Selasa, 26 Februari 2019

Piknik Undercover di Jogja

84 komentar
TULISAN ini terinspirasi dari tanggapan dan pertanyaan teman-temanku. Baik teman dunia maya maupun dunia nyata. Baik yang dekat maupun yang jauh. Baik yang cakep maupun yang cakep banget. Baik melalui pesan WA, komentar di postingan medsos, maupun inboks FB. 

Begitulah adanya. Gara-gara melihat unggahan foto-fotoku di medsos, mereka terprovokasi. Lalu bertanya dan menuduh, "Tiiin. Kamu kok piknik tiap hari? Enak betul hidupmu. Bersenang-senang terus? Ngabisin duit, hura-hura melulu."   



Masjid Sulthoni di kompleks Kepatihan (mejeng setelah nunut shalat)


Halaman Museum Benteng Vredeburg (numpang narsis usai kopdaran di Titik  Nol)


Astaga, my friends! Percayalah. Aku tidak sehedonis yang kalian pikir, lho.  Kalau soal piknik tiap hari, itu hoaks yang kalian ciptakan sendiri. Aku hanya korban dari pemikiran sadis kalian. Haha! 

Faktanya, foto-foto yang kuunggah  tidak murni dibuat dalam rangka berpiknik. Lokasi berfotonya kadangkala memang merupakan destinasi wisata. Tapi sebenarnya, aku tidak selalu sedang berwisata. 

Biasalah. Sebetulnya sekadar lewat, eh, nemu spot instagramable. Ya sudah. Berhenti untuk cekrak-cekrek dulu. Nahan malu 'dikit demi bergaya di depan kamera, apa salahnya? Sejenak berpura-pura jadi wisatawan dari kota sebelah, apa salahnya? Hihihi ....



Narsis di kampung sebelah (Ketandan dan kampungku tergabung dalam satu kelurahan)

*Ngomong-ngomong kalau ingin tahu lebih detil tentang Ketandan, bisa dibaca di Kampung Ketandan Yogyakarta, ya*

Sekali lagi, percayalah. Percayalah bahwa aku ini tak beda dengan kalian. Kehidupanku idem ditto dengan orang kebanyakan. Tak melulu berisi agenda piknik dan hura-hura. Hanya saja, saat ini aku sedikit lebih beruntung daripada kalian. 

Iya. Sudah dua tahun ini aku tinggal di seputaran Titik Nol Jogja. Jadi ke mana pun hendak pergi, aku melewati rute yang selalu dipadati kaum wisatawan. Sudah begitu, acap kali jiwa narsisku menyeruak tiba-tiba sehingga langsung cekrak-cekrek. Otomatis terkesan berpiknik sepanjang waktu 'kan?



Aku hanya menemani dua kawan yang ingin banget berpose di onde-onde marmer


Aku hanya menemani mereka berpose, lho (depan Gedung Agung)


Baiklah. Tak mengapa bila itu pun dianggap berpiknik. Tapi boleh dooong, kalau kusebut sebagai Piknik Undercover. Yakni semacam piknik tipis-tipis dan tak terencanakan, yang lokasinya kadangkala nyempil di pojokan Jogja. 

Maka wajar kalau wisatawan pada umumnya tidak ngeh dengan lokasi tersebut. Apalagi aku suka memilih rute yang tak biasa. Yang jarang (bahkan mungkin tak pernah) terjamah oleh wisatawan. Jadi kesannya, aku piknik teruuus. 

Sebagai contoh, dua foto berikut kuambil saat berangkat ke alun-alun kidul (alkid). Karena berjalan kaki, aku menghemat tenaga dengan mencari jalan pintas. Menyusuri gang-gang sempit yang ternyata manis-manis muralnya. Pokoknya menggoda hasrat untuk memotretnya, deh. 


Tembok rumah warga dan pagar penuh mural cantik


Poseku jadi nanggung sebab mendadak si empunya rumah bermural ini membuka pintu


Ketika pulang dari alkid, aku mengambil jalan pintas yang berbeda. Yang ternyata sensasinya juga berbeda. Haha! Iya, lho. Kalau saat berangkat menemukan mural, saat pulangnya menemukan patung raksasa usang. Nyaris rusak karena memang dibuat dari bahan yang tak tahan hujan dan panas.

O, ya. Tembok-tembok yang kulalui sepanjang perjalanan pulang tak bermural. Wajarlah. Tembok-tembok itu 'kan bagian dari Pemandian Tamansari dan Sumur Gumuling. Bukan tembok sembarangan. Mana mungkin dibubuhi mural? Tapi ada satu sisi, yang sepertinya memang bukan bagian dari tembok bersejarah, dipenuhi dedaunan dengan bunga warna kuning.


