Rabu, 31 Agustus 2016

Balada Seorang Penulis Undangan (2)



KIRANYA inilah sekuel dari tulisan kemarin. Ya, kali ini aku masih ingin menulis tentang undangan. Yakni undangan yang tiap bulan aku bikin dan sebarkan. Rupanya tak cukup satu postingan untuk mengisahkannya. Bagi Anda yang belum membaca  bagian pertamanya, silakan klik di sini. Wow, luar biasa. Sesuatu yang remeh-temeh pun ternyata butuh disekuelkan juga, ya? Haha!

Yoi. Kemarin sempat kusinggung bahwa daku kerap merasa nyesek gegara undangan yang kubikin. Sudah mengerahkan segenap cinta untuk menulisnya, eh tuh undangan ternyata tak dibaca dengan cermat. Padahal jumlahnya tidak sedikit, lho. Lumayan memegalkan tangan. Hmmm. Jumlahnya 20 lembar.

Tak usah kaget. Judulnya memang “dasa wisma”  (dasa = sepuluh; wisma = rumah) Tapi faktanya, jumlah anggota dasa wismaku 22 orang. Lagi-lagi luar biasa, bukan? Sangat mengkhianati namanya.  Dasa wisma kok jumlah anggotanya dua kali lipat dari jumlah yang seharusnya. Hehehe….

Lalu, mengapa aku hanya membuat 20 undangan? Yang 2 anggota kena diskriminasi? Hohoho…. Enggak, dong. Rinciannya ‘kan begini. Yang seorang menjadi tuan rumah. Karena menjadi tuan rumah, berarti ia sudah tahu tanpa dikasih undangan. Bukankah aku membuat undangan justru setelah sang tuan rumah memastikan jadwalnya? Sementara yang seorang lagi ya aku ini. Masak sih aku bikin undangan untuk diriku sendiri?

Baiklah. Mari balik ke soal nyesek yang kurasakan. Yakni nyesek gegara si undangan tak dibaca cermat, sedangkan segala sesuatunya sudah kutulis detil pada undangan. Urusan seragam mana yang dipakai pun aku informasikan dalam undangan. Padahal nih, ya… informasi mengenai seragam itu juga kerap dikhianati.  Dalam undangan tertulis “mohon pakai seragam merah”, eee datang ke pertemuan malah pakai seragam warna lain. Tapi masih mending pakai seragam lainnya. Toh tetap seragam. Lha wong ada pula yang memakai baju nonseragam, kok. Huft.

Sudahlah. Tak akan kuperpanjang lagi tulisan ini. Takut makin menjadi-jadi curhatanku ini. Haha!

MORAL CERITA: 
Dalam kapasitas yang  sekecil-kecilnya, selalu saja manusia itu banyak maunya.




4 komentar:

  1. Aku gak pernah pake seragam (wong kainnya sj masih dalam bungkus) hhh

    BalasHapus
  2. aku usul gimana kalau ibu ibu dasawisma itu dikasih pelatihan menulis oleh sekretaris seumur hidupnya. outcomenya nanti ibu ibu bisa menggantikan menulis undangan. biar sesekali ngerasa nyeseg jugak ... wkkk, kenapa tetiba aku juga nyeseg nulis komen inih ... hmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe....pelatihan menulis???? klo kursus baca tulis itu mungkin dilakukan.... lha wong 3/4 anggota dasawismaku buta huruf eee...

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template