aku pergi demi membunuh jenuh. Untuk membuang perasaan-perasaan sumpek yang mulai mengintimidasi jiwa. 

Yeah! Kalian wajib tahu bahwa selama Ramadan, aku memang tak pernah keluar kampung. Bukan karena fokus beribadah lho, ya. Hanya saja  .... Aku lemas kurang cairan kalau keluyuran ke sana kemari saat berpuasa. Hahaha!

Jadi mau tak mau, pemandangan yang itu-itu saja yang kujumpai. Orangnya juga yang itu-itu saja. Pak RW, Bu RW, dan para tetangga lainnya. O, iya .... Kadangkala sebagai selingan, aku juga berpapasan dengan Pak Sampah dan Pak Pos.  

Lalu, tempat apa yang beruntung kusambangi itu? Tak lain dan tak bukan, yang kusambangi adalah sebuah pusat perbelanjaan modern. Yakni Mirota Kampus. Tepatnya cabang yang dekat UGM. Jadi, lokasinya jauh dari tempat tinggalku. 

Apa yang kulakukan di pusat perbelanjaan? Lho, kok masih ditanya? Sudah pasti mengamati orang-orang yang lalu lalang belanja, dong. Namun supaya tak kelihatan terlalu songong, aku pun "terpaksa" belanja beberapa item.





Entah mengapa aku merasa senang melihat antusiasme mereka dalam berbelanja. Baik yang datang serombongan, sekeluarga, maupun yang berdua saja dengan pasangannya. Bahkan, rasa senangku tak berkurang ketika antre lama sekali di kasir.

Hmm. Mungkin kesabaranku itu timbul dari keyakinan bahwa rakyat  Indonesia banyak yang kaya. Alhamdulillah. Buktinya semua yang kulihat berbelanja besar-besaran. Iya sih, dalam rangka memenuhi kebutuhan berlebaran. Akan tetapi bila tak berduit, tentunya tak bakalan bisa belanja banyak. Iya 'kan? Mari berpikir positif saja.





Perbandingannya tak usah jauh-jauh. Silakan cermati saja isi keranjang biru di atas. Itu belanjaanku.  Sangat mencolok 'kan bedanya? Hmm. Mengapa belanjaanku sedikit? Sebab kebutuhan dan isi dompetku memang sedang sedikit. Nah, lho. Berarti yang sobat missqueen malah aku toh? Haha!

Sudahlah. Kuakhiri saja tulisanku ini. Bila kalian menganggapnya tidak berfaedah, abaikanlah! Lupakan bahwa kalian telah membacanya. Haha! Mana bisa, ya? Kalian telanjur tahu isi tulisannya. Hehehe ....

MORAL CERITA:
Jangan pesimis dengan kondisi masyarakat. Masih banyak yang kaya raya, kok.



 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template