Untuk menuju rumah, aku harus memasuki  salah satu ruangan dekat Sumur Gumuling dulu


Menyamar sebagai wisatawan, padahal pulang dari lari pagi



Patung raksasa yang mulai rusak sebab tertimpa hujan dan panas


O, ya. Faktor sepatu mungkin ikut jadi penyebab. Yang menyebabkan aku terkesan piknik, padahal sesungguhnya cuma berfoto di RW sebelah. Ada apa dengan sepatu? Hmm. Begini, lho.  Bukankah kita sebagai orang Indonesia sama-sama mafhum, kalau sepatu pada umumnya dipakai saat bepergian jauh? Atau ketika hendak berurusan dengan instansi resmi?  

Sementara aku gemar bersepatu ke mana pun. Meskipun cuma hendak membeli pulsa, aku lebih suka bersepatu. Tak jadi soal walaupun toko pulsanya dekat. Di depan gang menuju rumah saja. Haha! 

Bukan apa-apa, sih. Alasanku demi kepraktisan belaka. Dengan bersepatu, aku merasa aman dan nyaman. Andaikata di jalan bersua seorang kawan dan mengajakku pergi, aku tak perlu pulang ganti sepatu. Kalaupun sekadar diajak foto bersama, jadinya 'kan cakep.  



Meskipun bersepatu rapi, sebenarnya ini hendak belanja saja


Pada hari yang lain, aku tergoda untuk mengabadikan kebun dan kafe yang asri ini. Lokasinya mudah dicari, kok. Yakni di belakang panggung Plaza Ngasem. Yoiii, betul banget. Plaza Ngasem itu di bagian belakang Pasar Ngasem. Yang dulunya merupakan pasar burung terkenal. Tapi kini pasar burungnya pindah. Pasar Ngasem pun menjadi pasar biasa dan pusat kulineran mini.



Kebun buah dan sayur milik kampung setempat


Sebuah kafe yang asri di belakang Plaza Ngasem


Panggung Plaza Ngasem yang biasa dipakai untuk acara-acara budaya

*Kalau ingin tahu lebih detil tentang Plaza Ngasem bisa membacanya di tulisanku yang terdahulu ini, Sebuah Tempat Bernama Plaza Ngasem*
 

Berswafoto dulu sembari rehat melepas penat sehabis belanja di Pasar Ngasem


Demikian ceritaku tentang piknik undercover di Jogja. Apakah kalian tertarik untuk melakukannya juga? Ayolah tertarik saja. Murah meriah dan menyehatkan, kok. Hehehe .... Menyehatkan sebab mesti berjalan kaki. Itung-itung sebagai pengganti lari pagi demi membakar lemak tubuh.

Ngomong-ngomong, kalau ingin tahu destinasi Piknik Undercover yang lain bisa dibaca pula tulisanku yang ini Bagiku, Jogja Itu Piknik. Oke?


MORAL CERITA: 
Kalau berwisata ke Jogja jangan hanya mengunjungi destinasi wisata yang mainstream, ya.







Jumat, 22 Februari 2019

Ayo Sertifikasikan Kehalalan Produkmu

23 komentar
SIANG tadi akhirnya aku menyambangi Jogja Halal Food Expo 2019. Terpaksa sendirian sebab kemarin sore, kawan-kawanku sudah ke situ. Apa boleh buat? Aku ketinggalan rombongan. Maka mau tak mau, hari ini aku terpaksa pergi sendiri.

Pintu masuk ke pameran


Sebegitu pentingkah acara yang berlangsung dari 20-24 Februari 2019 itu? Oh, pasti. Pasti sangat penting bagiku. Bagi kalian juga. Bagi siapa saja. Terkhusus bagi yang muslim. Jogja Halal Food Expo gitu, lho. Pasti terkait erat dengan makanan-makanan halal. Yang tentunya sangat dekat dengan hidup keseharian kita. 

Dan kuduga, di acara tersebut aku bakalan memperoleh aneka informasi seputar makanan halal. Tentu sekalian membeli makanan-makanan halal yang dijual di situ. Nah, lho. Berarti berfaedah sekali 'kan? Jadi, aku bertekad kuat untuk mengunjunginya. 

Talk Show Sertifikasi Halal

Singkat cerita aku tiba di JEC, Jogja Expo Center, kurang lebih pukul 13.30 WIB. Dengan sedikit digelayuti kehampaan sebab tiada berkawan, aku melihat-lihat stan peserta pameran. Belum juga menemukan stan yang menarik minat, pandangan mataku sudah terbentur sesuatu. Yakni kesibukan sekelompok orang di panggung. Kelihatannya mereka sedang menata meja kursi untuk sebuah acara. 

Daripada kepo tiada ujung, aku kemudian bertanya kepada seseorang, "Mau ada acara ya, Bu?" 

Ibu yang kutanya menjawab, "Iya. Jam dua ini. Sebentar lagi. Talk show tentang sertifikasi halal." 

"Bayar? Daftarnya di mana?" 

Ibu itu menjawab, "Gratis. Langsung ikut saja." 

Demi mendengar jawaban itu, aku mengurungkan niat untuk berkeliling stan. Kutunda dulu keliling-kelilingnya. Rencanaku setelah talk show usai, baru lanjut. 

