Jumat, 31 Agustus 2018

Mimpiku Dulu Telah Menjadi Nyata

2 komentar
DULU yang sangat dulu alias duluuu sekali, tatkala masih SMP, aku selalu tergetar hati bila membaca berita tentang Yogyakarta dan Malioboro. Ya ampyuuun. Beneran, lho. Betul-betul tergetar hati dan jiwa. 

***Lhah mau bagaimana lagi? Mau membaca berita tentangmu enggak ada, siiihhh. Haha!***

Iya. Begitulah adanya. Ternyata di bawah sadarku, kala masih remaja ingusan itu, aku telah jatuh cinta pada Yogyakarta dan Malioboro. Dahsyat 'kan? Bayangkan saja. Aku jatuh cinta bahkan jauh sebelum melihat keduanya secara langsung. 

Teruuus ... aku pun berencana kuliah di UGM. Super percaya diri ceritanya. Ketika itu aku sama sekali tak berpikiran bahwa masuk UGM merupakan sesuatu yang sulit. Sudahlah. Pede biaaangeeetz nek bakalan ketampa pokoke. Hehehe ....

Tapi tujuanku bukan untuk menjadi presiden ataupun menteri, lho. Hmmm. Tujuanku jauh lebih mulia daripada itu. Yakni ingin bisa jalan-jalan tiap hari ke Malioboro. Yiiipppiii!





Tahun demi tahun pun berlalu. Usia pun merambat ke bilangan yang makin besar. Daaan, voila! Ternyata pada masa sekarang ini, Malioboro sudah menjadi semacam ruang tamu bagiku. Iya, ruang tamu. Yakni ruangan yang untuk menerima tamu. Sementara Yogyakarta ibarat rumahku. Subhanallah.






Entahlah. Entah sudah berapa orang yang kutemui di Malioboro. Entah sudah berapa kali aku bermain-main di jalan paling tenar di Yogyakarta tersebut. Sejak datang pertama kali ke kota budaya ini selaku mahasiswa baru UGM (Alhamdulillah aku benar-benar bisa kuliah di UGM, beib) hingga kini ber-KTP DIY.





Sekali lagi, Alhamdulillah. Dalam hal ini Tuhan Yang Maha Pengertian telah sangat tuntas mengabulkan harap dan doaku. Alhamdulillah. 

MORAL CERITA:
Ternyata punya mimpi yang serius itu sungguh-sungguh perlu. 





Selasa, 28 Agustus 2018

Bale Kuda Stable Yogyakarta

13 komentar
KEGARANGAN sang mentari sedikit takluk pada rumpun-rumpun bambu yang bergerombol di tepian sungai. Tak ada deru kendaraan bermotor. Celotehan dan obrolan manusia juga tak ada. Hanya ada desir angin yang menggoyang pepohonan. 

Kuliarkan pandangan ke segenap penjuru mata angin. Waspada!  Iya. Aku harus tetap waspada. Di tempat terbuka seperti ini, musuh bisa menyergap dari mana saja. 

Sembari memegang erat tali pengendali kuda, kupasang telinga baik-baik. Wah, sepertinya ada yang mengejar! Seketika aku merasa panik bukan kepalang. Terlebih ketika derap kaki kuda terdengar kian jelas dan dekat. Lalu, berhenti tepat di belakangku. 

"Woiii. Akhirnya terkejar juga kamuuuh! Haha! "

Astagaaa. Rupanya, oh, ternyata. Aku tadi berhalusinasi. Merasa menjadi anggota pasukan berkuda yang sedang dikejar musuh. Hihihi ....

Ampuuun, deh. Naik kudanya memang betulan. Fakta. Sebab kenyataannya, aku betul-betul duduk di punggung kuda dan sempat menyusuri sungai. Tapi aku bukan di medan perang. Aku tuh sebenarnya sedang berwisata kuda di Bale Kuda Stable Yogyakarta. Haha!





