Minggu, 23 Oktober 2016

Jadi Ortu Konsisten, Yuk!

Mereka butuh ortu yang konsisten untuk diteladani....


SUNGGUH tak mudah menjadi ortu. Apalagi untuk menjadi ortu yang ideal. Yang baik dan benar bin proporsional, dengan cakupan dunia-akhirat. Terlebih bila mesti menjalani takdir sebagai ortu ontang-anting, single parent. Tentu tingkat ketidakmudahannya akan lebih tinggi. Huft! #Ambil napas dalam-dalam dulu

Nah! Salah satu kesulitan menjadi ortu adalah kesulitan dalam hal konsistensi. Sekali lagi, konsistensi. K-O-N-S-I-S-T-E-N-S-I. Sebuah kata yang mudah diucapkan, tapi tak mudah dijalankan. Terdengar merdu saat dilafalkan, tapi butuh tekad kuat untuk mempraktikkannya.

Sesusah apa sih menjadi ortu yang konsisten itu? Hmm. Bagaimana, ya?  Mungkin sesusah mengenyahkan rinduku yang membuncah kepadamu. Haha! Eee... tapi ini serius, lho. Sebab faktanya, menghapus rindu yang membuncah memang susah. Maksudku begini. Jika perumpamaannya saja seperti itu, berarti konsistensi memang tak mudah tak mudah dilakukan.

Baiklah. Supaya tak beranjak baper tak karuan, mari kita simak beberapa contoh sulitnya menegakkan konsistensi. Konsistensi sebagai ortu lho, ya. Bukan sebagai yang lain.

CONTOH SATU
Ortu acap kali mengomeli anaknya yang hobi jajan. Padahal sesungguhnya, ortu sendiri yang telah memupuk hobi tersebut sejak dini. Daku kerap menemukan buktinya. Begini: ketika anaknya masih bayi-batita-balita, belum tahu kegiatan yang bernama "jajan", ortu malah dengan sadar mengajarinya jajan. 

Dengan dalih kasih sayang, ortu kerap membawa si anak ke warung untuk jajan. Si anak belum ngeh tapi ditawari bermacam-macam. Demikian terus-menerus sampai si anak akhirnya ngeh. Walhasil seiring dengan bertambahnya usia, si anak makin ngeh dan makin banyak kebutuhan jajannya.

Di titik itulah ortu mulai kebakaran jenggot. Mulai sering mengomeli anak gegara gemar jajan. Nah, lho. Kena batunya 'kan? Tepatnya, kena batu ketidakkonsistenannya sendiri.

CONTOH DUA
Bila punya anak penakut atau cengeng, ortu acap kali bilang, "Jangan cengeng, dong!". Atau, "Duh! Jadi anak pemberani, dong!". Bila si anak apa-apa minta dibantu dan serba merengek minta pertolongan, ortu sering berujar jengkel, "Mandiri, dong!" 

Namun anehnya, ketika di sekolah anaknya ada kegiatan outbond, sang ortu bersikap lebay. Over protektif. Dengan dalih khawatir anaknya celaka atau cemas anaknya tak mampu mengurus dirinya sendiri, ortu yang bersangkutan nekad ikut outbond. Padahal pihak sekolah, dalam surat edaran pemberitahuan, sengaja mencetak tebal aturan tidak boleh mendampingi anak.

Tapi kenyataannya, banyak ortu yang nekad ikut. Berombongan menyewa bus, menguntit rombongan outbond anak-anak. Bikin para guru kesal bin kecewa plus memeram geram. Nah, lho. Para ortu tersebut enggak konsisten banget 'kan? Dan ujung-ujungnya, anak mereka batal belajar mandiri. Lha wong ortunya merecoki kok.

CONTOH TIGA
Ortu sangat marah ketika anaknya berdusta. Tapi ironisnya, hanya karena ingin si anak bernilai bagus, ortu malah memberikan contoh perilaku dusta. Misalnya dalam mengerjakan PR. Si anak ternyata belum paham mata pelajaran yang di-PR-kan. Oleh sebab itu, dia tidak dapat mengerjakan PR-nya.

