Selasa, 23 Januari 2018

Vihara Budha Mendut

BEBERAPA waktu lalu aku bercerita bahwa kunjungan ke Candi Mendut itu berbonus ganda. Bonus pertamanya, sebagaimana telah kukisahkan di "Kutunggu di Bawah Pohon Bodhi", berupa main-main gelantungan di Pohon Bodhi. Adapun bonus keduanya berupa eksplorasi Vihara Budha Mendut. Asyiknya, kita tak sekadar boleh mengeksplorasi halaman vihara. Kalau ingin masuk ke ruang pemujaan diperbolehkan juga, kok. 

Kita bebas masuk ke dalam ruangan pemujaan ini asalkan bersedia memenuhi syarat dan ketentuannya

Mungkin Anda bertanya-tanya, "Di manakah letak Vihara Mendut? Di sebelah mana candinya?" Hmm. Sebenarnya dari parkiran, pintu masuk ke Vihara Mendut justru lebih dekat daripada pintu masuk ke candinya. Insya Allah Anda tak bakalan kesulitan untuk menemukannya.

Begitu turun dari kendaraan, hendak berjalan menuju candi, silakan amati sekeliling Anda. Tengok-tengok di sebelah kiri. Carilah sebuah bangunan berpagar yang halamannya asri. Yang lokasinya di bawah pohon rindang. Yang di bawah pohon rindang itu ada sebuah bangunan kecilnya; semacam pos satpam atau pos informasi.

Hmmm. Kalau masih bingung juga, carilah halaman yang ada patung besarnya ini. Yakni patung besar yang sedang berbaring menyamping. Tempatku narsis ini, lho. Hehehe ....

Patung besar ini terletak di depan ruangan pemujaan tadi (di belakang pos satpam/informasi)


Tiket Masuk Vihara Mendut

Tak usah menyiapkan uang untuk membeli tiket bila hendak masuk ke vihara. Simpan dulu deh, uang Anda itu. Beli tiketnya nanti saja. Kalau akan masuk ke kompleks candi. Asyik sekali 'kan? Yeah! Untuk wisatawan berdompet tipis-tipis macam daku, ini merupakan sesuatu yang membahagiakan. Berkunjung ke sebuah situs penting dan istimewa, gratis pula. Wow sekali, bukan?

Tahukah Anda? Syarat utama untuk memasuki Vihara Mendut--dan kukira semua vihara di mana pun--hanya satu. Yakni bersikap tenang. Baik tenang mulut maupun tenang tubuh (dalam arti tidak pethakilan dengan mulut terkunci). Apa gunanya mulut bungkam, tapi berlari-larian atau melakukan gerakan atraktif lainnya? Sama saja dusta, dong. 

Bersikaplah tenang seperti daun-daun teratai di air kolam yang keruh itu
(air kolam dan teratai itu punya makna filosofis juga, lho)

Selain wajib tenang, pengunjung juga wajib menjaga kebersihan. Tidak boleh nyampah ya, di dalam komplek vihara suci ini. Dan kupikir, sebaiknya di tempat apa pun dan mana pun, tak selayaknya kita nyampah. Sekecil dan sesedikit apa pun sampahnya. Pokoknya dilarang brang brung lempar sampah sembarangan. *Apalagi lempar bakiak ke mantan*


Menegaskan Keberadaan Candi Mendut

Tentu saja Vihara Budha Mendut makin menegaskan eksistensi Candi Mendut. Sebagaimana kita tahu, Candi Mendut merupakan candi yang bercorak Budha. Maka  keberadaan vihara tersebut sungguh selaras. Sangat nyambung dengan candinya.

Bahkan, Vihara Mendut ibarat sebuah pernyataan. Yakni pernyataan bahwa agama Budha yang dianut oleh dinasti pendiri Candi Mendut belumlah punah. Masih eksis hingga sekarang. Dan, eksistensi itu terwakili oleh Vihara Mendut.

Replika Candi Pawon yang terletak di dalam kompleks vihara

Terlebih di dalam kompleks vihara juga ada replika Candi Pawon. Yakni sebuah replika yang--menurut pengamatanku--tidaklah jauh berbeda ukurannya dari yang asli. Dengan demikian, terasa makin tegaslah keterkaitan itu.


Keunikan Vihara Mendut

Menurut informasi yang kudapat, patung-patung yang terdapat di Vihara Mendut tidak semuanya bercorak Budha asli. Konon ada pula yang sedikit bercorak Hindu. Hmmm. Padahal sesungguhnya, vihara ini merupakan bekas susteran Katolik. Logikanya 'kan malah ada ornamen-ornamen yang bernapaskan Katolik. Tapi faktanya, yang menonjol hanyalah ornamen-ornamen bercorak Budha. Seperti yang terdapat di jendela ini ....