TENTANG BALE KUDA STABLE

Apa sih, Bale Kuda Stable itu? Sesuai dengan namanya, sudah pasti Bale Kuda Stable berkaitan dengan kuda. Yup! Kenyataannya memang demikian. Bale Kuda Stable merupakan satu dari sedikiiit tempat wisata berkuda yang terdapat di Yogyakarta. Lokasinya tak begitu jauh dari pusat kota. Bila naik mobil atau motor dari Titik Nol, cuma butuh kurang lebih setengah jam. Tentu dengan catatan tidak nyasar lho, ya.




Paddock yang dimiliki Bale Kuda Stable memang sederhana dan tak begitu luas. Maklumlah. Ini 'kan tempat wisata baru. Mulai beroperasi pada tahun 2017. Tapi jangan meremehkan kualitas kuda-kudanya. Semua kuda di situ bukanlah kuda sembarangan. Fisiknya oke, pengalamannya pun oke.

Ada empat kuda di situ. Keempatnya adalah Putri, Dalmi, Jelita, dan Dewi Merapi. Berdasarkan informasi yang kuperoleh dari hasil cerewet bertanya, Putri dan Dalmi merupakan kuda-kuda senior. Usia mereka di atas 10 tahun. Keduanya sama-sama berpengalaman sebagai kuda untuk pacuan.

Lalu, bagaimana halnya dengan Jelita dan Dewi Merapi? Hmm. Kalau kedua kuda yang ini memang dipersiapkan sebagai kuda tunggang.  Namun saat aku datang tempo hari, Jelita belum bertugas. Penyebabnya, si Jelita masih takut air. Sementara susur sungai merupakan salah satu paket asyik yang ditawarkan oleh Bale Kuda Stable Yogyakarta.


AMAN UNTUK PEMULA

Walaupun belum pernah berinteraksi sama sekali dengan kuda, tak usah ragu. Percayalah. Aku pun awam kuda. Sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku untuk bersentuhan dengan kuda. Apalagi untuk menaikinya bagai seorang joki. Tapi di Bale Kuda Stable yang mengusung tagline #bukanberkudabiasa itu, aku terprovokasi. Yakni terprovokasi untuk ikutan merasakan sensasi berkuda.




Iya. Semula aku berniat menonton saja. Tapi setelah mendengar aneka penjelasan mengenai tips dan trik merebut hati kuda, aku menjadi tertantang. Sudah repot-repot bangun pagi dan datang ke situ, masak cuma menjadi penonton?

Maka tekadku untuk uji nyali menguat. Patah hati berkali-kali saja aku berani, kok. Masak cuma naik kuda malah takut? Apalagi semua kuda di Bale Kuda Stable berjenis kelamin betina. Yang artinya mudah dikendalikan dan cenderung bersikap tenang. Lebih dari itu, kita tak langsung dilepas begitu saja. Ada mentornya, kok. Ketika sudah stabil berperan sebagai joki, barulah kita dilepaskan sendiri.




O, ya. Sebagai tambahan informasi nih, ya. Kebanyakan kuda tunggang dan kuda pacu ternyata memang betina. Mengapa begitu? Karena kuda betina mudah dilatih, berpembawaan lebih tenang daripada kuda jantan, dan relatif penurut. Duileee. Mirip aku bangeeet. Tapi dalam hal penurutnya lho, ya. Bukan dalam hal kemiripan paras. #Mohon jangan salah paham yaaa ....


PAKET YANG DITAWARKAN

Ada tiga paket wisata berkuda yang ditawarkan oleh Bale Kuda Stable. Jadi, pengunjung bisa leluasa memilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Tentunya sesuai pula dengan tingkat keberanian pengunjung yang bersangkutan. Haha!

Pertama, paket mengelilingi paddock yang bertiket Rp20.000,00. Sejauh pengamatanku, biasanya paket ini diambil oleh pengunjung anak-anak. Namun bisa jadi, seorang pengunjung dewasa yang sangaaat tipis keberaniannya pun mungkin akan memilih paket ini.