Idealnya ortu menjelaskan sampai si anak paham. Namun, apa daya? Rupanya banyak ortu yang memilih jalan pintas. Alih-alih bersabar menjelaskan. Yang dilakukan justru mengambil alih PR. Ortu yang bikin PR, esok harinya anak tinggal tersenyum manis (sebab tanpa usaha sudah mampu tampil dengan PR-nya).

Kelihatannya sepele, ya? Tapi sesungguhnya tidak sepele sama sekali. Jikalau hal begitu dilakukan terus menerus, rusaklah kepribadian si anak. Bakalan terpapar perilaku tidak jujur yang akut. Berbahaya! Oalaaah, ortu. Bagaimana anak bisa berlaku jujur jika selalu diajari tidak jujur?

Hanya tiga itukah ketidakkonsistenan yang sering dilakukan orang tua? Oh, tentu tidak. Masih ada sederet panjang yang lainnya. Miris 'kan? Yang lebih miris, ketidakkonsistenan semacam itu dianggap sebagai hal yang biasa. Padahal sebenarnya dalam dunia pendidikan, hal tersebut merupakan sebuah masalah besar. Tidak main-main, lho. Masalahnya sangat berkaitan dengan pembentukan moral dan karakter kepribadian anak.

Bila diasuh oleh ortu yang kerap tidak konsisten, si anak jadi bingung 'kan? Ia hendak menganut nilai-nilai yang mana? Pada satu saat disuruh jujur, pada saat yang lainnya malah diajak berlaku tidak jujur. Gawat, gawat. Akan tumbuh jadi manusia dewasa macam apa dia nanti?

Maka duhai para ortu.... Belajar konsisten bersama anak, yuk!

MORAL CERITA:
Dengan menuliskan persoalan ini, berarti daku sedang mengingatkan diriku sendiri.


9 komentar:

  1. Saya dan suami termasuk orang tua yang tega. Membiarkan anak2 mandiri. Nek ora kepepet tidak mendampingi mereka dlm kegiatan. Dan saya termasuk keras siap menanggung malu kalau anaknya ngeyel (yang penting anaknya manut) hehe. #efekPunyaOrtuKeras

    BalasHapus
    Balasan
    1. yoi, Mbak. Saya pun terkenal tega...sejak Adiba kelas satu sidah kuikhlaskan pergi outbond sendiri. Sudah ada guru 'kan?

      Hapus
  2. Saya dari anak kecil sudah membiasakan anak mandiri, dalam berbagai hal, termasuk makan dan mandi, supaya terbiasa

    BalasHapus
  3. Saya dari anak kecil sudah membiasakan anak mandiri, dalam berbagai hal, termasuk makan dan mandi, supaya terbiasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip, Mbak. Walaupun memang (kalau untuk kasus anakku sih) di awal hasilnya dan prosesnya agak-agak ngaco bin berantakan gitu deh...tapi terbukti, makin beasr makin rapi lah tu bocah :)

      Hapus
  4. Kegiatan asih-asuh-asah kepada anak memang melelahkan tetapi sungguh merupakan perbuatan mulia dalam mengemban amanah Allah Swt. Jika dilakukan dengan ikhlas dan benar Insya Allah ashilnya akan baik dan bernilai ibadah.
    Salam hangat dari Jombang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Pakdhe. Kerap kali bikin bete juga. Untung saya punya hobi nulis-nulis, jadinya kebetean bisa dicairkan melalui tulisan... hehehe... Alhamdulillah. Salam hangat balik dari Jogja.

      Hapus
  5. ini saya sebaegai anak merasa terbela lo sama artikelnya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woww...hahahha...iya, mbak....artikel ini memang bertujuan menyentil orang tuanya, kok... hehehe

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template