Berswafoto sebelum acara dimulai

Para narasumber beraksi


Beruntunglah aku bisa hadir di acara tersebut. Bahkan, untungnya banyak. Betapa tidak? Aku menjadi tahu tentang arti dan tatacara mendapatkan sertifikat halal bagi sebuah produk. Dan sedihnya, menjadi tahu pula bahwa baru sedikit pelaku usaha yang punya sertifikat halal untuk produknya. Konon dari sekian ratus ribu UKM kelompok makanan, baru sedikit yang punya sertifikat halal. Huft! Memprihatinkan sekali. 

Padahal, mayoritas konsumen Indonesia adalah muslim. Para pelaku usahanya sendiri juga mayoritas muslim. Sosialisasi pada mereka pun telah sering dilakukan. Tapi apa boleh buat? Konsumen Indonesia rata-rata kurang peduli dengan status kehalalan produk yang dikonsumsi. Jadinya ya para pelaku usaha kurang antusias untuk melakukan sertifikasi produk mereka.

Meskipun pemerintah telah berdaya upaya agar para pelaku usaha mengurus sertifikasi halal, konsumen yang kurang peduli lebih berpengaruh. Padahal, ada banyak manfaat dari sertifikasi halal. Di antaranya (1) menambah nilai jual produk, (2) memperluas pasar hingga mancanegara, (3) memperbesar omzet penjualan.

Sekali lagi, apa boleh buat? Para pelaku usaha mesti disadarkan tentang esensi halal. Dengan demikian, mereka dapat bersegera melakukan sertifikasi halal atas produk mereka. Imbauan ini termasuk ditujukan kepada kalian, ya. Siapa tahu kalian pelaku usaha yang juga belum melakukan sertifikasi halal?

Demikian oleh-oleh ilmu yang kudapat dari Jogja Halal Food Expo 2019. Yang narasumbernya dari Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta (yang kantornya sekompleks dengan markas PLUT-KUMKM DI Yogyakarta), MUI DIY, dan Fania Food. Adapun oleh-oleh yang kubawa pulang adalah tahu bakso dan Bakpia Obong.
 

Penampakan sebagian stan peserta

Tahu bakso yang kubeli


Bakpia Obong yang kubeli




Selasa, 19 Februari 2019

Berwisata di Bakso Klenger Ratu Sari 2

34 komentar


HALO Sobat Pikiran Positif ....

Kalian penyuka bakso? Kalau iya, cocok sekali membaca postingan ini. Dijamin bakalan terbakso-bakso, deh. Yang belum pernah mencicipi bakso klenger pasti akan penasaran. Sementara yang sudah pernah, bakalan rindu untuk mencicipinya lagi. 

Iya, lho. Bakso Klenger Ratu Sari 2 memang patut dirindukan. Baik dirindukan baksonya maupun situasi dan kondisi warungnya.

Hmm. Ada apa dengan warungnya? Situasi dan kondisinya bagaimana? Kok sampai patut dirindukan? Daripada kepo berlama-lama, yuk segera saja tuntaskan baca postingan ini. 

Baksonya Bikin Klenger

Bakso Klenger Ratu Sari 2 memang betul-betul bikin klenger (pingsan). Tentu maksudnya tidak pingsan tak sadarkan diri, ya. Tapi dalam arti kenyang dan puas bangeeet. Apalagi kalau kita memilih menu klenger. Terkhusus yang baksonya lebih besar daripada bola voli.


Contoh ukuran bakso yang dijual  


Aku yakin. Sedoyan-doyannya bakso, aku tetap menyerah kalau dipaksa menghabiskan bakso sebesar itu. Jangankan yang sebesar bola voli. Yang ukurannya seperempat bola voli saja sudah membuatku kekenyangan. 

Bahkan di tengah sesi makan, aku rehat dulu. Buka-buka akun medsos dulu sekian menit. Setelah merasa mampu melanjutkan makan, barulah aku kembali melahapnya.



Seporsi bakso klenger 

Seporsi kencang alias bakso klenger (berisi) daging cincang


O, ya. Aku mencicipi bakso seperempat bola voli di Bakso Klenger Ratu Sari. Bukan di Bakso Klenger Ratu Sari 2. Tapi sama saja, kok. Kedua warung bakso tersebut berkerabat.

Menu-menunya sama persis. Model buku menunya sama. Hanya beda di tulisan pada sampul depannya. Yakni ada penambahan angka 2 untuk buku menu Bakso Klenger Ratu Sari 2.


Buku Menu Bakso Klenger Ratu Sari 2

Buku Menu Bakso Klenger Ratu Sari 


Pernak-pernik kedua warung senada. Selain menyediakan kursi, keduanya pun sama-sama memfasilitasi pelanggan yang ingin lesehan. Perbedaan mencoloknya terdapat pada luas warung dan luas tempat parkir.

Maka tatkala berkesempatan jajan di Bakso Klenger Ratu Sari 2, aku tak memilih menu klenger. Yang kupilih bakso petir. Yang kupikir lebih kecil porsinya sebab lebih murah harganya.