Kedua, paket mengelilingi paddock plus susur sungai yang bertiket Rp75.000,00. Ini paket solutif bagi orang seperti aku. Tak mau sekadar mengelilingi paddock, tapi juga takut berkuda lama melintasi jalanan desa.

Ketiga, paket mengelilingi paddock plus susur sungai plus melintasi jalanan desa di tepian Selokan Mataram yang bersejarah itu. Paket ketiga merupakan paket yang paling menantang. Rutenya terjauh. Dan tiketnya, tentu saja paling mahal. Yakni Rp250.000,00.





MEMANAH DAN BERKUDA

Setelah seru-seruan dengan kuda, aku baru menyadari sesuatu. Bukankah olah raga yang dianjurkan dalam agamaku (Islam) adalah berkuda dan memanah? Ya Allah. Mestinya aku lebih sering berkuda, dong. Hehehe .... Ini bukan modus lho, ya. Sebab faktanya, manfaat berkuda itu banyak. Maka wajar kalau menjadi anjuran.

Apa saja manfaat berkuda? Sejauh pengetahuanku, manfaat berkuda antara lain menstabilkan tekanan darah serta melatih keseimbangan, keberanian, dan ketangkasan. Nah, lho. Kompleeet 'kan? Konon ABK autis pun bisa diterapi motoriknya dengan cara berkuda dan berinteraksi dengan kuda.

Lalu, bagaimana dengan memanah? Hmm. Bagaimana, ya? Kalau menurutku sih, memanah itu bisa melatih konsentrasi dan keakuratan dalam membidik sasaran. Sebelas dua belas dengan manfaat berkuda, deh.

Dan asyiknya, di Bale Kuda Stable ada ajang panahan mini. Jadi, aku bisa sekalian belajar memanah. Tapi ya ampuuun. Memanah itu susah. Lebih susah lagi untuk memanah tepat di hatinya, eh, di targetnya. Hihihi ....





Aih, sudah yaaa. Sekian saja ceritaku ini. Sono, gih. Daripada cuma mupeng mantengin postinganku ini, lebih asyik kalau segera berkunjung ke Bale Kuda Stable. Untuk reservasi bisa menghubungi Pak Agung, ya. Nomor kontaknya 0878-3958-0689.

Kalau mau langsung ke lokasi pun mudah aksesnya. Ini nih, tolong dicatat alamatnya supaya tak nyasar. Kalaupun tetap nyasar, ya supaya nyasarnya tak keterlaluan. Haha!


Bale Kuda Stable Yogyakarta
Jln. Cebongan - Sidomoyo 
Simping Janturan Tirtoadi Mlati
Sleman Yogyakarta 








Jumat, 24 Agustus 2018

Bentang Merah Putih di Sungai Kumai

4 komentar
PAGI, 13-8-2018 ....

Seorang kawan yang berdomisili di Kalimantan Tengah (Kalteng) berkirim pesan ke WAG alumni SMP kami. Tepatnya sebuah pesan yang disertai dengan sebuah foto. Yakni foto mengenai suasana pagi itu di tepi sebuah sungai besar. Di situ diberi keterangan kalau nama sungainya Kumai.



Inti pesannya adalah memohon doa restu supaya acara pembentangan bendera berjalan lancar. Sudah pasti yang dimaksudkan bendera merah putih. Dan, o la la! Tatkala mengetahui ukuran bendera yang hendak dibentangkan, aku terpukau. Besar bangeeet. Gumamku dalam hati.

O, ya. Sebenarnya aku kurang ngeh dengan acara tersebut. Pembentangan bendera di tepi sungai? Acara apakah itu? Upacara bendera dalam rangka HUT RI? 'Kan belum tanggal 17?

Sebab mesti menyelesaikan aneka pekerjaan, sederet pertanyaan itu tak kulontarkan. Tepatnya kutunda untuk kulontarkan. Rencanaku setelah punya waktu luang nanti, baru mau konfirmasi ke si pengirim pesan.

Pagi pun pergi. Siang dan sore juga terlewati. Barulah bakda Magrib aku berkesempatan memegang HP lagi.

