Minggu, 05 Juni 2016

Salah Kaprah Padusan

WACANA padusan (ceileee...wacana nih yee...) kerap dilontarkan orang pada hari-hari jelang Ramadan. Para tetangga pun kerap melontarkan pertanyaan, "Nanti mau padusan di mana, Mbak?" Dan ketika pada sehari jelang Ramadan aku kelihatan tenang-tenang saja di rumah, pertanyaan lain pun dilontarkan, "Kok enggak padusan, Mbak?" 

Hmm. Maklum selebritis kampung. Wajar kalau daku banyak diperhatikan. Eh? Maksudku, banyak dilontari pertanyaan. Haha! Biasanya sih, kujawab semua pertanyaan serupa dengan sesungging senyum manis. 

Karena si penanya tampak penasaran bila belum mendengarkan suara merduku, mau tak mau kujawab dengan lembut plus berwibawa, "Mboten, Mbah/Budhe/Pakdhe/Paklik/Bulik. Kula padusan sendiri saja di rumah...." #Pakai bahasa campuran demi menghindari kesalahan dalam mempergunakan aturan krama inggil.... :D  

Apa boleh buat? Terlalu banyak orang yang salah dalam memahami padusan. Mereka pikir padusan massal itu kewajiban agama. Padahal, padusan yang dilakukan ramai-ramai di tempat umum itu 'kan tradisi masyarakat Jawa (kalau di Sumatra Barat, padusan disebut balimau; entah kalau di daerah lainnya lagi). Jadi, padusan bukan merupakan sesuatu yang disyariatkan oleh agama Islam. 

Bila kondisi kita sudah suci dari hadas besar dan hadas kecil, tanpa ikut padusan di tempat umum secara berombongan pun sudah sah ikut beribadah Ramadan. Bahkan, padusan di laut atau di  kolam renang umum malah tidak bisa menyucikan toh? Bila sebelumnya berhadas besar, lalu sekadar ikut padusan di kolam, tetap saja belum suci. 

Airnya itu, lho. Dipakai bareng-bareng oleh banyak orang.  'Ntar kalau ada yang pipis di kolam piye? Belum lagi cuma nyebur-nyebur berenang begitu. Dari mana bisa sucinya?

Kalau aku dapat menghindar dengan penuh sopan santun dari ajakan padusan, lain halnya dengan Adiba. Dasar anak-anak, tak bisa asal dilarang. Apalagi padusan berkaitan dengan air dan penceburan di kolam renang. Sebuah aktivitas yang selalu menarik minatnya sejak masih batita. Ya, sudah. Dia merengek minta diizinkan ikut padusan.

Izin pun kukeluarkan dengan tiga syarat. Pertama, teman padusannya valid dan bisa dipercaya. Kedua, keamanan transportasinya ke lokasi. Ketiga, minta ongkos ke ayahnya langsung (ini sih syarat emak-emak ngirit banget). PLUUUS.... ceramah singkat soal makna padusan yang sebenarnya. Bla-bla-bla.

Setelah semua syarat terpenuhi dan Adiba tampak takzim mendengarkan ceramah singkatku, berangkatlah dia dengan cengar-cengir. Ih! Cengar-cengir yang bikin aku berpikir bahwa dia meledekku. Meledek sebagai bunda yang cerewet. As usual....

MORAL CERITA:
Dalam kehidupan yang majemuk, kearifan dalam bersikap dan menyatakan suatu pendapat menjadi mutlak adanya #Woww seriussss tenan! 




6 komentar:

  1. Alhamdulillah, kalau saya padusan setiap hari. Bahkan, bisa 2 kali sehari. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe... suatu hal yang patut disyukuri tuh Mas Irham, soalnya ada lhoo yg gak mampu padusan dua kali sehari... hihi

      Hapus
  2. kebetulan dikeluarga suami juga masih percaya dengan hal-hal yang berbau kejawen. sedikit-sedikit ruwatan, sedikit-sedikit itung-itungan weton. sebenarnya saya pribadi kurang percaya, karena basic dikeluarga saya tidak pernah diajarkan hal-hal seperti itu. namun sedihnya terkadang sesekali saya terpaksa menurut untuk menajaga perasan keluarga besar suami :'(
    oiya,,,,salam kenal ya bund,,,, :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, iya Mbak. Beneber banget. Kita acapkali mesti terpaksa menurut demi kebaikan bersama... iya, salam kenal juga

      Hapus
  3. Lain di tempat saya, lain pula di jogja, keasyikan Adiba Bund he he...bissa berenang sepuasnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah iya, Adiba untung besar bisa main air sepuasnya

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!

 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template