Seporsi bakso petir

Tiap butirnya berisi cincangan daging dan cabai rawit


Ketika pesanan kuterima, pikiranku terbukti benar. Memang lebih kecil porsinya daripada bakso klenger. Tapi sedikit saja lebih kecilnya. Wajarlah. Selisih harganya 'kan cuma Rp5.000,00. Dengan kata lain,  masih sama-sama bikin klenger.

Lihatlah penampakan seporsi bakso petir pada dua foto di atas. Bukankah auranya memang mengenyangkan? Terdiri atas tiga butir bakso petir plus bahan-bahan pelengkap. Yakni mi putih, mi kuning, irisan sawi hijau, dan sekeping pangsit goreng. Terbayang kenyangnya 'kan?

Apalagi masing-masing bakso petir berukuran lumayan besar. Kira-kira sedikit lebih besar daripada bola pingpong. Yang di dalamnya ada cincangan daging sapi dan cabai rawit.

Mohon diingat-ingat, ya. Ada cincangan cabai rawit di dalam tiap butir bakso petir. Jadi, perlu dipertimbangkan lagi jika kalian hendak membubuhkan sambal. Pokoknya jangan bernasib sepertiku. Terpaksa megap-megap kepedasan sebab lupa kalau butiran baksonya sudah pedas.

Minuman

Minuman yang tersedia di Bakso Klenger Ratu Sari 2 cukup bervariasi. Tapi jenisnya standar. Tidak ada minuman spesial yang menjadi ciri khasnya. Antara lain teh, lemon tea, milo, kopi, kopi susu, dan jahe susu. Yang masing-masing bisa dipesan dalam versi dingin maupun panas.

Citarasa minuman-minuman tersebut juga standar. Biasa-biasa saja. Bahkan menurutku, es teh di angkringan kampung jauh lebih berkarakter daripada es teh di situ. Tapi tak jadi soal. Bukankah komoditi utamanya bakso? Minuman sekadar pelengkap 'kan?

Harga 

Bagaimana dengan harga? Menurutku, harga menu-menu di Bakso Klenger Ratu Sari 2 (juga warung yang satunya) biasa saja. Standar. Tidak mahal sekaligus tidak murah. Sesuai dengan kondisi bakso dan warungnya. Supaya lebih jelas, silakan cermati daftar harga berikut ini. 

O, ya. Harga untuk menu nonklenger sedikit lebih murah. Wajarlah. Ukuran porsinya juga sedikit lebih kecil, kok. Sebagai contoh, seporsi bakso klenger dibandrol Rp30.000,00. Sementara bakso petirnya per porsi Rp25.000,00. Yeah, istilahnya ada harga ada rupa.


Daftar harga menu klenger



Situasi dan Kondisi Warung 

Sebetulnya Bakso Klenger Ratu Sari 2 tidak cocok disebut warung. Berdasarkan luas serta desain interior dan eksteriornya, rasanya lebih cocok kalau disebut restoran. Tepatnya restoran kebun. Sebab selain menyediakan meja kursi seperti warung bakso pada umumnya, tersedia pula saung-saung di antara hijaunya pepohonan.

Saung-saungnya artistik, lho. Penuh ornamen kayu nan indah. Demikian pula properti yang tersebar di seantero warung. Baik yang terletak di dekat kasir, di antara dedaunan hijau, maupun di dalam dan di luar mushola. Wow! Rasanya tak ada yang  tak menarik. Daripada penasaran berlarut-larut, silakan nikmati saja foto-foto berikut.

Sofa kayu yang sandarannya bertuliskan "Bakso Klenger Ratu Sari"



Saung-saung artistik untuk lesehan


Kolam ikan di bawah mushola



Selain baksonya, hal lain yang paling kusuka dari Bakso Klenger Ratu Sari 2 adalah musholanya. Yup! Sungguh keren musholanya. Teduh, unik,  artistik, dan terawat. Pokoknya aku merasa bahagia berlama-lama di dalamnya. Mukena yang tersedia di situ juga bersih wangi. Berdasarkan kondisi musholanya pula, aku merekomendasikan Bakso Klenger Ratu Sari 2 pada kalian.

Sungguh. Tempat ini kondusif dijadikan sebagai tempat nongkrong tanpa melalaikan ibadah. Memang ada banyak tempat makan yang dilengkapi dengan mushola. Tapi sejauh pengalamanku, yang betul-betul terawat hingga ke mukena-mukenanya lumayan sedikit. Apalagi yang seartistik mushola Bakso Klenger Ratu Sari 2.


Pemandangan yang kutangkap dari dalam mushola


Bagi kalian yang berjilbab tak usah khawatir. Tempat berwudu pria dan wanita terpisah, kok. Tempat wudu pria di area terbuka. Sementara tempat wudu wanita di area tertutup dan dilengkapi dengan cermin. Keren 'kan? 