Ternyata, oh, rupanya. Si pengirim pesan WA yang hendak kumintai konfirmasi malah sudah berkirim pesan WA langsung kepadaku. Bukan sekadar di WAG. Video inilah yang dikirimkannya.



Mengapa Dilakukan Bentang Bendera?
Setelah menggali informasi dari sang teman dan googling, pahamlah daku. Acara Bentang Bendera itu merupakan acara yang diprakarsai oleh Polda Kalteng. Tujuannya untuk menumbuhkan lagi semangat patriotisme dan nasionalisme yang belakangan terasa memudar di kalangan masyarakat umum.

Dan ternyata, acara serupa juga dilaksanakan serentak di 13 lokasi lainnya. Yang tersebar di seantero Kalteng. Tapi yang dilaksanakan di Dermaga Panglima Utar Teluk Kumai Kotawaringin Barat itulah yang memang paling spektakuler.

Betapa tidak spektakuler? Bendera yang dibentangkan berukuran 702 meter, lho. Butuh 3 kapal besar pembentang seling, 4 kapal tagboat penyangga, dan 3 speedboat perapi untuk membentangkannya. Selain itu masih ada 2 kapal besar yang difungsikan sebagai penutup arus lalu lintas sungai. Padahal, bendera hanya terbentang kurang lebih selama 2 jam saja. Kalau kelamaan malah mengganggu arus transportasi sungai 'kan?

Sudah pasti acara penting tersebut dihadiri para tokoh setempat. Di antaranya Bupati Kotawaringin Barat dan Wakapolres Kotawaringin Barat. Sementara yang bertugas membentangkan bendera adalah puluhan personil dari Polres Kotawaringin Barat.

Foto Eksklusif
Beruntunglah aku. Sebab kawan SMP-ku terlibat langsung dan hadir on the spot, aku menjadi tahu kalau ada acara keren tersebut. Dan, bisa memperoleh foto-foto yang berbeda dari foto-foto yang tayang di aneka portal online; juga yang dimuat di media massa cetak. Itulah sebabnya kudokumentasikan di blog seperti ini. Hehehe ....

Baiklah. Daripada aku makin nggambleh tak karuan, lebih baik langsung kita lihat foto-fotonya deeeh. Dijamin seru.








Tak Sekadar Kain dan Warna
Tentu saja merah putih tak sekadar warna pada selembar bendera. Ada makna khusus yang tersemat di dalamnya. Dan tentu saja, ada kisah perjalanan serta kegagalan dan pencapaian di baliknya. Sejauh ini. Hingga NKRI menapaki usianya yang ke-73 pada tahun ini.

MORAL CERITA:
Patriotisme dan nasionalisme pun sekali waktu butuh diverbalkan dan disimbolkan. Meskipun yang jauh lebih penting adalah implementasinya, pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari.

***Semua foto dan video oleh Agus Supriyanto***




Selasa, 21 Agustus 2018

Omah Lowo Solo yang Megah

7 komentar
AKHIRNYA jelas sudah masa depan Omah Lowo Solo. Sejak pekan pertama Agustus 2018, bangunan kuno itu mulai direnovasi. Setelah sekian lama mangkrak.

Renovasi diawali dengan pembersihannya dari tumpukan kotoran lowo (kelelawar). Lalu, dilakukan cek ricek terhadap kondisi bangunannya. Masih kokoh atau tidak? Masih layak dipergunakan lagi atau tidak?

Dan, tentu selanjutnya direnovasi sehingga menjadi bangunan layak pakai. ***Dua foto berikut adalah penampakan Omah Lowo Solo pada Mei 2018 lalu***


 

Apakah Omah Lowo akan difungsikan sebagai tempat tinggal? Menurut berita dan sumber yang insyaAllah bisa dipercaya sih, tidak. Tapi hendak difungsikan sebagai museum dan/atau showroom Batik Keris. Rencananya di salah satu sudut akan dihadirkan pula (semacam) taman kuliner.

