Jumat, 26 Januari 2018

Dedikasi Yu Hadi Gudheg


Yu Hadi dan seorang pelanggannya


SELEPAS Subuh, Yu Hadi sang penjual gudheg sudah mulai menggelar jualannya di Kampung Kauman Ngupasan Yogyakarta. Tepatnya di depan mushola bersejarah, yaitu Mushola Aisyiyah. #Insya Allah lain kali aku ceritakan mengenai Mushola Aisyiyah yang bersejarah ini.

Sudah pasti setelahnya, Yu Hadi kemudian disibukkan dengan aktivitas melayani para pembeli. Baik pembeli yang dari Kauman sendiri maupun yang berdatangan dari luar Kauman. Jangan salah. Meskipun lapaknya sesederhana itu, omzet Yu Hadi terbilang besar. 

Dengan mata kepala sendiri, aku kerap kali melihatnya sibuk menyiapkan pesanan nasi kotak. Tentu dengan menu gudheg. Sementara pada waktu yang lainnya, ia tampak sibuk melayani konsumen yang memborong gudhegnya. Konsumen yang model begini biasanya meminta besek dari bambu sebagai pembungkus gudheg. Biasanya hendak dibawa keluar kota. Dijadikan sebagai oleh-oleh.

Hingga kurang lebih pada pukul 10.00 WIB, Yu Hadi pun berkemas pulang sebab jualannya licin tandas. Tiap hari begitu. Kecuali tatkala sakit atau punya acara, barulah Yu Hadi libur jualan. Yeah! Begitulah adanya. Tak peduli terik dan hujan, ia senantiasa berjualan.

Dan, hal itu telah berlangsung puluhan tahun lamanya. Jauuuh sebelum aku tinggal Kauman. Alhasil, Yu Hadi adalah saksi sejarah dinamika kampung tersebut. Baik disadari olehnya maupun tidak, Yu Hadi ini bahkan menjadi pelengkap kenangan bagi banyak tokoh yang lahir dan besar di Kauman. Pak Munichy B. Edrees salah satunya.

Saat menjadi ustaz di pengajian RW, Pak Munichy sempat bercerita kalau pernah dimarahi Yu Hadi. Duluuu sekali. Ketika beliau masih berusia 5 tahun. Gara-garanya bersin tepat di depan baskom gudheg Yu Hadi. Padahal, tatkala itu Yu Hadi baru saja membuka lapak dan gudheg masih menggunung. Haha! Pantas saja kalau dimarahi. 'Kan gawat kalau ada ingus yang ikut menyemprot ke gunungan gudheg.  

Pahlawan Pangan
Menurutku, Yu Hadi juga layak disebut sebagai Pahlawan Pangan. Coba bayangkan. Berapa generasi anak sekolah dan mahasiswa yang tertolong sarapannya oleh gudheg Yu Hadi? Sebab seporsi gudheg Yu Hadi, mereka bisa lebih berkonsentrasi saat belajar di sekolah/kampus. Tuh 'kan, memang keren.

Lalu, karena beberapa orang nitip jualan berupa kue pukis-susu kedelai-martabak-risoles di lapaknya, kupikir ia pun layak disebut sebagai Pahlawan Ekonomi Keluarga. Yup! Bukankah dengan begitu ia berjasa menolong dapur orang lain agar tetap mengebul? 

Sudahlah. Yu Hadi itu sesungguhnya bisa disebut pahlawan. Dengan caranya sendiri, ia ternyata mampu meneladani perjuangan Kartini 'kan? Kalau masih hidup dan berkesempatan singgah di lapak gudheg Yu Hadi, Kartini pasti akan menepuk-nepuk pundak Yu Hadi. Tentu untuk menyatakan salut atas kebermanfaatannya bagi sesama. Lewat dedikasinya berjualan gudheg!


MORAL CERITA:
Menjadi pahlawan itu tak selalu melalui cara-cara yang menghebohkan dunia. Sebab sejatinya, seorang pahlawan adalah sepi ing pamrih rame ing gawe.



2 komentar:

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!