Selasa, 06 Maret 2018

Toko Roti Djoen Yogyakarta

"Roti Djoen?  Oh?! Yang roti layatan itu, ya?" 

O LA LA! Sungguh menyedihkan. Rupanya roti Djoen kini lebih dikenal sebagai roti layatan. Yakni roti yang disuguhkan untuk para pelayat, bilamana ada seseorang yang wafat.

Padahal faktanya, masih ada sejumlah orang yang menjadi fans militan roti-roti buatan Toko Roti Djoen. Sementara fans militan tersebut tidak hanya berasal dari kalangan zadoel atau kalangan usia lanjut. Bukan pula yang berdomisili di jogja saja.

Itulah sebabnya hatiku serasa tergores, tak ikhlas, bilamana roti Djoen dianggap sebagai roti layatan .... #mulaibaper

Bukan Toko Roti Biasa 
Tahukah Anda? Ada sejarah panjang dan kompleks yang tersimpan di balik sisa-sisa eksistensi Toko Roti Djoen. Yakni salah satu toko roti legendaris kenamaan yang ada di Indonesia.

Penampakan Toko Roti Djoen yang zadoel abisss ...


Alhasil sangat boleh dibilang, Toko Roti Djoen bukanlah merupakan toko roti biasa. Dengan demikian, roti-roti yang diproduksi dan dijualnya pun istimewa. Bukan roti biasa. Penyebabnya, adonan roti-roti tersebut dicampuri dengan kenangan dan sejarah.


Bukan roti (yang bercitarasa) biasa 


Tak terbantahkan lagi, usia Toko Roti Djoen sudah sangat tua. Lihat saja kondisi plakat nama tokonya. Sudah karatan dan mempergunakan ejaan tempo doeloe.

Ada dua sumber yang memberikan dua informasi terkait usia Toko Roti Djoen. Pertama, sudah lebih dari 100 tahun. Kedua, hampir 100 tahun (konon berdiri sejak tahun 1942).

Itulah sebabnya Toko Roti Djoen patut diacungi dua jempol. Jempol yang satu untuk kemampuannya dalam menjaga eksistensi bisnis. Sementara jempol yang satunya lagi untuk mempertahankan citarasa alami atas produk-produknya.

Terlepas dari menurunnya omzet penjualan, Toko Roti Djoen pasti sudah gulung tikar jika tak bisa menjaga eksistensi bisnisnya. Kalah bersaing dari toko-toko roti kekinian. Terkhusus yang sama-sama berlokasi di  Jogja.

Roti yang Ngangeni
Citarasa alami khas roti zadoel ternyata menjadi poin plus roti-roti buatan Toko Roti Djoen. Yang menjadi pembeda utama dari roti-roti kekinian. Yang menyebabkan roti produksi Toko Roti Djoen kangenable alias ngangeni alias selalu bikin rindu.


Roti ngangeni siap dioven 


Menurut penuturan sang pemilik toko, semua roti jualannya dibuat tanpa bahan pengawet dan pengembang. Hanya ragi yang dipakainya. Dan, semua roti dibuat sesuai dengan resep warisan dari sang pendiri toko.

Calon roti buaya (komoditi andalan, nih) 


Sebagai tambahan informasi, pengelola Toko Roti Djoen saat ini merupakan generasi kedua.

Dapur Zadoel
Ternyata, oh, rupanya. Tak hanya resep dan plakat nama Toko Roti Djoen yang zadoel. Aneka peralatan dapurnya, yang dipakai untuk memproduksi roti, juga zadoel.

Yang paling menarik tentu ovennya. Wow! Bentuknya besar dan lapang seperti gua. Sudah begitu, ada pula sebatang bambu yang panjang untuk melengkapinya.

Bambu panjang yang di ujungnya diikat dengan sebuah benda mirip serok. Yang seingatku dipakai untuk mengatur-atur posisi loyang roti yang sedang dioven. Mungkin juga untuk mengeluarkan loyang jika roti telah matang.


Oven raksasa rasa zadoel 


Beruntunglah aku sebab berkesempatan untuk mengeksplorasi dapur Toko Roti Djoen. Tapi mohon maaf, dengan beberapa pertimbangan tertentu, sengaja tak banyak foto situasi dapur zadoel Toko Roti Djoen yang kutampilkan.

Lokasi, Harga, dan Rasa 
Toko Roti Djoen berlokasi di jalan Malioboro. Tepatnya berada di sebelah utara gapura Kampung Ketandan. Adapun gapura tersebut persis di samping Ramayana Departement Store. Sangat mudah dicari, kok.

O,  ya.  Kalau hendak beli roti di sana, datanglah antara pukul 10.00-21.00 WIB. Tak usah takut soal harga. Roti-roti di situ 'kan relatif murah harganya. Per biji atau per kemasan dibandrol antara Rp4.000,00-Rp70.000,00.

Bagaimana dengan rasanya? Hmm.  Tak perlu khawatir. Rasanya niscaya istimewa. Bukankah adonannya dicampuri dengan sejarah dan kenangan?

MORAL CERITA:
Jangan sepelekan citarasa sepotong roti zadoel. Siapa tahu roti itu dibuat dari adonan yang padat sejarah dan kenangan?


17 komentar:

  1. wee, membuat adik ngiler sama roti buaya ni mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.... Roti buaya rasa kenangan dan nostalgia

      Hapus
  2. Wah pernah maem tapi blm pernah ke sana. Ke Pasar Kauman waktu Ramadhan aja blm pernah juga, huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mumpung masih Ramadan, ayo segera realisasikan

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Aku udah pernah, dong. Hampir tiap tahun ke sana. Tapi tahun ini ada yang istimewa karena disambut langsung sama yang punya Kauman. Hehehe...

      Hapus
  3. Saya pernah mampir ke toko ini. Dapurnya itu lo, walau jadul tapi tetap bersih.

    BalasHapus
  4. Citara rasa kenangan dan sejarang iki rasane gimana kak, manis,asam,asin atau...... hehehe Just kidding.

    memang kuliner atau roti yang emmiliki sejarah pasti memiliki kenangan bagi penikmatnya. Aroma dan Setiap kunyahan pasti teriangan akan sesuatu. bener bener legendaries Roti Djoen ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmmm....mungkin rasanya seperti mengunyah museum atau buku sejarah...hahahaha ...

      Hapus
  5. Yap, Kasih acungan Jempol karena sekarang ertebaran banyak banget roti apalgi di mall. Rasanya juga lebih variasi. Tapi Roti Djoen tetap Eksis. kasih tumb yang banyakkkk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuhuuuu, ada nilai lebihnya, ada citarasanya yang berbeda dari roti kekinian....

      Hapus
  6. Toko roti yang brrtahan lama dipastikan mempunyai tempat dihati pelanggannya dengan kualitas terbaik.

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template