Wow! Sebuah rencana yang seru, ya? Kelak seusai berkeliling untuk menikmati keindahan (dan mungkin membeli) batik, kita bisa kongkow juga di situ. Tentu sembari melepas dahaga dan lapar, selain melepas penat. ***Jadi nantinya, kalau kongkow tidak di tepi trotoar kayak aku gituuuh***



Omah Lowo kerap kali disebut pula sebagai Gedung Veteran. Sementara sebutan resminya adalah Villa Liberty. Konon Omah Lowo merupakan bangunan peninggalan Belanda abad ke-19. Kemudian pada tahun 1945 dihuni oleh Sie Djian Ho beserta keluarganya.

Siapakah Sie Djian Ho? Dia adalah seorang saudagar kaya keturunan Tiongkok. Dialah sang pemilik perkebunan dan pabrik es terbesar di kota Solo.

Hmm. Pantas saja Sie Djian Ho mampu mengambil alih kepemilikan Villa Liberty. Lha wong memang kaya raya. Tak ayal lagi. Dia merupakan seorang konglomerat pada masanya.

Sebentaaar. Aku selingi dulu dengan foto narsisku, ya. Tentu dengan latar belakang Omah Lowo, dong.



Pada tahun 1980-an Omah Lowo sempat direnovasi. Konon ada penambahan bangunan segala. Namun secara umum, bentuk aslinya tak diutak-atik. Semoga demikian pula halnya renovasi yang saat ini dilakukan. Terlebih Omah Lowo kini telah resmi menjadi BCB (Bangunan Cagar Budaya). Dan memang, pelaksanaan renovasinya pun di bawah pengawasan dinas terkait.

Demikianlah ceritaku mengenai Omah Lowo. Kalau penasaran ingin melihatnya secara langsung, segera datang saja. Tapi sekarang atapnya sudah dibongkar lho,  ya. 'Kan sedang dibersihkan dari kotoran kelelawar. Untuk seterusnya direnovasi.

O, ya. Lokasinya strategis, kok. Di tengah kota. Tepatnya di perempatan Solo Center Point (SCP) Purwosari, Solo. Tak jauh dari Stasiun Purwosari. Dulu aku berjalan kaki dari situ sekitar lima menit saja.

MORAL CERITA:
Kadangkala sebuah foto narsis bisa menjadi arsip sejarah. Haha!



.



Jumat, 17 Agustus 2018

Pada Ultah yang ke-73

0 komentar
JUMAT,  17-8-2018 .... 

Tak terasa Indonesia kita tercinta telah mencapai usianya yang ke-73. Yup, yup! Terjalani sudah 17-8-1945 hingga 17-8-2018. Tentu komplet dengan segala suka dan dukanya, kurang dan lebihnya.



Alhamdulillah. Sejauh ini kita masih menjadi bangsa yang berdaulat. Masih lumayan solid dalam persatuan dan kekompakan. Yes! NKRI masih tegak berdiri.  Meskipun tak bisa dipungkiri, di sana-sini bahaya perpecahan mengintai.

Bagaimana tidak mengintai, coba? Bila negeri yang jelas-jelas majemuk ini, tiap saat rakyatnya sibuk meributkan sesuatu. Saling serang dengan argumentasi, bahkan tak jarang pula dengan hoax. Huft!

Tapi sekali lagi, Alhamdulillah. Sejauh ini masih lebih banyak hal baik yang kita punya. Masih lebih banyak orang yang waras. Yang menginginkan NKRI tetap utuh. Yang menghendaki sang dwi warna tetap berkibar.



Faktanya, Agustus hingga detik ini masih gegap gempita. Masih dirayakan dengan aneka lomba dan pawai. Meskipun di beberapa wilayah dan oleh beberapa orang ada lomba yang "enggak bangeeet", secara umum perayaan Agustusan tetap semarak.