Kawanku bergaya di pintu masuk area wudu wanita


Jangan khawatir soal alas kaki ketika hendak berwudu. Andaikata kalian bersepatu, gantilah dulu dengan bakiak sebelum berwudu. Daripada sepatu kalian basah. Tak usah pula rebutan bakiak dengan teman. Di situ tersedia beberapa bakiak, kok. Tahu bakiak? Iya, benar. Sandal kayu yang fenomenal itu. Hehehe  .... 


Jendela mushola yang ke arah kiblat


Pemandangan yang tampak dari jendela yang ke arah kiblat


Sampai di sini, kalian pasti sudah bisa membayangkan keasrian Bakso Klenger Ratu Sari 2. Mulai dari tempat parkir, tempat duduk pengunjung, hingga musholanya. Pokoknya tak usah cemas soal semilir angin kalau di situ. Lokasinya bersanding dengan sawah dan penuh tanaman 'kan?


Gebyok pembatas antara tempat shalat pria dan wanita


Pahatan sebuah lambang istimewa ....


Atap mushola


Semacam lorong di antara mushola dan ruang utama warung


Mukena-mukena yang bersih dan harum


Tatkala berada di mushola, aku baru sadar kalau ada saung yang bertingkat. Letaknya bersisian dengan area wudu wanita. Sebenarnya aku penasaran dengan kondisi di dalamnya. Tapi enggak mungkin dong, aku ugal-ugalan ke situ. Lha wong di bawahnya ada sekelompok bapak dan ibu sedang makan bakso. 



Saung bertingkat


Pada akhirnya, mari kita pulang. Haha!  Dan lihatlah, betapa ceria dinding-dinding kayu di sekitar area parkir. Yang kuduga, berdasarkan pengamatanku, merupakan susunan bekas jendela dan pintu kayu. Kreatif, ya?  


Warna-warni area parkir


Demikian kisahku selama jajan di Bakso Klenger Ratu Sari 2. Satu kataku untuk warung bakso ini, "Mengesankan!" Maka tak sia-sia aku menempuh perjalanan heroik, hanya untuk menikmati seporsi bakso petir.  Dari seputaran Titik Nol Jogja ke daerah Nologaten (seputaran Ambarukmo Plaza) itu jauh, lho.

Tips

(1) Sebaiknya datang sekitar pukul 11.00 WIB, ketika warung baru buka, sehingga bisa leluasa berswafoto di seantero spot instagramable;
(2) Jangan sarapan sebelum jajan di Bakso Klenger Ratu Sari mana pun. Tujuannya agar tak kekenyangan.

MORAL CERITA:
Bakso pun bisa menjadi inspirasi untuk menyusun sebuah tulisan sepanjang ini. Haha!


IG @baksoklenger






Sabtu, 16 Februari 2019

Inspirasi dari EXPO UKM Istimewa 2019

20 komentar


Jauh-jauh hari saya sudah tahu kalau akan ada EXPO UKM Istimewa 2019. Yang berlangsungnya tanggal 14-16 Februari. Karena lokasinya mudah dijangkau, yaitu di halaman kantor Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta, saya bertekad untuk mendatanginya. Biasalah. Saya memang selalu bersemangat untuk mendatangi acara-acara serupa itu. Bisa untuk "berwisata" sekaligus menambah pengalaman dan pengetahuan 'kan? 

Terlebih di EXPO UKM Istimewa 2019 itu tak sekadar ada bazaar. Beberapa seminar, workshop, dan talkshow pun melengkapinya. Alhasil sejak hari pertama hingga hari terakhir, kita bisa menimba banyak ilmu terkait dunia bisnis. Pokoknya "daging" semua deh, yang bisa kita peroleh. Ada Seminar Menjadi Entrepreneur Itu Asik, Talkshow Pintar Literasi Keuangan Bersama Jurnal.id, Workshop Foto Produk, Seminar Pintar Menangkap Peluang Bisnis Repackaging bareng Dikemas.com & RPX Logistic, Talkshow Naik Kelas Bersama UMKMJogja.id, Talkshow  Pintar Mengelola Keuangan untuk UMKM, dan Workshop Cara Membuat Content Writing yang Menjual bareng Gapura Digital. 

Tema-tema yang ditawarkan memang menarik. Baik yang berupa seminar, talkshow, maupun workshop sama-sama berpotensi menggoda iman. Terutama bagi orang-orang yang sedang ingin belajar berwirausaha. Salah seorang di antaranya ya saya ini. Hehehe .... 

Tapi hidup itu pilihan dan prioritas 'kan? Maka saya memilih yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadi. Setelah melalui beberapa pertimbangan, saya memutuskan ikut Talkshow Pintar Literasi Keuangan Bersama Jurnal.id. Yang pelaksanaannya dijadwalkan pada hari pertama, 14 Februari 2019, pukul 10.00 WIB.

