Jumat, 14 April 2017

E-mail yang Mengoyak Romantisme Surat

SEIRING waktu melaju, sudah pasti ada banyak hal yang berubah. Yup! Perubahan adalah keniscayaan dalam hidup ini. Entah lambat entah cepat, entah besar entah kecil, semua hal di dunia ini insya Allah akan mengalami perubahan.  Ada yang perubahannya membahagiakan semua orang. Ada pula yang sebaliknya; yang perubahannya malah bikin bete banyak orang.

Salah satu contohnya adalah perubahan yang terkait dengan surat. Dahulu untuk berkirim kabar kepada seseorang, kita mengandalkan surat. Kalau seseorang itu lokasinya jauh di luar kota-luar pulau-luar negeri, pengantarannya melalui jasa layanan pos.  Kalau masih relatif dekat tapi tak sempat bertatap muka langsung, bisa mempergunakan jasa orang suruhan (alias kurir).

Lain halnya dengan sekarang. Si surat kini telah diganti dengan e-mail, electronic mail. Atau yang bahasa Indonesianya surel, surat elektronik.

Sebab e-mail memang lebih cepat sampai, tradisi berkirim surat pun pelan-pelan mulai ditinggalkan. Apalagi untuk berkirim e-mail, kita tak perlu keluar duit. Sejauh masih punya kuota internet, ya sudah. Bisa berkirim e-mail sebanyak yang kita mau dan perlu.

Mau menulis berita-cerita yang sepanjang apa pun, tak perlu cemas dengan bobot. Kalau berkirim surat 'kan beda. Makin panjang berita-cerita yang kita tulis, makin teballah surat kita. Berarti ongkos kirimnya makin mahal.

Demikian pula halnya dengan jarak tempuh surat. Makin jauh alamat si penerima surat, berarti makin mahal pula ongkos kirimnya. Kalau kita menginginkan layanan kilat, yakni surat butuh dikirim lebih cepat daripada biasanya, berarti akan lebih mahal lagi.

Namun, jangan lupa. Sekilat-kilatnya jenis pengiriman yang kita pilih, si surat baru bisa sampai setelah dua atau tiga hari.  Lain halnya dengan e-mail yang bisa terkirim langsung in the real time.

Harus diakui bahwa e-mail sangat unggul dalam efektivitas. Namun dari sisi romantisme dan kedekatan rasa, surat tentu jagonya. Coba bandingkan, deh. Lebih asyik menerima sebuah e-mail cinta atau sepucuk surat cinta?  Bila kenyataannya sepucuk surat cinta bisa dipeluk-peluk kapan pun, sedangkan sebuah e-mail cinta tak mungkin dapat dipeluk. Haha!

Baiklah, baiklah. Kuakhiri di sini saja tulisan ini. Semoga ada manfaatnya dunia dan akhirat bagi kita sekalian. Entah apa pun bentuk manfaatnya. Tapi kutahu, paling tidak manfaatnya ya berupa manfaat menghibur.

Anda yang merupakan kawula muda zadoel pasti terhibur. Dapat tersenyum-senyum simpul. Nyambung dengan isi tulisan ini. Mengaku sajalah. Baik dulunya kerap menulis dan menerima surat maupun jarang, bila Anda tergolong kawula muda zadoel ya pasti akan nyambung. Hehehe .... 

*Tulisan ini terinspirasi oleh celotehan seorang teman. Saat menerima buku dan sepucuk surat dariku beberapa waktu lalu, dia menulis begini: Terima kasih. Suratmu begitu dahsyat, mengulik memoriku, tentang romansa sebuah SURAT, sebelum surat elektronik merampas sisi romantismenya dengan angkuh.*

MORAL CERITA:
Hal baru boleh saja bermunculan. Tapi tak berarti hal lama menjadi hilang makna.

Surat yang kutulis untuk menyertai pengiriman buku (koleksi Maharani Dewi)




2 komentar:

  1. terkadang, lebih deg degan waktu menunggu surat datang daripada email masuk ya mbak. rindu nostalgia rasa menunggu itu n senyum pak pos

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template