Alhamdulillah, Alhamdulillah. Mestinya makin bersyukurlah kita sebab pada tahun ke-73-nya, Indonesia kita menerima sebuah kado spesial. Yakni berupa piala kejuaraan AFF 2018 dari timnas U-16. Keren 'kaaan?

Sudah, ah. Tulisan kuhentikan di sini saja. MERDEKA!

MORAL CERITA
Bagaimanapun kondisinya, NKRI harga mati yaaa.


Selasa, 14 Agustus 2018

Nostalgia Kemah Pramuka

0 komentar
SEORANG teman lama yang berprofesi sebagai guru, mengirimkan foto-foto kepadaku. Yakni foto-foto di lokasi perkemahan dalam rangka Hari Pramuka 2018. 





Duuuh!  Seketika suasana hatiku menjadi biru terkenang-kenang masa lalu. Apalagi tatkala memandangi foto yang berikut ini. Wah, jadi ingat tendaku duluuu. Haha!  #lebay bin alay




Saat kelas VI dulu aku juga ikutan kemah seperti itu, lho. Kala itu lokasi kemahnya beberapa kilometer saja dari rumah. Dalam arti, aku tak begitu lelah mengayuh sepeda bolak-balik dari rumah ke lokasi kemah, hanya untuk mandi. 

Hehehe .... Iya, sih. Entah mengapa saat itu aku ogah antre mandi di TKP. Jadi dengan manja bin ngeyel, kubawalah sepeda mini ke lokasi kemah. 

Tapi baru hari pertama aku kena batunya. Wuaaah. Itu enggak asyik bangeeet.

Begini ceritanya. Setelah mandi sore di rumah, aku bergegas kembali ke lokasi kemah. Mengayuh sepeda setengah ngebut, berkejaran dengan waktu. Senja sudah mepet Magrib, siiih. Takut kena hukuman kalau ketahuan Magrib masih kelayapan. 

Sesampainya di sebuah mulut gang, kuputuskan belok. Tidak lewat jalan beraspal seperti biasanya. Mau lewat jalan tanah tepian sawah saja. Tujuanku untuk mempersingkat perjalanan.  Etapiiii ....

Keputusanku berbelok itu salah besar! 

Sebab ternyataaah ... aku tersesat ke kampung buntung. Yang seluruh penduduk dan binatang peliharaan mereka buntung. Daaan, masing-masing menatapku dingin. Mereka bukan manusia dan binatang biasa!

Ini nostalgia kemah pramukaku, kawan. Apa cerita nostalgiamu? 

N.B.
Kisahku di kampung buntung itu telah kutulis jadi sebuah cerita, lho. Hihihi ....

Jumat, 10 Agustus 2018

Filosofi Kabel Listrik

0 komentar

ENTAH mengapa aku selalu punya minat untuk mengamati kabel listrik di jalanan. Entah sejak kapan aku mulai punya minat tersebut. Namun yang jelas, hingga detik ini aku merasa "tergila-gila" pada kabel listrik.




Bagaimana, ya? Rasanya aku memang tak bisa lepas dari (mengamati) kabel listrik di jalanan. Di mana-mana 'kan ada.

Menyedihkannya, di banyak kota dan desa kulihat beberapa rangkaian kabel listrik yang kurang oke.  Enggak rapi dan uwel-uwelan gitu. Huft!

Entah apa penyebabnya. Apa  petugas PLN yang mengurusinya teledor? Atau, tak ada satu petugas pun yang mahir memasang kabel dengan rapi jali?


Sudahlah. Pokoknya perasaanku tuh ngeri banget kalau melihat kabel listrik yang cenang perenang tak karuan.  Yang tampak rumit, di banyak sisi terlihat kurang rapi, dan bagai tiada ujung. Hiiii!

Entahlah. Entah apa yang terjadi dengan diriku? Melihat kabel listrik yang pating slawir saja merasa ngeri.

Tapi aku sadar sepenuhnya sih, kalau di balik semua itu ada manfaat yang besar. Sebelas dua belas dengan rangkaian peristiwa dalam hidup. Yang acap kali panjang ribet berliku, tapi di ujungnya ada janji bahagia tiada tara.