Namun sayang sekali, hingga H-1 acara saya disergap galau. Kok tidak ada pesan WA/SMS dari panitia EXPO UKM, ya? Pendaftaran saya tempo hari diterima atau tidak, ya? Kalau kuota peserta habis dan saya tidak bisa ikut, mengapa tak ada pemberitahuan? Kalau saya masih bisa ikut, mengapa pula tidak ada respons dari panitia?

Saya kemudian menghubungi seorang teman yang sama-sama mendaftar. Ternyata dia juga senasib dengan saya. Akhirnya kami sepakat untuk langsung datang saja ke acara meskipun tanpa kepastian. Nekad. Siapa tahu tetap boleh ikut walaupun sebagai peserta gelap?

Keesokan paginya kami betul-betul datang. Betapa senang hati kami. Ternyata di situ hadir pula tiga teman kami. Tapi mereka hendak ikut seminar entrepreneur. Bukan talkshow keuangan seperti kami. Baiklah. Tak jadi soal. Yang penting sebelum menuju ruang masing-masing, kami sudah ramai-ramai berkeliling bazaar. Tentu tak lupa untuk berswafoto bersama di depan banner idola. Pokoknya sembari menunggu acara dimulai, yang rupanya tidak begitu tepat waktu, kami cekrak-cekrek tiada tara.





Kami baru beranjak dari depan banner setelah ada informasi bahwa acara telah dimulai. Naiklah kami ke lantai dua. Saat tiba di depan ruangan yang sudah penuh orang, saya bertanya kepada teman yang sama-sama mendaftar talkshow keuangan, "Ini bukan acara yang kita pilih, ya? Tapi acara kita di mana, dong? Informasinya sih, di panggung EXPO. Tapi panggungnya sedang dipakai untuk kegiatan lain. Terus, ruangan di sebelah itu kosong. Kita bagaimana, nih?"

Daripada kelamaan bikin gaduh, kami berdua memutuskan ikut masuk. Siapa tahu kami yang benar dan tiga teman itu yang salah masuk ruangan? Apalagi di depan ruangan tak ada meja absensi. Kalau peserta harus mengisi daftar hadir sebelum masuk, kami bisa tahu kepastiannya 'kan?

Lalu, apa yang terjadi di dalam? Hmm. Saya menjadi bingung. Katanya seminar tentang entrepreneur. Tapi tulisan di belakang narasumber kok begitu?




Tapi menilik muatan perbincangannya, jelas bukan tentang literasi keuangan. Terlebih setelah panitia mengedarkan daftar hadir. Wah, iya. Ternyata ruangan yang kami masuki adalah tempat seminar yang bertema "Menjadi Entrepreneur Itu Keren".

Jelas sudah. Saya salah ikut acara. Jengkelkah saya? Tidak, dong. Saya justru bersyukur. Ini saya anggap sebagai berkah terselubung. Andaikata tidak salah ruangan, saat ini saya mungkin belum tahu Mbak Marizna dan Bakpiapia. Pastinya tak bakalan memperoleh inspirasi dan motivasi bisnis dari beliau.

Alih-alih inspirasi dan motivasi. Bakpiapia saja saya belum begitu ngeh. Sepertinya pernah melewati salah satu tempat penjualannya, tapi entah di mana. Sudah pasti saya pun belum pernah mencicipinya. Apa boleh buat? Kadangkala saya memang demikian absurd. Tinggal di seputaran Malioboro, yang berarti dekat dengan dua (dari sekian banyak) tempat penjualan Bakpiapia, tapi belum tahu tentangnya.

Padahal, Bakpiapia telah lahir sejak 2004. Sudah menginjak usia 15 tahun.  Sebaya dengan anak kelas 9. Maka tak mengherankan bila Bakpiapia telah mengembangkan sayap hingga ke Australia. Iya, betul. Bakpiapia punya lapak di sana. Labelnya Blasteran Oz. Yang tentu wujud dan rasanya sedikit berbeda dengan Bakpiapia. Kata Mbak Marizna, Blasteran Oz lebih mendekati konsep pastry. Kulitnya lebih tebal (menyerupai roti) daripada Bakpiapia yang merupakan bakpia jomblo, he, bakpia single. Hehehe ....

Kalau melihat pencapaian Mbak Marizna sekarang bikin iri, ya? Betul-betul beliau itu seorang pengusaha alias entrepreneur yang keren. Tapi jangan lupa. Di balik kesuksesannya pastilah ada proses yang tak mudah. Kalian mesti tahu bahwa di masa lalu, beliau pernah door to door juga untuk menjual Bakpiapia. Mbak Marizna menuturkan, "Saya pernah lho, membawa bakpia sebanyak 21 Tupperware besar. Naik motor sendirian."

Wow! Saya sejujurnya terpukau berat pada penuturan tersebut. Maklumlah. Saya tidak bisa mengendarai sepeda motor. Jadi, selalu takjub pada orang-orang yang bisa membawa banyak barang dengan motor.

