Selasa, 27 Juni 2017

Kukejar Lepet Bertahun-tahun hingga ke Pati

Keponakan yang manis sedang memamerkan lepet


TAHU lepet atau leupuet? Kalau belum tahu, tuh silakan lihat dulu foto di atas. Foto makanan yang di piring. Bukan foto bocahnya. Hehe .... Bila Anda sudah pernah mencicipinya, pasti paham. Bila belum pernah menemuinya secara langsung (kok kayak jumpa fans saja), pasti penasaran.

Lepet Tak Eksis di Semua Tempat

Rasa lepet itu bagaimana, sih? Seperti apa, sih? Enak atau bikin kapok kalau dicicipi pertama kali? Menyehatkan atau bikin sakit? Bisa dibeli di mana? Itu bikinnya bagaimana kok bisa berbentuk panjang-panjang padat terikat? Dan, aneka pertanyaan ke-kepo-an yang lain.

Halah. Rasanya kok ribet banget sih, ya. Mau bicara lepet saja, lho. Haha! Tapi kumaklumi saja bila ada sederet ke-kepo-an terhadap lepet. Sebab faktanya, tidak semua daerah punya tradisi bikin lepet ketika lebaran. Maka wajar bila bagi sebagian orang, lepet serupa rindu yang tak kunjung tertuntaskan. Hanya bisa memelototi fotonya melulu, tanpa pernah tahu kapan bisa bertemu. 

Jadi begini. Lepet merupakan kue tradisional pendamping kupat, ketupat. Dibuat dari beras ketan, kelapa parut, garam, dan dimasak dengan santan. Pembungkusnya adalah daun kelapa alias janur. 

Hanya Muncul Tatkala Lebaran Besar atau Lebaran Kecil

Pada umumnya lepet hadir tatkala lebaran. Akan tetapi, ada daerah yang memunculkan lepet ketika hari H lebaran; ada pula yang memunculkannya pada H+7. Nah, nah! Soal waktu pemunculannya inilah yang jadi masalah bagiku. Yang mengakibatkan aku bertahun-tahun tidak berkesempatan untuk mencicipinya. Kok le ngenes, ya?

Kronologinya begini. Aku berdomisili di Jogja yang tidak punya tradisi bikin lepet. Jadi saat malam Lebaran, meskipun ketupat opor berjajar-jajar manis di meja makan, si lepet tak muncul. Ketika aku mudik ke Pati usai shalat Idul Fitri, di sana keduanya malah belum muncul sama sekali. 

Maklumlah. Di Pati itu ada yang namanya Lebaran Ketupat. Waktunya adalah H+7. Jadi, ketupat dan lepet hanya muncul pada sekitar H+7. Padahal sebelum H+7 tiba, diriku sudah balik ke Jogja. 

Oleh sebab itu, pada Lebaran tempo hari aku senang sekali. H+7 belum tiba, tapi tiba-tiba ada tetangga yang nganterin lepet. Tanpa ketupat. Ahai! Bukankah ini seperti menuntaskan kerinduanku yang tertahan bertahun-tahun lalu? Alhamdulillah. 

MORAL CERITA:
Lebaran 2017 a.k.a Idul Fitri 1438 H adalah takdirku untuk kembali bersua dengan lepet. Haha!


8 komentar:

  1. Aku mau nulis tentang lepet loh belum kesampaian hahahah. Kemarin makan buanyak ahahhahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. wuihhhh ..... mabok lepet dong kamuuu. BTW pasti jauh lebih emejing jika kamu yang nulis tentang lepet.

      Hapus
    2. Kalu dulu dikampungku didalamnya dikasih potongngan kecil kecil kelapa muda. Itu dulu, sekarang tak ada yang buat.

      Hapus
    3. Ohh berarti makin gurih dong, Mas Djangkaru. Tapi di tempat lain ada pula yg dikasih kacang tholo ya? Atau kacang tanah sih???

      Hapus
  2. Wah, wis didisik e mbak e. Aku sedang berencana nulis juga hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahha ...tetep ditulis saja, kuyakin pasti ada rasa yang berbeda dari lepetmu, eh, tulisanmuu

      Hapus
  3. Ditempat saya ketan lepet sudah tidak dijumapaiblagi, ya karena itu pembutannya ribet dan beras ketan lagi naik daun, bukan daun kelapa ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naik daun pintuuuu. BTW madak sampai gak dibikin lepet gara-gara beras ketan mahal? Bikim dikiiiit saja 'kan bisa?

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!