Sebuah jendela yang indah dan filosofis

Bagaimana bisa tak ada sisa bangunan yang bercorak Katolik? Hmm. Semua bermula dari kekejaman penjajah Jepang yang menawan semua suster (biarawati) Mendut. Yang kemudian disusul oleh pembumihangusan kompleks susteran tersebut. Dan seiring berjalannya waktu, lokasi bekas susteran itu dibeli oleh yayasan Budha (tahun 1950-an).

Bermula dari situlah lokasi tersebut beranjak menjadi sebuah vihara. Menjadi tempat yang Budha banget. Yang dipenuhi aneka patung dan ornamen bercorak Budha.



Di kompleks Vihara Mendut ada banyak patung besar serupa ini

Supaya patung tingginya kelihatan utuh, aku narsisnya duduk saja ....

O, ya. Di halaman vihara bagian dalam terdapat sebuah gapura tinggi yang entah apa namanya aku lupa. Duh! Padahal sudah dijelaskan oleh sang pemandu wisata, lho. Maklum faktor U plus memang sulit namanya. Haha! *blogger parah ini mah ...*


Inilah gapura tinggi yang kumaksudkan itu


Sudah pasti ada banyak hal menarik di Vihara Mendut. Selain yang bisa Anda baca dan lihat di postingan ini. Jadi, ayolah buruan ke sana. Jangan lupa. Bisa sekalian mengeksplorasi Candi Mendut dan bergelantungan di Pohon Bodhi 'kan?


Aku yang Beruntung

Beruntunglah aku dan rombongan datang pada masa yang tepat. Maksudku, kami datang ketika Vihara Mendut telah dibuka untuk umum. Dahulunya 'kan tertutup untuk umum. Kalau tertutup berarti kami tidak bisa melihat-lihat isinya 'kan?

Keberuntunganku pun bertambah sebab bisa melihat langsung seorang biksu. Tidak semua orang punya kesempatan sepertiku itu, lho. Apalagi kalau bukan seorang penganut agama Budha dan tinggal jauh dari vihara. Sayang sekali aku tak mendokumentasikan sang biksu. Pekewuh diri ini untuk memotret beliau. Mau minta foto bareng juga sungkan. Takut ditolak. *Sebab ditolak itu perih!*

Adapun dua keberuntunganku itu bermula dari status fesbuk Mbak Nunuk Ambarwati. Kalau saja sang pemilik Tirana Art House & Kitchen tersebut tidak woro-woro tentang program Jelajah Kawasan Borobudur, pastilah aku tak bakalan piknik asyik di awal tahun 2018. Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah.

Jadi kalau Anda ingin pula mengikuti jejak keberuntunganku, silakan colek-colek Mbak Nunuk saja. Minta dibuatkan program piknik asyik juga. Bisa lewat WA di 0818-277-073. Atau, datang langsung ke Tirana Art House & Kitchen (dengan janjian terlebih dulu tentu).

MORAL CERITA:
Kerap kali ada fakta dan sejarah menarik yang tersimpan di balik sebuah lokasi. Maka kepo-lah selalu. Kepo  itu adakalanya sangat wajib dan amat perlu, lho.  


  

8 komentar:

  1. Aku blm pernah ke mendut je Mbak. Kok kayak e apik iki. Dadi kepengen nang kelenteng.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, apik kok. Kalao liburan ke Jogja lagi, silakan jadwalkan ke sini. Sekali datang ke lokasi, langsung dapet 3 spot wisata yang asyik dan bermanfaat. Vihara Mendut ini, Candi Mendutnya, dan bergelantungan di Pohon Bodhi

      Hapus
  2. Kepo-lah sebelum kepo dilarang!
    Seringkali ke satu tempat, mau nanya-nanya kburu enggak enak ati duluan..padahal kekepoan sudah meksimal. Jadinya info yang ditulis pun tinggal angan-angan..blogger macam apa aku iniii hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahahaha ..... ya blohher yang suha gak enakan ati dooong hehehehe

      Hapus
  3. wah belum pernah berkunjung ke wihara. Kepingin mengajak anak-anak tapi takutnya malah bikin ribut...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, Mbak. kalau anak-anak diajak berpotensi bikin ribut. Apalagi halamannya luas dan asri, bikin asyik untuk berlarian ke sana kemari hehehehe...

      Hapus
  4. Maap mbak itu metik2 daunnya apa boleh, to? Trus apa bisa disayur asem atau dilodeh gitu yak? Maap lho cuma nanyak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heh? Daun apa yang engkau maksudkan duhai, kawan? Aku juga enggak tau ee. Mungkin kalau izin pada biksu boleh ya? Ehhh. Enggak tau juga, ding. Coba ntar aku nanya ke Mas Pemandu wisatanya hehehehe...

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!