Hmm. Mungkinkah ini bisa disebut Filosofi Kabel Listrik? Haha!

MORAL CERITA:
Inspirasi hidup dan ide menulis bisa dari mana saja. Dari apa saja. Tulisan ini buktinya.




Selasa, 07 Agustus 2018

Ke Taman Sari Lagi

6 komentar
TEMPO hari aku dan seorang kawan berkunjung ke Pemandian Taman Sari. Iya. Destinasi wisata yang berada satu kompleks dengan Masjid Soko Tunggal itu. Yang dekat pula dengan Sumur Gumuling dan Plaza Ngasem. 

Penampakan Pemandian Taman Sari


Lagi?  Yup!  Lagi-lagi aku berkunjung ke situ. Hobi banget,  ya? Apa enggak bosan? Haha! Kebetulan kok tidak pernah merasa bosan. Bagaimana bisa bosan bila jeda waktu antarkunjungan berbilang tahun?

Selain itu, kebetulan kondisi Taman Sari tiap kali kukunjungi tak pernah sama persis. Aku pernah berkunjung saat kolamnya kering kerontang. Pernah pula berkunjung ketika lantai tepian kolamnya super licin akibat hujan lebat sekian hari.

Tatkala suasana Taman Sari masih relatif singup, aku pernah mengunjunginya. Setelah suasananya beranjak cerah ceria seceria senyumanku, aku pun kembali mengunjunginya. Paling gres saat Taman Sari kian kekinian, aku lagi-lagi menyambanginya.

Penampakan dari sisi lain 


Cobalah bayangkan. Bagaimana bisa aku bosan bila hari ke hari Pemandian Taman Sari makin kondusif sebagai destinasi wisata? Yang ada justru rasa ingin balik lagi dan balik lagi 'kan? Meskipun untuk sekadar berswafoto seperti ini  ....


Wajah kami sama segar dengan air di kolam itu 


Sekilas Mengenai Taman Sari 

Pemandian Taman Sari (atau yang kerap disebut Taman Sari saja) merupakan salah satu tempat eksotis di Jogja. Iya. Menurutku begitu. Mengapa eksotis? Sebab keindahannya berbalut misteri masa lalu.

Hmm. Bagaimana, ya? Tiap kali berkunjung ke situ kurasakan selalu ada rasa yang tak bisa terungkapkan. Terlebih jika sedang sepi pengunjung. Terutama saat sedang mengeksplorasi lokasi-lokasi yang dulunya hanya boleh dimasuki oleh raja beserta keluarganya.

Masuk bangunan bertingkat itu sendirian rasanya gimana, lhooo


Kiranya keindahan dan kemisteriusan Taman Sari adalah daya tarik yang ditawarkan oleh istana air tersebut. Hmm. Istana air? Yoiii. Tempat itu dahulu merupakan istana tempat rehat raja yang dikelilingi segaran (danau buatan). Yang dipenuhi pula dengan wewangian bunga.

O, ya. Ada 3 kolam di Taman Sari. Ketiganya adalah Umbul Kawitan (kolam untuk putra-putri raja), Umbul Pamuncar (kolam untuk para selir), dan Umbul Panguras (kolam untuk raja).

Beruntunglah kita sebagai rakyat jelata zaman now karena bisa menyambangi ketiga kolam tersebut. Jangankan sekadar menyambangi. Lha wong berswafoto sampai jungkir balik juga boleh, kok. Hihihi ....

Rakyat jelata dari Jerman juga ke sini 

Kalau yang ini rakyat jelata lokal DIY 

Pemandu wisata menuturkan bahwa kompleks Pemandian Taman Sari tak sekadar tempat ciblon (berenang). Pada saat-saat tertentu raja pun berkenan menonton tari-tarian di sini. Tepatnya menonton dari Gapura Panggung.

Sudahlah. Pendek kata, ada banyak spot menarik untuk narsis di Taman Sari ini. Ada banyak pula rahasia masa lalu yang menarik untuk dikulik. Hmm. Wis tho. Pokoke komplet.

