Minggu, 17 April 2022

Kearifan Lokal di Kauman Yogyakarta

Dokpri

APA kabar Sobat PIKIRAN POSITIF?  Semoga tetap sehat lahir dan batin. Jadi, bisa menyimak ceritaku tentang kearifan lokal di Kauman Yogyakarta ini dengan baik. 

Pasti Orang Nyasar, Bukan Pak Pos

Mendadak terdengar sepeda motor melaju dengan pedenya di jalan kampung. Meskipun berada di dalam rumah masing-masing, serentak daun telinga kami pun menegak. Serentak pula membatin, "Ada orang nyasar, niiih."

Kemudian sebagian dari kami menengok keluar rumah dan ramai-ramai berteriak, "WOIII .... TUUURRUUUN! TURUUUN! Motornya dituntuuun. Enggak boleh dinaiki!"

 

Dokpri

Demikian itulah teriakan kami. Terdengar sedikit sadis, ya? Hahaha!  Bikin panik pengendara yang berhati lembut pokoknya.  

Betapa tidak panik kalau tiba-tiba diteriaki ramai-ramai oleh warga setempat. Mulai dari yang rumahnya di ujung selatan hingga ujung utara, semua bersemangat berteriak. 

Jika pengendara tetap melaju santuy dengan motornya,  volume teriakan kami tambah. Jika ia masih bandel dan tak responsif terhadap perintah (teriakan) kami,  baik karena memang membandel maupun sebab tidak paham kalau diteriaki, volume teriakan kian brutal. Hahaha!

Kalau teriakan peringatan pun masih dicuekin, hohoho .... Jangan menyesal bila teriakan peringatan menjadi teriakan kemarahan. 

Nah! Biasanya setelah merasa dimarahi orang sekampung, si pengendara menjadi tersadar dan menghentikan motor. Sebuah kesadaran yang terlambat! 

Alhasil, ia kemudian diceramahi tentang tatacara berkendara di kampung kami, Kauman, Ngupasan, Yogyakarta.

Apa peraturannya? Peraturannya ya tidak boleh menaiki motor di dalam kampung. Hanya Pak Pos yang boleh. 

O, ya. Kadangkala saya ikut pula mengingatkan para pengendara nyasar serupa itu. Tentu dengan cara yang lebih halus, dong. Bukan dengan cara berteriak-teriak gegap gempita. Terlebih bila sedang sendirian. 

Namun,  tak perlu khawatir. Saat hujan ada dispensasi, kok. Sepeda dan sepeda motor boleh dinaiki. Asalkan hujannya memang cukup deras. Bukan sekadar gerimis tipis-tipis.

Dampak dari kearifan lokal tersebut signifikan. Walaupun tepat berada di pusat kota, satu kelurahan dengan Malioboro dan Titik Nol Yogyakarta, kampung tempatku berdomisili bebas polusi suara dan udara. Keren 'kan?

Sebagai pendatang aku kurang tahu pasti sejak kapan peraturan unik yang dapat disebut kearifan lokal itu berlangsung. Sudah bertanya-tanya ke para tetangga yang lebih tua, jawabannya tidak pasti. 

Namun,  aku memperoleh informasi bahwa peraturan tersebut dahulunya dibuat demi menjaga ketenangan suasana kampung. Demi tidak terganggunya para santri yang sedang belajar mengaji. 

Demikian sekelumit cerita tentang kearifan lokal di kampungku. Yang rasanya tak ada kampung lain yang punya peraturan berkendara seunik itu.


6 komentar:

  1. waa, semoga aja bisa main kesini , kalau mampir keyogya :)

    BalasHapus
  2. Aku jg baru tau ada kampung dg rules semacam ini, padahal udah puluhan tahun di Jogja ��

    BalasHapus
  3. Bagus sih sebenernya... Aku juga suka sebel Ama suara motor yg terlalu kenceng, apalagi yg knalpotnya dibikin berisik dan kenceng. Auto maki sih itu, dikira keren apa 😂😂. Yg ada norak kalo kendaraan ribut begitu.

    Sayang ga bisa diterapin di lingkungan ku yg begini 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha ... memang tak bisa diterapkan di banyak kawasan, Mbak.

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!