Jumat, 14 Desember 2018

Penulis Itu Wajib Bersabar

TEMPO hari aku menulis "Kapan Penulis Berdemonstrasi?". Eh, kok sekarang ingin menulis (semacam) sekuelnya. O la la! Takdirnya ternyata begitu. Sungguh takdir tak bisa dilawan 'kan?  

Baiklah. Mari segera kita bahas, apa saja alasannya sehingga penulis wajib bersabar. Memangnya kalau tidak bersabar kenapa? Jelas kenapa-kenapa, dong. Gawat pokoknya. Haha! 

Kalian mesti tahu, kalau tidak sabaran seorang penulis tuh berpotensi depresi berat. Seriuuus. Betapa tidak? Sejak mulai mengeksekusi ide saja sudah butuh kesabaran. Yakni sabar dalam mencari referensi yang terkait dengan tulisannya. 

Selanjutnya saat menulis, sang penulis mesti sabar untuk menganyam kalimat demi kalimat. Mesti sabar dalam melawan bosan saat berjuang menyelesaikan tulisan. Mesti sabar pula dalam usaha memaksimalkan kualitas tulisannya. 

Sampai di sini, sudah cukupkah sabarnya? Tentu saja belum. Masih ada sederet stok sabar yang dibutuhkan. 

Setelah tulisan beres, lalu dikirim ke media massa/penerbit, sang penulis mutlak bersabar menunggu kabarnya. Tepatnya sih, mesti bersabar dan harap-harap cemas. Apakah tulisannya akan diterbitkan atau ditolak? 

Berhubung tak semua redaktur media massa rajin memberikan pemberitahuan, kesabaran itu pun butuh diperpanjang. Maksudnya begini. Supaya tahu nasib tulisannya, sang penulis harus memantau media massa yang dikirimnya tulisan. Itu 'kan butuh kesabaran tersendiri. 

Setelah tahu tulisannya terbit, tak serta-merta kesabaran bisa ditanggalkan. Belum saatnya, dooong. Sebab faktanya, proses pencairan honor tulisan (kadangkala royalti buku juga) tak semulus cairnya sebongkah es batu. 

Jadi intinya, penulis memang wajib bersabar. Apa boleh buat? Bukankah seluruh sendi dalam pekerjaannya menuntut begitu? 


Naskah SST yang sependek ini pun butuh kesabaran yang tak sebentar 




MORAL CERITA:
Maka belilah buku karya temanmu. Jangan terbiasa memintanya secara gratisan. Bahkan kalau perlu, jadilah reseller buku-buku karyanya. Haha! 



8 komentar:

  1. Aku ya sabar banget mbak. Nulis, kirim, nunggu, sabarrr. Nanti ora ngerti tulisanku dimuat apa ora, hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha...kesabaran yang sampai lupa...lupa tentang apa yang disabarkan...

      Hapus
  2. wkwkwkw, setujuuuu banget ama kalimat terakhir.
    Buku temen itu wajib di beli, abis itu di review.
    Itulah gunanya temen ya mba :)
    Karena menulis itu gak mudah, terlebih menanti cairan fee hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yooiiii. Teman sejati adalah pembeli buku kita yang militan. Mestinya... Hihihi...

      Hapus
  3. Paragraf terakhir itu penting! Beberapa kali beli buku dari teman, rasanya lebih akrab meski kenalnya cuma di dunia maya. Aku juga senang karena bisa membaca karya teman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, kalau gitu, kapan buku eikwh dibeli, Mbak? Hahaha

      Hapus
  4. Termasuk juga sabar, saat tulisan yang sudah jadi terhapus tidak sengaja 😊😊😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. curhat ya, Mbak? hahahaha .... uya, ury pernah pula kualami....sabaar untuk ngulang lagi, padahal sudah lelah jiwa raga

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!