Selanjutnya Mbak Marizna bercerita bahwa pernah juga rasa lelah menderanya dalam menjalankan bisnis. Tapi kesadaran bahwa ada orang-orang yang nafkah mereka tergantung pada kelancaran bisnis Bakpiapia kembali melecut semangatnya. Iya. Kurang lebih Mbak Marizna menyatakan, kita berbisnis itu mestinya juga diniatkan untuk membantu orang lain.

Masya Allah. Luar biasa. Saya yang memang sudah memendam keinginan untuk berwirausaha pun merasa terprovokasi. Terbakar semangat untuk lekas bergerak. Saya ingin menjadi keren. Eh? Tapi bisnis apa yang hendak saya jalankan, ya? Haha!

Setelah Mbak Marizna, tampillah Ibu Anggorowati dari BPD DIY. Sudah pasti topik perbincangannya seputar permodalan untuk berwirausaha. Tentang bagaimana cara mendapatkan pinjaman lunak untuk menjalankan UKM dan penjelasan hal-hal terkait.

Ketika seorang peserta menanyakan perihal pinjaman yang syar'i dari BPD DIY, Alhamdulillah Ibu Anggorowati menjawab ada. Bahkan sigap merekomendasikan sebuah nama dan alamat kantor cabang BPD DIY, bila peserta yang bersangkutan memang hendak mengurus kredit usaha.

Secara garis besar seminar ini menarik dan bermanfaat. Perbincangannya lumayan mengasyikkan. Hingga tak terasa, waktu habis. Tapi sang moderator mengatakan, bila peserta masih ingin menimba ilmu dari Mbak Marizna, nanti bisa dibuatkan acara khusus. Demikian pula bila ingin tahu lebih detil mengenai kredit usaha yang ditawarkan BPD DIY. Nanti juga dapat dibuatkan kelas khusus.

Saat keluar ruangan, teman saya masih penasaran dengan ruang sebelah. Sekali lagi dia menengoknya. Hasilnya? Kosong. Memang tak ada aktivitas apa pun di situ. Setelah sampai di lantai satu, dari area panggung yang tadi untuk acara pembukaan, terdengar ada orang berbicara. Entahlah apa yang dibahas.

"Jangan-jangan itu acara kita?"

Saya cengar-cengir mendengar celetukan teman saya. "Entahlah. Yang penting kita cari minum dulu. Haus banget, nih." Jawabanku diaminkan oleh tiga orang lainnya.

Usai mendapatkan minuman, kami bingung mencari tempat untuk menikmatinya. Setelah tengok sana tengok sini, kami melihat bahwa tempat ternyaman untuk duduk hanyalah di depan panggung. Di situ 'kan tersedia kursi-kursi lipat. Yang tadi untuk duduk para tamu undangan.

Ya sudah. Kami berlima dengan cuek duduk di situ. Tujuan utamanya numpang minum. Sampai akhirnya kami sadar, bapak yang di panggung itu ternyata sedang berbicara tentang keuangan. Astaga! Mungkin inilah Talkshow Pintar Literasi Keuangan Bersama Jurnal.id yang sedianya hendak kuikuti.

Faktanya? Faktanya memang demikian. Pertanyaan kami terjawab tuntas ketika seorang panitia menyodorkan daftar hadir. Alhasil tanpa sengaja, kami berlima sama-sama belajar dua tema pada pagi hingga siang itu. Alhamdulillah.

Saya pun pulang dengan riang meskipun perut keroncongan. Dengan satu tekad, kalau sudah bisa menentukan satu bisnis untuk ditekuni, saya akan berkonsultasi ke kantor PLUT-KUMKN DI Yogyakarta saja. Ya, saya kira begitu lebih baik. Daripada bingung tanpa bimbingan. Iya 'kan? Tapi mengapa mesti berkonsultasi ke PLUT-KUMKN? Sebab saya mendapatkan informasi EXPO UKM Istimewa 2019 dari akun IG-nya. Hehehe ....


Selasa, 12 Februari 2019

Jogja Heboh, Jogja Sarungan

8 komentar
MINGGU sore,  10 Februari 2019, aku menonton Fashion Show 1000 Sarung. Acara yang merupakan bagian dari Jogja Heboh 2019 itu dihelat di kawasan Titik Nol Jogja. Sesuai dengan labelnya, Fashion Show 1000 Sarung, acara tersebut memang menampilkan sarung-sarung.

Iya. Sarung yang itu. Yang biasa dipakai para lelaki untuk ke masjid, pergi ke tempat kenduri, atau dikenakan sebagai busana bersantai di rumah. Bahkan sudah jamak oleh segala kalangan usia dan gender, sarung difungsikan sebagai selimut.

Tapi jangan salah. Seribu sarung yang tampil di acara tersebut terlihat beda, lho. Tampak lebih artistik, modis, penuh gaya, dan kekinian. Baik dalam hal motif maupun cara memakainya. Apalagi para pemakainya bening-bening. Wow! Benar-benar sarung naik kelas, deh.


