Selasa, 04 April 2017

Telepon Umum Koin: Dulu & Kini

Telepon umum di Pabelan, Solo (hasil jepretan Umi Sumiyarsi)

ANDA mengenali benda dalam foto di atas? Kalau mengenalinya dengan akrab, berarti Anda tergolong remaja tempo doeloe. Iya. Aku berani memastikannya begitu. Lha wong diriku pun begitu. Sangat mengenalinya karena diriku memang kaum muda zadoel. Haha!

Bagi yang belum tahu, silakan simak baik-baik tulisan ini. Siap? Oke. Benda tersebut bernama "telepon umum koin". Pada foto di atas, hanya tersisa 1 pesawat telepon. Padahal mestinya, dalam satu "rumah" itu terdapat 3 pesawat telepon. Hmm. Yang dua sudah diambil siapa, ya? 

Sesuai dengan namanya, yaitu telepon koin, cara mempergunakannya memang dengan koin. Mula-mula kita angkat gagang teleponnya. Pastikan ada nada-nada "kehidupan" yang terdengar. Lalu, kita masukkan koin ke dalam lubang yang tersedia. Setelahnya kita pencet nomor telepon yang hendak dihubungi. Voila! Maka tersambunglah kita dengan seseorang di ujung sana. 

Selama persediaan koin kita melimpah, puas-puaskanlah mengobrol. Tapi mesti waspada. Tidak boleh lalai untuk menambahkan koin. Bila layar di depan kita sudah berkedip-kedip, langsung saja masukkan koin lagi. Itu pertanda kalau durasi bicara kita mau habis. Ish, ish. Cara si telepon koin mengingatkan kita mesra banget, ya? Berkedip-kedip, Bok

Pokoknya jangan sampai perbincangan putus secara paksa, hanya karena kurang stok koin. Jagalah harga dirimu dari orang yang sedang kauajak bicara, yang berada di ujung sama. Malu 'kan kalau ketahuan menelepon dari telepon umum koin? Hihi .... Telepon koin ini ongkosnya memang super duper murah. Jadi, kalah keren bila dibandingkan dengan telepon rumah dan telepon kartu.

Seingatku, koinnya berupa uang recehan senilai Rp100,00. Aku tidak salah menulis, lho. Itu sudah betul penulisannya. Memang seratus rupiah. Kalau menurut takaran kekinian, sangat kecil nilainya. Belum cukup untuk membeli sebutir permen. Asal tahu saja, sekarang ini harga permen Rp500,00 per 3 butir. Lebih dari Rp100,00 'kan?

Seiring berjalannya waktu, konon tarif koin menaik. Menjadi Rp1.000,00. Tapi saat nilai koin sudah naik, aku sudah tak lagi mempergunakannya. Jadi dalam ingatanku, telepon koin itu ya koinnya senilai cepek.

Aih! Pokoknya bagi kaum remaja tempo doeloe, ada banyak cerita di balik telepon umum koin. Namun waktu berlalu, teknologi pun berkembang. Seiring dengan itu, keberadaan telepon koin tergeser oleh smartphone. Ya, sudah. Terlupakanlah jasa-jasa si telepon umum koin. Bagaimana tidak terlupakan? Kalau lama tak digunakan lagi, otomatis ya terlupakan.

Yang bikin sedih, di berbagai kota masih bertebaran jasad-jasad si telepon umum koin serupa itu. Tepatnya bertebaran dan terbengkelai. Duileee. Kalau melihatnya disia-siakan begitu, serasa terbelah hatiku ini. Menjadi teringat yang tidak-tidak. Ih, mengapa jasad-jasad telepon koin itu tidak difungsikan untuk hal yang lainnya saja. Misalnya seperti foto di bawah ini .....   


Bilik telepon umum warna merah di Inggris yang berubah fungsi menjadi perpustakaan di Marton cum Grafton, Inggris utara.
Bilik telepon umum warna merah yang ikonik itu kini berubah fungsi menjadi perpustakaan kecil (foto ini kuambil dari internet. Silakan klik link ini agar lebih jelas)


MORAL CERITA:
Ternyata benda-benda apa pun bisa menjadi penanda zaman.

2 komentar:

  1. disini uda nggak ada lagi, jadi kangen masa sd dulu. bilik telpon jadi tempat berteduh ketika hujan pulang sekolah, mbak. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hohoho....seru juga, ya, desek2an berteduh di bilik telepon umum.... #dulu klo hujan aku malah gak kpikiran untuk berteduh di situ

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template