Saranku, kalau baru pertama kali mengunjungi Taman Sari jangan sok tahu dan sok irit. Lebih baik memakai jasa pemandu wisata. Lalu, bertanyalah sedetil yang kalian mau.

Tak lain dan tak bukan, tujuannya supaya aneka pose narsis kalian punya dasar hukum yang kuat. 'Kan asyik tuh, kalau gaya kita berfoto senada dengan sejarah lokasi yang menjadi latar belakang. Yekan?

Lokasi dan Jam Buka

Lokasi Pemandian Taman Sari sangat dekat dengan Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Kurang lebih sekitar 500 meter di sebelah selatannya. Jadi kalau berencana mengunjungi kraton, sebaiknya sekalian direncanakan pula kunjungan ke Taman Sari.

Tapi jangan kesorean kalau hendak berkunjung. Ingat-ingat, ya. Jam berkunjung ke Taman Sari tuh dari pukul 09.00-15.00 WIB. Kalau bukanya sih, tiap hari. Mulai dari Senin hingga Ahad.

Jadi, kapan kalian (membayangkan) ciblon sebagai putra-putri raja di kolam berair segar ini?

Kebayang segarnya 'kan? 


MORAL CERITA:
Berwisata sejarah pun bisa sangat mengasyikkan.




Jumat, 03 Agustus 2018

Inspirasi Bulan Purnama

0 komentar

Kauman Ngupasan, pada suatu malam bulan purnama 

TEMPO hari aku lagi-lagi pulang malam. Sebab jalanan sunyi, aku pun berjalan dengan langkah bergegas. Hingga saat tiba di perempatan dan hendak membelok ke kiri, langkahku terhenti.

O la la!  Atas takdir-Nya, mataku bersirobok dengan bulan purnama yang nangkring manja di langit timur sana. Wow! Aku terkesima memandanginya.

Subhanallah. Indah berpendar dan menawarkan berjuta asa. Meskipun pada detik yang bersamaan hatiku berbisik, "Tapi jauh lebih indah yang kemarin. "

Pada malam sebelumnya, di teras Mushala Aisiyah selepas shalat Isya, aku pun menyaksikan bulan purnama. Bahkan saat itu, penampakannya jauh lebih besar. Iya. Sebab posisinya di langit yang rendah, seolah-olah sampai menempel di atap rumah. Syahduuu.

Namun sayang sekali, tatkala itu aku tak bisa mendokumentasikannya. Maklumlah. Aku ke mushala ' kan dalam rangka menunaikan shalat. Jadi, no gadget.

Tapi sebagai gantinya, Dia Yang Maha Mendokumentasi mencetak seuntai bait di benakku.

Malam dingin
Purnama di tepian atap
---catatan selepas Isya---

Lalu, apa pentingnya peristiwa melihat bulan purnama kujadikan tulisan seperti ini? Eladalaaah. Penting banget dong, ah. Sebab bagiku, aktivitas melihat bulan purnama selalu menerbitkan kebahagiaan.

Tolong jangan tanyakan penyebabnya. Aku sendiri pun tak tahu mengapa begitu. Tapi itulah yang terjadi. Aku selalu bahagia selepas menikmati bulan purnama.

Dan ujung-ujungnya, semangat berkaryaku jadi terpompa. Buktinya langsung bikin postingan ini 'kan?  Haha!

Ngomong-ngomong, foto bulan purnamaku itu jelas atau tidak?  Terlihat sebagai bulan atau tidak? Atau, malah lebih tampak sebagai lampu taman?

Yeah ... apa boleh buat kalau lebih mirip lampu taman? Hidup toh acap kali begitu. Apa yang terlihat kerap kali tak seperti yang sesungguhnya terjadi. Hehehe ....

MORAL CERITA:
Temukanlah sumber inspirasi dan sumber kebahagiaanmu sendiri agar semangatmu senantiasa membuncah.


  
 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template