Hanya Pak Kapolda DIY dan Pak Celana Hitam yang tak bersarung


Dan sesungguhnya, meningkatkan harkat martabat sarung itulah tujuan digelarnya Fashion Show 1000 Sarung. Melalui acara ini, masyarakat diajak untuk tak lagi mengidentikkan sarung sebagai busana rumahan. Sekaligus disadarkan bahwa sarung pun memiliki nilai estetis.

Faktanya setelah didesain dengan kreativitas maksimal, sarung-sarung bisa dikenakan dengan cara yang modis. Dengan demikian, sangat mungkin untuk dipakai dalam segala aktivitas sehari-hari. Misalnya untuk jalan-jalan di mal, nonton bareng kawan-kawan, atau ke nikahan mantan. Haha!

Intinya, masyarakat diberi informasi bahwa sarung bisa difungsikan sebagaimana laiknya denim. Pantas dipakai untuk keperluan apa saja. Bisa dikenakan tanpa ribet, tanpa bikin kesrimpet, aman tanpa potensi melorot, dan modis sesuai selera gaya si pemakai. Mungkin itulah sebabnya jargon yang diusung adalah "Sarong is my new denim. Create your own sarong in a modern style". 


Cowok-cowok bersarung itu bersiap untuk tampil di karpet merah 


Mas bersarung ini ternyata fotografer, tidak ikut tampil di karpet merah


Sebagai orang yang awam mode, acara ini kunilai menarik. Seru. Asyik. Menghibur. Menambah wawasanku tentang dunia persarungan terkini.  Kukira para penonton (awam mode) lainnya pun sepertiku. Berarti boleh dibilang tujuan panitia berhasil, dong.  Hehehe ....

Perlu diketahui, pemilihan lokasi di Titik Nol memang bertujuan mendatangkan banyak penonton. Agar banyak orang (awam mode) yang menonton. Yang berarti makin banyak yang tahu "kampanye sarung" ini.

Yeah! Sebagaimana kita tahu, di kawasan Titik Nol banyak wisatawan dan penduduk setempat yang berlalu lalang. Jadi mereka yang semula tak tahu ada acara Fashion Show 1000 Sarung, bisa mendadak tahu. Tentu bila kebetulan sedang lewat kawasan situ. 

Sekelumit Jalannya Acara  

Fashion Show 1000 Sarung secara resmi dibuka oleh Wakil Walikota Jogja. Yang tentu saja, beliau hadir dengan kostum sarung nan trendi. Sebagaimana halnya para tokoh lainnya yang juga hadir. Eh? Kecuali Kapolda DIY yang tetap bercelana seragam, sih. Hmm. Rasanya agak susah kubayangkan jika beliau juga sarungan dalam seragam resmi Polri. Haha!

Baik. Mari lanjut ke jalannya acara. Setelah resmi dibuka, tampillah kelompok penari dari Kabaret Hamzah Batik. Duuuh! Kocak nian tariannya. Bahkan, baru melihat para penarinya saja aku sudah ngakak. Silakan amati sendiri di video berikut, deh.





Ketika tarian usai, tampil 6 polwan cantik. Mereka tidak sarungan dan tidak menari. Tapi tetap berseragam dinas resmi. Dan membawa spanduk yang mempromosikan sebuah acara, yang hendak dilaksanakan Maret nanti. Ngomong-ngomong, mbak-mbak polwan itu kok malah mengingatkanku pada Mbak Puput. Haha! Dasar, ya. Pikiran dan ingatan memang suka meliar dengan sendirinya.

Lalu, kapan pasukan bersarung tampil? Tepat persis di belakang para polwan cantik, dong. Mereka pun tak kalah cantik. Dengan aneka jenis dan model sarung, sesuai pilihan masing-masing. Gerakan mereka luwes-luwes pula. Padahal, tak semua yang berlenggak-lenggok di karpet merah merupakan peragawan atau peragawati. Ada pula yang merupakan anggota komunitas-komunitas yang ikut berpartisipasi. Misalnya saja dari Perempuan Berkebaya.

O, ya. Sebenarnya seniman kondang Didik Nini Thowok ikut berpartisipasi. Tapi sebelum dia tampil, aku sudah mesti pulang. Mesti pindah ke acara lainnya, Beiibb.









Bagian dari JOGJA HEBOH 2019 

Fashion Show 1000 Sarung merupakan salah satu agenda dari Festival Jogja Heboh 2019. Yakni sebuah acara yang resmi digelar sejak 31 Januari 2019 - 28 Februari 2019. Yang diinisiasi oleh Kadin (Kamar Dagang dan Industri) DIY, Asita (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia)  DPD DIY, dan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) DIY. Yang tujuannya menggairahkan kembali pariwisata Jogja, yang sedang melesu selama Februari.

Ada banyak acara menarik dalam Festival Jogja Heboh 2019. Yang detil kompletnya bisa kalian cermati di poster  berikut ini.





Oke. Sekian ceritaku tentang Fashion Show 1000 Sarung di Festival Jogja Heboh 2019. Semoga bermanfaat bagi kalian. Membuat kalian tergoda untuk segera berkunjung ke Jogja pada Februari ini.



 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template