Jumat, 02 November 2018

Sekumpulan Sampah dalam Sekotak Nasi





DEMI melihat foto di atas, apa yang terpikirkan oleh kalian? Langsung merasa kangen pada nasi kuning? Atau, mendadak teringat bahwa kalian belum sempat makan sedari pagi? Atau, terinspirasi untuk menyediakan nasi kuning sebagai menu arisan?

Baiklah. Apa pun yang kalian pikirkan setelah melihat foto di atas, hukumnya sah-sah saja. Hanya saja aku ingin bertanya, "Apakah kalian tidak kepikiran sama sekali dengan sampah, demi melihat foto tersebut?"

Eit! Tunggu dulu. Jangan buru-buru mengajukan protes kepadaku. Iya, benar. Foto di atas memang memperlihatkan sekotak nasi kuning komplet dengan aneka lauknya. Dalam kondisi utuh belum tersentuh. Kardusnya juga masih rapi dan bersih. Jadi, rasanya tak ada sedikit pun alasan untuk mengingat sampah. Begitu 'kan jalan pemikiran kalian? Hehehe ....

Tapi begini, lho. Bukankah dalam sekotak nasi kuning tersebut dipergunakan banyak plastik? Semangka, kerupuk, dan bandengnya masing-masing dibungkus plastik. Sendoknya merupakan sendok plastik. Alas makanannya juga berbahan plastik. Nah 'kan? Bukankah semua plastik pembungkus tersebut bakalan dibuang? Yang berarti menjadi sampah?

Sampai di sini, kalian sudah ngeh dengan maksudku 'kan? Yoiii. Betul banget. Aku memang bermaksud mengatakan, "Dalam sekotak nasi itu terdapat banyak calon sampah, Ciiin." Padahal, sebenarnya masih bisa dihijaukan. Lauk dan irisan semangka toh bisa ditelanjangi. Tinggal pandai-pandai mengatur peletakannya saja supaya tak bercampur baur.

Mungkin di antara kalian ada yang menggerutu, "Dasar bawel. Cuma bisa menghemat dua helai plastik saja ribut."

Hmmm. Baiklaaah. Dalam tiap kardus memang hanya menghemat dua helai plastik. Tapi jangan lupa. Bikinnya tidak hanya satu, tapi lebih dari seratus. Nah, lho. Berarti kalau ditotal bisa menghemat lebih dari 200 helai plastik 'kan?

Menurutku sih, jumlah segitu lumayan signifikan. Signifikan memperbanyak sampah plastik bila tak mau berhemat. Sebaliknya, signifikan mengurangi sampah plastik bila mau berhemat. Bagaimana menurut kalian?

Sudahlah. Sekian saja curhatanku ini. Semoga dapat menginspirasi dan memotivasi kalian untuk meminimalkan produksi sampah. Terkhusus sampah yang tak mudah dan tak dapat terurai. 

MORAL CERITA:
Mari melakukan diet plastik semaksimal mungkin!





28 komentar:

  1. Aku juga skrg mengurangi penggunaan plastik dgn bawa bekal (lauk) pakai kotak nasi ke kantor, kalau dulu biasanya aku taruh plastik biar praktis, lama2 kebiasaan ini ga baik hihi. Salam kenal ya mbak, jgn lupa folback, makasih

    BalasHapus
  2. benar juga..... bagus idenya...fresh
    thank you for sharing

    BalasHapus
  3. Benar sekali, Mbak..saya setuju. Ini dampaknya pun akan kembali pada kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoiii, Mbak. Semoga makin banyak pribadi yg peduli dg masalah ini

      Hapus
  4. mengurangi penggunaan plastik memang harus dimulai dari hal sederhana mbak. Mantulll wes

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah, Mbak. maka tahun ini ke pasar tiban ya bawa tupperware klo mau beli yang kuah-kuah dan bawa tas belanja dari rumah.

      Hapus
  5. Beneer banget Mbak!jarang liat plastiknya.hehe duh mata kelaparan

    BalasHapus
  6. saya perlahan sedang mulai meninggalkan plastik, mulai dari ga pakai straw plastik tapi pakai yang bisa dipakai berkali-kali, minum sellau bawa tumbler dan isi ulang di rumah aja, belanja bawa tas sendiri yang bisa dipakai puluhan kali, beli sampo sabun dans ejenisnya dengan kemasan besar agar tidka banyak plastik yang dibeli, mungkin baru itu semoga dapat berkontribusi terhadpa pengurangan sampah plastik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Idem, MBak. Karena aku emak-emak yang hobi beli makanan matang, aku pun kini lebih rajin mempekerjakan wadah-wadah tupperware (dan merk lain).

      Hapus
  7. Kita tidak bisa benar-benar lepas dari plastik, tapi bisa mengurangi penggunaan plastik. Aku pribadi sudah pilah pilah penggunaan plastik. Kalau yang enggak butuh banget ya enggak

    BalasHapus
  8. Aku juga belum bisa 100% lepas dari plastik, bisanya baru mengurangi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalau 100 % lepas dari plastik rasanya susah juga. Kadangkala dari penjualnya malah sudah dibungkus pakai plastik per itemnya.

      Hapus
  9. Tjakep nih mbak tinbee campaign diet lastik, aku juga mb sebisa mungkin ngurangin pemakaian plastik. Ini tadi mau belanja, njuk galau gara2 nggak bawa tas kanvas dari rumah :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, kalau terbiasa bawa tas belanja dan wadah, rasanya memang merasa bersalah jika hendak belanja-belanja.

      Hapus
  10. Sepakat banget mbak.meski masih berusaha terus nih aku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Idem, Mbak. Aku pun masih bertisaka untuk konsisten dan maksimal dalam berdiet plastik.

      Hapus
  11. wah sepakat mba! emang susah banget 'diet plastik' tapi dari hal sekecil ini juga penting untuk terus dikampanyekan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, susah. Mestinya menjadi sebuah gerakan massal yang terstuktur dan konsisten.

      Hapus
  12. Waduuuh bener nih... Saya pun sebenernya lagi ngurangin banget penggunaan plastik tapi apa daya tiap ke minimaarket pasti nggondol satu plastik setiap hari. Hiiiiks harus dikurangin aaah

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, wah, wah, berarti Kakak ini tiap hari shopping yaaa..

      Hapus
  13. Iya ini, hampir tiap hr bawa "sampah" plastik pulang. Langkah sederhana saat ini yg kami lakukan adalah membawa botol minum dari rumah, dan meminimalkan beli produk kemasan sachet.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Noted untuk aku tiru:
      meminimalkan beli produk kemasan sachet.

      Hapus
  14. Benar dan setiap ada kegiatan makan-makan pasti kepikiran ini sampah dus dan plastik bakalan banyak. Pikirnya praktis nggak ada cucian piring namun di balik kepraktisan tersebut jadi numpuk sampah plastik. Hiks!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu. Kepraktisan vs diet sampah. PR besar kita semua.

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!